Bab 31 | Dalang

12 5 1
                                    

Jantung Azriel berdetak kencang saat melihat kertas yang diperlihatkan Sisil, ia tahu betul lagu tersebut

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jantung Azriel berdetak kencang saat melihat kertas yang diperlihatkan Sisil, ia tahu betul lagu tersebut. Namun, tetap berpura-pura seolah berpikir keras. Di salah satu bagian tubuhnya terukirkan lirik itu, hanya Daniel dan Arman yang mengetahui kapan dan di mana ia menatonya.

"Gak tau. Lagu apa, ya?" tanyanya dengan mencoba biasa saja, tetapi saat keluar malah terdengar sedikit bergetar. Azriel mengutuk diri dalam hati, lalu kembali fokus pada makanan.

Ketiganya kembali terdiam sampai Gusti datang membawa makanannya sendiri, ternyata cowok itu memesankan air untuk Maria dan Sisil juga. Nampan yang dibawanya diletakkan terlebih dahulu agar dua gadis yang ada di sana bisa mengambil airnya masing-masing, terlalu sering nongkrong membuat Gusti hafal minuman kesukaan mereka jika di sini.

"Tadi temen gue ngehubungin, rekaman CCTV-nya udah dikirim. Bentar," ucap Gusti sambil mengambil ponsel di saku celananya.

"Gimana cara kalian ngambilnya?" tanya Azriel bingung.

"Nyelinap ke ruangan CCTV di rumah, semua rekaman biasanya disimpan di sana. Cuma waktu itu kita buru-buru takut ketauan, makanya langsung disalin ke temen Gusti biar dia yang liat di file yang mana," jawab Maria.

Azriel hampir lupa jika Maria adalah anak Ferdi, tentu lebih mudah bagi mereka untuk mendapatkannya. Diam-diam ia mengambil ponsel dan meletakkan di kursi sambil menekan tombol rekam di room WhatsApp Daniel. Laki-laki itu ikut melihat layar ponsel Gusti yang memperlihatkan sebuah mobil yang menghadang mobil Ferdi yang saat itu membawa Revina.

"Sialan," maki Azriel kuat. Kedua tangannya terkepal erat di bawah meja, lalu refleks berdiri dan bersiap pergi dari sana.

"Tenang, Riel. Kita udah kerja sama dengan polisi, tinggal dilacak keberadaan mobil ini di mana sekarang," ucap Gusti.

Tidak, mereka mengkhawatirkan dua hal yang berbeda. Namun, Azriel mencoba tenang seperti yang disarankan Gusti. "Mas, gue mau cuci muka ke toilet dulu," katanya.

Tanpa menunggu izin dari Gusti, Azriel sudah pergi dari sana. Ia mengirimkan rekaman suara ke Daniel terlebih dahulu, lalu beralih menelepon seseorang yang saat ini membuat emosinya meledak. Azriel berdiri di pojok ruangan setelah membuka semua pintu toilet untuk memastikan tidak ada orang di sana.

"Apaan?" tanya seseorang di balik telepon saat sudah terhubung.

"Sialan, pake nanya lagi. Lo ketauan, Goblok! Kalau sampai Daniel tau lo yang nyulik Revina, bakal kelar kita. Ngapain, sih, buat tindakan gak diskusi dulu sama gue atau Daniel? Kan, ribet kalau begini jadinya. Mobil lo udah mau dilacak sama polisi, mending sekarang lepasin Revina biar kita semua aman. Atau kalau emang lo pengen nyerahin diri ke polisi, jangan seret-seret gue sama Daniel! Kita gak ada hubungannya sama rencana lo yang satu ini," omel Azriel.

Ia berjalan ke pintu toilet, memastikan tidak ada orang di sana. Walaupun ruangan ini kedap suara, tetapi tak menutup kemungkinan ada orang iseng yang mencoba mengintip apa yang terjadi. Apalagi suara Azriel menggelegar di seluruh toilet, pasti orang-orang akan penasaran jika pintu sampai terbuka.

"Lo tenang aja, deh. Revina aman sama gue, gak bakal diapa-apain. Mobil juga pakai plat palsu, kok, gue udah memperhitungin semuanya."

Detik itu pula Azriel langsung mengumpat, ia menendang tong sampah sebagai pelampiasan. "Gila! Gue capek-capek nyari Revina ke sana ke sini, ternyata sama lo. Cepet kirimin alamatnya! Setelah selesai urusan sama anak jurnalis, gue nyusul," perintah Azriel mendesak lawan bicara.

"Ntar gue kirimin."

"Satu lagi, gue juga nyaris ketauan. Jadi, mulai sekarang kita harus hati-hati!"

Azriel membasuh mukanya sebelum keluar, lalu kembali ke meja anak jurnalis berkumpul. Pandangan mereka melihatnya sedikit aneh, tetapi dihiraukan oleh laki-laki itu. Emosinya sudah stabil, tidak meledak-ledak seperti tadi. Hanya saja ia harus mengabari Daniel soal keberadaan Revina dan memastikan para sahabatnya tak bertengkar soal ini.

"Riel, Daniel ke mana? Kok, gak bisa dihubungin?" tanya Gusti.

"Singapura, nyokapnya kambuh. Terakhir dia ngehubungin gue yang nyuruh ngecek CCTV itu, terus gak ada kabar lagi. Ada perlu apa? Biar gue kabarin bokapnya kalau penting," kata Azriel.

Sisil, Gusti, dan Maria saling pandang. Dari tatapan mata mereka, jelas sekali seperti seolah merasa bersalah terhadap sesuatu. Azriel sebenarnya tidak terlalu peduli, hanya saja ia mencurigai ada sesuatu yang tak diketahuinya sebelum mereka berkumpul di kafe ini.

"Kenapa, sih? Kok, pada diem?" tanya laki-laki itu agar salah satu dari mereka membuka suara dan menjelaskan apa yang terjadi.

"Jangan salah paham, Riel!" peringat Sisil terlebih dahulu, "tadi kita bohong sama lo. Dari awal gue, Mas Gus, sama Mbak Maria udah ngumpul di kos-annya Mas Gus. Kita nyari tahu keberadaan Revina sekaligus kelanjutan kasus pembunuhan Pak Gilang. Awalnya gue curiga sama Daniel karena tiba-tiba ngilang tanpa kabar, apalagi biasanya dia paling peduli sama Revina. Gue mikirnya kali aja Revina disembunyiin sama dia karena lagi berantem. Ternyata dia lagi di Singapura. Buat kasus Pak Gilang, lirik yang gue liatin ke lo tadi itu sama persis dengan yang ada di lokasi kejadian. Gue baru dapet info tambahan dari beberapa senior di fakultas teknik."

Tebakan Azriel nyaris benar, tiga orang itu melakukan sesuatu di luar pengetahuannya dan Daniel. Artinya, mereka berdua dicurigai. Entah karena ada sesuatu yang menyangkut ke mereka atau hanya sekadar tidak dipercaya.

"Maksudnya sama persis?" Azriel mencoba ngorek informasi yang sudah didapatkan, ia benar-benar tak menyangka mereka bisa melangkah sejauh itu.

"Di beberapa bagian tubuh Pak Gilang, ada bekas ukiran dari pisau kecil yang nulisin lirik itu di sana. Gak sekaligus, ada yang di tangan, kaki, leher, sama pinggang. Gue liat hasil autopsinya dari Om Revina."

Perkataan Sisil membuat Azriel menelan ludah sekaligus menahan napas, pikirannya mendadak lingung dan pusing. Ia membutuhkan Daniel di sini, tetapi laki-laki itu sama sekali tidak bisa dihubungi. Tak ada satu kata pun yang keluar dari mulutnya untuk menanggapi Sisil, seketika cowok berkaos hitam itu menjadi pendengar sekaligus pengamat.

"Kalian curiga gak, sih, kalau Revina diculik sama pembunuhnya Pak Gilang? Secara dia hampir tahu keseluruhan detail penting, barang-barang bukti juga sama dia, kan? Jelas pembunuhnya gak mau terungkap, jadi dia mutusin buat nyulik Revina biar gak ada informasi yang bocor," ucap Maria menebak-nebak.

"Bisa jadi sekarang Revina udah tau pelakunya siapa, tinggal nunggu dia nyelamatin diri aja. Tapi gak menutup kemungkinan kalau Revina juga dibunuh," sahut Gusti.

"Semua bukti udah diserahin ke polisi, gak lama lagi pelakunya pasti ketangkep. Klub kita juga jadi aman, gak bakal bubar."

"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Two SideWhere stories live. Discover now