Bab 12 | Posesif

20 5 3
                                    

Setelah perjalanan yang memakan waktu setengah jam itu berlalu dalam keheningan yang menyiksa, akhirnya mereka sampai di antara pekarangan rumah keduanya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Setelah perjalanan yang memakan waktu setengah jam itu berlalu dalam keheningan yang menyiksa, akhirnya mereka sampai di antara pekarangan rumah keduanya. Daniel yang masih duduk di balik kemudi, mendengkus kuat. Ia mencoba menetralkan degup jantungnya yang bertalu-talu dan menenangkan diri supaya berpikiran dingin.

Kemudian, melalui ekor mata Daniel yang rambut beserta belahan poninya sudah berantakan akibat pertarungan, lengkap dengan sisa keringat yang mengalir dari pelipis hingga ke tengkuk dan punggungnya yang basah mengenai hoodie hitamnya, ia melirik Revina yang sedari tadi rupanya sudah terlelap. Entah pengaruh dari mana, apakah pria tua sialan itu memberikan Revina minuman semacam apa hingga gadisnya dapat terlelap begitu cepat.

Membayangkan kalau pria lain menyentuh secuil saja bagian tubuh Revina, atau bermacam-macam pada gadis itu, sukses memicu gelombang amarahnya. Daniel berusaha mengontrol irama napasnya, takut-takut kalau Revina jadi terbangun hanya karena emosi sesaatnya.

Daniel pun membuka sabuk pengamannya dan milik Revina. Lalu saat wajah keduanya berjarak setengah jengkal, ia dapat mencium harum tubuh Revina yang menyerupai wangi bayi. Gadis itu punya kebiasaan mengoleskan minyak telon, ketika melakukan hal penting. Yang membuat Daniel gugup adalah wajah damai Revina, tidak terlihat judes dan tampak menggemaskan saat menutup mata.

“Lo tahu, Na ...,” Tangan Daniel tergerak untuk membelai pipi Revina yang mulus dari permasalahan kulit wajah. “Lo itu seneng banget bikin gue hilang akal hanya karena cemas, ya?” Atensi Daniel teralihkan pada hidung bangir, bulu mata yang panjang dan lentik, hingga berakhir pada bibir mungil pinky natural yang memperindah pipinya yang sedikit berisi. “Gue rasanya mau mengurung lo supaya hanya berada di sisi gue, tanpa ada secuil mata pun yang sanggup mandangin lo lama-lama.”

Daniel segera membantingkan punggungnya ke kursi kemudi. Helaan napas panjang terdengar samar oleh Revina yang mulai bergerak gelisah dalam tidurnya. Daniel hanya mampu mengusap wajah sendiri dengan kasar. Kemudian menyisir rambutnya ke belakang. “Gue makin nggak waras dengan keadaan Nana yang seperti ini. Bajingan!” umpatnya sambil memukul kemudi.

Tanpa banyak pemikiran lagi, Daniel lantas memutarbalikkan mobilnya menuju rumah pohon. Tempat yang sengaja dibuat oleh keluarga Atmadja dan Narendra untuk kedua anak tunggal mereka. Lokasinya pun tidak cukup jauh, bisa ditempuh hanya dengan 10 menit jika menggunakan kendaraan.

Daniel kembali menggendong Revina ala bridal style hingga mereka berhasil sampai di rumah pohon. Meski disebut demikian, hunian yang dibuat bukanlah sejenis rumah yang ada di atas pohon layaknya yang tergambarkan pada novel roman picisan, tetapi bangunan yang tersebut didominasi oleh bahan kayu terbaik sebagai pengganti bahan bangunan pokok yang hanya sebagian dipergunakan. Lalu, lokasinya pun berpijak pada tanah, hanya saja banyak furnitur berbahan kayu hingga akhirnya disebut 'Rumah Pohon'.

Bagian temboknya pun diwarnai dengan deep brown berukiran antik dan mampu menyihir siapa pun yang berkunjung, merasa nyaman tinggal di dalam sana. Bisa dibilang, tempat tersebut menjadi lokasi bagi Daniel dan Revina untuk bersembunyi dari keluarganya masing-masing. Setidaknya itulah pikiran konyol mereka ketika kecil.

Two SideWhere stories live. Discover now