Bab 25 | Menemukan jejak

11 4 2
                                    

Lelaki yang memiliki tinggi hampir mencapai dua meter itu, berdiri menjulang di hadapan seseorang yang berkutat dengan segala peralatan komputernya hingga menutupi kedua telinganya menggunakan headphone sebesar gaban

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Lelaki yang memiliki tinggi hampir mencapai dua meter itu, berdiri menjulang di hadapan seseorang yang berkutat dengan segala peralatan komputernya hingga menutupi kedua telinganya menggunakan headphone sebesar gaban.

Saat melihat kedatangan seseorang yang ia tunggu, kursi yang dudukinya pun berputar, hingga menghadap langsung ke arah orang itu. Senyumnya merekah sempurna tatkala mendapati riak kusut dari wajah yang selama ini bersikap tak acuh dengan perang dingin--yang menyeret orang di sekitar mereka--turut merasa gerah karena keras kepala dua orang yang berselisih paham itu.

Setelah puas mengamatinya, ia pun berpaling pada layar satu hasta setengah di depan. Kemudian mengklik beberapa opsi, lalu terdengarlah suara dari mesin percetakan di sebelahnya, mengeluarkan beberapa gambar yang hendak ia tunjukkan. Semburat senyum kemenangan pun tak luput menghiasi wajahnya yang masih membiru, bekas perkelahiannya pekan lalu.

“Jadi, hanya ini yang bisa lo kasih sebagai tutup mulut itu?”

Laki-laki yang baru datang itu berdecih, meremehkan kemampuan. Ia kira akan mendapatkan apa yang ada di luar prediksinya. Namun, apa mau dikata. “Mengecewakan.”

“Wow, selow, dude!” Laki-laki dengan headphone yang diturunkan dan menggantung di leher, kembali menunjukkan lembar baru--yang sudah mencetak gambar lain. “Lo lihat ini, kan? Mereka memang menculik gadis kesayangan lo.”

Umpan berupa pemantik amarah itu harus ia tahan bulat-bulat. Manik matanya menatap rangkaian gambaran yang ditunjukkan dari sudut CCTV salah satu rumah. Ia tak perlu ragu dengan kemampuan sepupunya ini. Selain karena latar belakang kuliahnya, alat penunjang serta koneksi yang laki-laki itu miliki, kemampuannya memang tak main-main.

Rahang Daniel mengeras hingga memperlihatkan uratnya yang tegang. Gambar yang ditunjukkan, malah membuat amarahnya kembali ke ubun-ubun. Ia meremas kertas yang dipegang. “Bajingan ini nggak punya namanya rasa kapok.” Lalu atensinya teralihkan pada Arman.

Laki-laki itu kembali disibukkan dengan bahasa pemprograman yang kurang ia pahami. Sejurus kemudian, Arman menunjukkan sebuah video dari CCTV--di mana perlawanan yang dilakukan Revina--sebelum detik penculikan itu terjadi.

“Mereka main keroyokan, Bro!” sorak Arman saat melihat gerombolan keenam itu menyergap Revina dari berbagai arah.

Arman yakin, kalau lawan Revina satu lawan satu, pasti setidaknya gadis itu mampu memberikan tinjunya. Namun sayangnya, kali ini gadis itu punya nasib yang malang.

“Sialan! Giliran masalah kayak gini aja, mereka lebih cepat daripada yang gue kira.”

Umpatan itu berasal dari penghuni baru--datang bersamaan dengan membawa dua bungkus plastik berukuran besar--hingga menimbulkan bau tak sedap.

Ruangan yang mampu menampung puluhan orang dengan sedikitnya ventilasi udara dan minimnya pencahayaan itu makin pengap suasananya. Belum lagi, karena aroma mengeringkan yang dibawa masuk oleh lelaki satu itu, makin meracuni oksigen mereka.

Two SideWhere stories live. Discover now