Bab 30 | Petunjuk

6 3 1
                                    

Hamparan kertas nyaris memenuhi kamar Gusti, dua gadis yang menjadi penyebabnya malah sibuk dengan ponsel masing-masing

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Hamparan kertas nyaris memenuhi kamar Gusti, dua gadis yang menjadi penyebabnya malah sibuk dengan ponsel masing-masing. Sudah lebih dari tiga jam mereka mencari jalan keluar dari semua permasalahan yang terjadi, tetapi tak ada satu pun pencerahan didapat. Ketiganya sempat ingin memasrahkan diri dan menunggu tindakan dari polisi saja, hanya saja rasa tak sabaran membuat mereka beristirahat dulu sebelum kembali menyelidiki.

"Woy!" teriak Sisil. Setelah sadar kata yang keluar dari mulutnya, gadis itu menutup bibir dengan jari. "Maaf, Mas, Mbak, kaget tadi," sesalnya.

Tangan Sisil mulai mencari kertas yang dirasanya sempat dibaca, ia harus membaca sekilas dari sekian banyak kertas yang berhamburan. Raut wajahnya menandakan seperti melupakan sesuatu, hanya saja harus diperiksa terlebih dahulu. Setelah mendapat apa yang diinginkan, atensi anggota termuda klub jurnalis itu berpindah ke dua seniornya.

"Mas, Mbak, gue tau kita gak boleh nuduh sembarangan, tapi kali ini gue gak bisa nahan diri. Belakangan sikap Daniel makin aneh, sekarang pas Revina hilang dia malah ke luar negeri. Gak bisa dihubungin lagi. Kalian nyadar gak, sih, tatapan mata Daniel ke Revina bukan sekadar sahabat. Kayak cowok natap cewek yang dia suka. Kalau ... dia pelaku yang buat Revina hilang, bisa jadi gak?" tanya Sisil setelah mengungkapkan apa yang ada di benaknya.

Mata Sisil menatap Gusti dan Maria secara bergiliran, lalu kembali mengatakan, "Gue curiga ada sesuatu yang dia sembunyiin tentang Revina." Pada dasarnya, firasat Sisil sudah mengatakan hal tersebut dari lama. Namun, baru kali ini ia berani mengatakan hal tersebut. Dari awal bergabung dalam klub jurnalis, Sisil sering kali mengamati tingkah semua anggota.

"Daripada kita berburuk sangka, lebih baik tanya Azriel aja," kata Maria.

Mendengar saran tersebut, Gusti langsung menyetujui. "Kalau emang mau nanya Azriel, mending kumpul ke kafe. Gue gak mau ni kamar makin berantakan gara-gara kalian," ucap satu-satunya cowok di ruangan itu. Kepalanya sudah pusing melihat semua kekacauan yang terjadi, ditambah lagi harus menampung satu orang lagi nanti. Bisa-bisa kos-annya seperti terkena bencana alam.

"Oke, beres-beres dulu. Kasian Gusti," ujar Maria sambil meledek Gusti lewat lirikan matanya.

Ketiganya segera membereskan semua kekacauan yang terjadi. Setelah tempat tersebut kembali seperi semula, barulah mereka menelepon Azriel untuk membuat janji temu. Namun, saat dihubungi tidak mendapat jawaban apa pun. Berkali-kali Sisil mencoba menelepon, tetapi tetap saja tidak diangkat.

"Kenapa mereka jadi sus?" gumam Sisil.

"Coba sekali lagi! Kalau gak diangkat, gak jadi," perintah Gusti yang diangguki Maria.

Tanpa disangka, panggilan Sisil kali ini ditanggapi oleh Azriel. Namun, hingga satu menit tak ada suara apa pun dari orang yang dihubungi. "Halo, halo," kata Sisil.

Gadis itu menjauhkan ponsel dari telinganya untuk meliha apakah telepon mereka masih tersambung atau tidak. "Terhubung, kok. Ada orang gak, sih?" tanya Sisil kesal.

Two SideWhere stories live. Discover now