Bab 2 | Siapa korbannya?

59 10 4
                                    

Pernyataan Sisil membuat seisi ruangan jadi senyap

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

Pernyataan Sisil membuat seisi ruangan jadi senyap. Pikiran para senior mengarah untuk memanfaatkan peluang agar klub Jurnalis diakhir masa jabatannya, tidak dihapuskan. Sementara dua berandalan yang mengungsi ke klub dengan tujuan terbebas dari kewajiban memasuki salah satu klub selama kuliah, hanya menjadi penyimak yang memboroskan oksigen di ruangan tersebut.

Lain halnya dengan kelakuan Azriel dan Niel yang memilih bergosip tentang kekalahan tim jagoan mereka yang kalah saing dalam laga sepak bola piala presiden kemarin, Revina menatap Sisil sambil menopang dagu dan berkata, “Lo pikir, klub kita ini bakalan jadi pelopor Lambe Turah kampus?” tanyanya sarkas.

“Anjir, si Revi!” Azriel tertawa nyaring saat mendengar ucapan Revina yang punya kebiasaan bermulut pedas. “Nyebut lo, ngebut!” katanya yang belum bisa menghentikan tawanya.

Niel yang satu komplotan dengan Revina, dengan titel 'sohib sepopok', menimpali perkataan gadis yang diklaim akan menjadi Ketua Jurnalis, menggantikan posisi Gusti semester depan. “Sisil maunya bikin channel gosiper kali.” Ia sengaja mengompori Sisil yang sekarang ini sudah bermuka mendung.

Maria menepuk jidat dengan sesekali memaki kelakuan para juniornya. Bisa-bisanya mereka bekerja sama dalam menindas orang. “Kalian itu  ... ah, lupakan!”

Sementara tersangka yang dinistakan, menghampiri Gusti dan mengadu pada sosok yang dianggapnya sebagai 'kakak' milik bersama. “Mas Gus, lihat, ‘kan, kelakuan setan-setan itu? Udahlah, blacklist mereka dari klub. Biar mereka kena ospek lagi tahun depan,” ungkap Sisil dengan memasang muka memelas. Namun, bukannya bikin orang-orang mengasihinya, malah makin semangat untuk menistakannya.

“Ngadu, ngadu bisanya,” cibir Azriel.

“Udah-udah, jangan berantem lo pada,” lerai Gusti yang mencoba menengahi.

Sisil menjulurkan lidahnya pada Azriel tanpa malu. Kepalanya masih pusing akibat kuis, kemudian datang ke klub dengan semangat berkobar, tetapi teman tidak tahu diuntungnya malah kompak sekali untuk mengejeknya.

Ugh, dasar titisan dedemit! rutuk Sisil dalam hati.

Revina berdeham, membuat kelima manusia yang menyumbang karbondioksida di ruangan makin banyak, menoleh padanya. “Maksud gue gini lho, Sil.” Ia hendak menjelaskan, takut-takut Sisil jadi salah paham, karena anak itu meskipun enerjik dan ekspresif, memiliki kelambatan dalam menerjemahkan keadaan. Syukur-syukur gadis berambut sepinggang itu berada di Jurusan Desain Kreatif, bukan nyasar di rumpun saintek.

“Jurnalis itu, kita-kita ini,” Revina menunjuk kelima orang dalam ruangan secara bergiliran, “Mempublikasikan fakta. Inget, lho. Fakta, Sisilia Sayang. Kalau berdasarkan yang lo punya, meski ada rekamannya, kita nggak tahu mayatnya siapa, dan bahkan foto mayatnya itu nggak lo punya, ‘kan?”

Maria yang sedari menyimak, kali ini menambahkan perkataan Revina. “Nah iya, betul kata Revi. Kita nggak bisa sembarangan 'oke'-in berita ini, abis itu kita sebar gitu aja.”

Two SideOnde histórias criam vida. Descubra agora