Bab 5 | Mencurigakan

30 8 3
                                    

Kabar Maria pingsan saat kelas sedang berlangsung sampai ke telinga anak jurnalis, kelima orang itu bergegas menemui senior perempuan mereka di rumahnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kabar Maria pingsan saat kelas sedang berlangsung sampai ke telinga anak jurnalis, kelima orang itu bergegas menemui senior perempuan mereka di rumahnya. Namun, sampai di sana Maria malah tidak mau keluar dari kamar dan enggan untuk ditemui. Bahkan, Gusti yang sangat dekat dengannya pun ditolak mentah-mentah.

Penolakan itu membuat anak jurnalis berubah haluan dari rumah Maria menuju kos-an Gusti karena berjarak tak sampai dua kilo meter, mereka terlalu malas untuk kembali ke kampus yang nyaris sepuluh kilo meter dari rumah Maria. Kamar berukuran tak lebih dari 4 x 4 itu cukup nyaman dijadikan tempat berkumpul, apalagi Mas Gus tipe cowok rapi dan pembersih. Bukan baru sekali dua kali ruangan tersebut dijadikan tempat mereka berkumpul, setiap kali mereka bermain maka yang dijadikan tujuan adalah kamar ketua jurnalis itu.

Walaupun klub jurnalis tidak aktif dan memiliki kegiatan, bukan berarti mereka jarang berkumpul. Justru hampir setiap minggu keenamnya bertemu, entah di rumah, kafe, atau ruangan klub. Gusti sendiri yang menyarankan hal tersebut, ia merasa sedikit bertanggung jawab atas klub.

"Mbak Mari kenapa, sih? Gak biasanya dia begitu," ujar Azriel setelah meletakkan helm di sudut kamar Gusti.

Sisil yang sedang membuka makanan cepat saji untuk mereka sontak menghentikan kegiatannya, gadis itu menoleh ke arah Azriel yang sudah duduk di atas kasur lantai senior mereka. "Iya juga, tumben banget Mbak kayak gitu. Biasanya mau se-bad mood apa pun pasti masih mau ngomong. Ngerasa gak, sih, dari kemaren Mbak juga gak nongol di grup, chat kita juga cuma dibaca doang. Aneh banget, kan?" sahut Sisil.

"Mungkin Mbak ada masalah pribadi," celetuk Revina.

Jejeran buku di rak milik Gusti menjadi fokus gadis yang baru saja kembali mengganti warna rambutnya menjadi hitam itu, tangannya gatal melihat susunan buku yang tampak sembarang. "Mas Gus, ini boleh diubah gak?" tanyanya.

Gusti langsung tertawa melihat reaksi Revina, gadis itu beberapa kali memperlihatkan prilaku kompulsifnya. Ia sendiri tidak masalah, laki-laki yang paling tua di klub jurnalis tahu adik tingkatnya cukup sering menahan diri. "Boleh. Susun aja, Na," jawab Gusti. Sebenarnya buku yang terletak di sana sudah cukup rapi, hanya saja di mata Revina masih terlihat berantakan.

Tanpa sepengetahuan dua orang itu, raut wajah laki-laki yang memakai kaos hitam tampak lebih masam dari biasanya. Sesekali ia melirik pemilik kamar dengan tatapan tak biasa, lalu menghela napas kuat disertai ponsel yang diletakkan cukup kasar. Azriel hanya tertawa melihat orang di sampingnya kebakaran, pemandangan seperti ini sudah berulang kali terjadi. Entah pura-pura tidak peka atau memang tak tahu menahu sedikit pun, Gusti harusnya sadar jika Daniel kerap kali berprilaku sinis karena ia terlalu dekat dengan Revina.

"Back to topic, ini gak ada yang ngerasa aneh gitu sama Mbak? Oke kalau kita ditolak, masalahnya Mas Gus juga kena. Kayak mustahil gitu, lho. Mbak bener-bener aneh hari ini," sungut Sisil yang masih berpegang teguh dengan pemikirannya.

"Mas Gus kalau tau sesuatu ngomong aja! Keliatan banget nahannya," kata Daniel.

Terlalu intens memperhatikan Gusti yang berprilaku sedikit aneh di matanya membuat Daniel menebak tepat sasaran. Sejak dari rumah Maria, ia memang sudah mendapat sinyal ada sesuatu yang terjadi antara dua senior klub itu. Mungkin lebih ke hal buruk karena Maria sampai tidak mau menemui Gusti, padahal keduanya sering terciduk jalan berdua di luar aktivitas kuliah dan klub.

Setelah ditegur Daniel, Gusti terlihat lebih gelisah. Laki-laki itu tampaknya menimbang apakah akan menceritakan sesuatu yang diketahuinya atau tidak, tetapi hingga lima menit berlalu tak ada satu kata pun keluar dari mulutnya. "Maaf, tapi Maria bilang kita gak boleh tau. Intinya, mulai sekarang harus hati-hati. Gue sendiri juga gak ngerti maksudnya. Kemaren dia dateng-dateng langsung nangis dan gak ada cerita apa-apa," ungkap cowok pemilik kos-an itu.

"Apa ini ada sangkut pautnya sama kasus yang kita selidikin?" tanya Revina yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Buku-buku berjejer dari yang paling tinggi hingga terendah, sementara khusus modul kuliah disusun sesuai ketebalan.

"Bisa jadi," ujar Sisil sambil membuka botol es teh miliknya, "ini kalian gak ada yang mau makan?" tanya gadis itu.

Keempat orang yang berada di sana mulai mendekat ke arah Sisil, mengambil jatah mereka satu per satu. Revina yang duduk di samping Daniel langsung melirik milik laki-laki itu, sementara objek yang merasa diperhatikan tersenyum tipis saat menyadari hal yang diinginkan seseorang yang disukainya.

"Nih, ambil," ucapnya sambil menukar ayamnya yang lebih banyak kulit.

Disela makan, Daniel tiba-tiba teringat sesuatu. Ia meminum air terlebih dahulu sebelum mulai berbicara. "Kalau gak salah liat, kemaren gue liat Mbak Mari ke fakultas Teknik. Awalnya gue juga gak yakin atau entah salah orang, tapi kayaknya itu emang dia. Sementara setau kita, dia gak ada temen anak Teknik selain gue," kata laki-laki itu sambil membayangkan kejadian kemarin.

"Kenapa gak disamperin?" tanya Azriel sedikit ngegas.

"Gue lagi buru-buru, Nyet! Dosennya ngasih waktu lima menit doang buat ganti seragam. Jadi, ngeliat sekilas aja. Cuma kayaknya waktu itu Mbak Mari keliatan ketakutan, dia lari sambil ngeliat ke belakang seolah ada sesuatu yang ngikutin."

"Goblok, ih. Kok, gak ditolong!" cibir Sisil gemas.

"Gue mau praktik di luar, ntar ketinggalan bus," balas Daniel tak kalah ngegas.

Fakultas Teknik memang memiliki bus khusus yang digunakan untuk pergi melakukan praktik di luar kampus, berbeda dengan fakultas lain yang biasanya menggunakan bus umum milik kampus.

Sebenarnya Daniel sempat ingin menolong Maria, tetapi ia kehilangan jejak saat mengejar gadis itu. Sementara waktu yang dikantongi tidak banyak, sehingga ia terpaksa kembali bergabung dengan anak-anak kelasnya. Sepanjang perjalanan dan praktik pun pikirannya terpecah belah, hanya saja ia lupa memberi tahu yang lain untuk melihat keadaan dan keberadaan Maria.

"Kayaknya ada sesuatu yang Mbak Mari tau waktu datang ke fakultas Teknik, gak mungkin dia nyuruh kita hati-hati kalau gak ada sebab. Apa mungkin dia nemuin sesuatu?" Azriel menduga-duga apa yang terjadi dengan Maria, pikirannya seolah terus menyambungkan kejadian yang terjadi belakangan ini.

Gusti menghela napas mendengar perkataan Azriel, meskipun hanya praduga tetapi tetap saja hatinya tidak tenang. Bagaimana jika memang ada sesuatu yang terjadi kemarin? Melihat Maria yang begitu terguncang dan menangis tanpa henti seolah memang menjadi petunjuk sekaligus ancaman bagi klub jurnalis.

"Apa kita hentiin aja? Klub dibubarkan gak masalah, asal kita semua aman. Kasus ini kayaknya lebih berat dari yang diduga."

"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Two SideWhere stories live. Discover now