Bab 11 | Berhasil

12 3 1
                                    

Nyatanya, apa yang dikatakan Daniel berbanding terbalik dengan kelakuannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nyatanya, apa yang dikatakan Daniel berbanding terbalik dengan kelakuannya. Laki-laki itu memilih bersembunyi di arah berlawanan dari anak tim jurnalis, mata cowok ber-hodie hitam terus mengawasi aksi Revina yang berbeda dengan sifat gadis itu sehari-hari. Beberapa kali ia mengumpat kata-kata kotor, kesabarannya benar-benar teruji sekarang.

Saat melihat Ferdi-Papa Maria-mencekik Revina, seluruh emosi Daniel berkumpul menjadi satu. Ia segera mengambil balok kayu yang memang sudah disiapkannya sendiri sebelum berangkat ke sini. Bahkan, teman-temannya tak ada yang tahu jika dirinya membawa senjata. Malah di satu sisi balok tersebut ditancapkan beberapa paku runcing lima inch.

"Anjing!" maki Daniel. Seolah tak peduli lagi dengan hal lain, laki-laki itu maju seorang diri dengan balok kayu di tangan kanannya.

Anak jurnalis saat melihat Daniel mulai menyerang terkejut, mereka tak menyangka cowok itu masih ada di sana. Buru-buru Azriel dan Gusti mencari sesuatu yang bisa dijadikan senjata, tetapi tidak ada satu pun benda berguna di sana.

"Tangan kosong aja, Mas Gus," usul Azriel sebelum berlari menolong Daniel yang melawan bodyguard Ferdi.

"Sil, lo tunggu di sini, jangan ke mana-mana! Oke? Apa pun yang terjadi, lo harus diem di sini sampai mereka pergi. Seenggaknya ada yang selamat buat nyelamatin gue dan mereka," perintah Gusti kepada Sisil.

Kepala Sisil hanya mengangguk, matanya cemas menatap area yang menjadi pertempuran. Tangan Revina terlihat sudah lemas memukul lengan Ferdi untuk melepaskan lehernya, begitu pula tubuhnya yang tidak terlalu memberontak lagi. Di sisi lain, Azriel dan Daniel menunjukkan kebolehan dalam bertarung lalu disusul oleh Gusti yang bergabung dengan keduanya.

"Niel, lo tolong Nana aja! Ini biar gue sama Azriel yang urus!" Gusti memberi perintah sambil menyerang lawannya, ia bertindak agresif agar Daniel bisa keluar dari pertarungan.

Laki-laki itu mensyukuri hasil dari nge-gym yang rajin dilakukannya belakangan ini, setidaknya otot yang digunakan tidak terlalu lemah. Walaupun badan Gusti tak cukup kekar, tetapi ia pernah mendapat sabuk hitam karate saat menduduki sekolah menengah atas dulu. Cowok berkaos abu-abu lengan panjang itu juga beberapa kali ikut kelas boxing saat senggang.

Berbeda dengan Gusti yang melatih diri untuk bertarung, Azriel hanya mengandalkan keberuntungan dan insting. Pengalamannya selama sekolah menengah pertama sampai sekolah menengah atas saat ikut tawuran dipraktikkan di sini. Ia pernah mengikuti latihan khusus menembak, tetapi pistol yang dimilikinya tidak boleh digunakan sembarangan.

Gusti dan Azriel berada di arah berlawanan, keduanya bekerja sama memancing bodyguard Ferdi agar menjauh dari saja. Setidaknya, hal itu memudahkan Daniel melawan Ferdi yang dalam keadaan mabuk seorang diri. Kaki laki-laki yang disapa Mas Gus itu menendang dada pria di hadapannya, hanya saja serangan tersebut meleset. Pria yang sepertinya berumur di atas 40 tahun itu dengan lihai mengelak, lalu memberikan serangan balik.

Keadaan tersebut dimanfaatkan Azriel menyerang dari belakang. Saat kaki si bodyguard terangkat sebelah untuk menendang Gusti, telapak kaki Azriel menekan bagian belakang lututnya. Refleks, pria itu jatuh terduduk sambil meringis karena posisi kakinya yang tidak mengenakkan. Keduanya tak menyiakan kesempatan bagus yang didapat, mereka segera menyerang pria tua itu tanpa peduli sopan santun atau lainnya.

Tali yang memang disediakan tergantung di celana Gusti digunakan untuk mengikat si bodyguard sebelum tenaga pria itu kembali pulih. Sebenarnya tali ini akan dipakai agar Ferdi tidak kabur, mereka lupa menyiapkan satu untuk orang yang sedang berontak minta dilepaskan. Azriel yang kebagian membawa kain penyekap mulut segera menggulung kain agar memanjang. Ia membuka mulut si bodyguard dengan menekan kedua pipi, lalu memasukkannya serta mengikat di bagian belakang kepala erat-erat.

•○•

Selepas berhasil memisahkan diri, Daniel berlari menuju tempat Revina. Kayu balok yang ada di tangannya diangkat tinggi-tinggi hingga sejajar dengan kepala Ferdi. Pria itu belum menyadari ada kekacauan yang terjadi di belakangnya, sehingga bersikap lengah dan memudahkan Daniel menyerang. Bagian yang ada paku dikesampingkan dari Ferdi. Jika pukulan pertamanya pria itu masih sadar, maka sisi berpaku akan digunakan pada pukulan kedua. Ia sudah tak peduli risiko ke depannya nanti.

Hanya saja cukup dengan satu ayunan yang tepat sasaran, tenaga Ferdi langsung melemah dan melepaskan tangannya dari leher Revina. Tubuh pria itu kehilangan keseimbangan dan berakhir terkapar di tanah. Senyum Daniel mengembang saat melihat mata lawannya masih terbuka meski sayu, ia menghadiahkan tendangan di perut Ferdi sesekali juga ke bagian wajah.

Sampai akhirnya, Revina menyeret tubuhnya untuk memegang kaki Daniel yang tidak digunakan menendang Ferdi. Saat itu pula kewarasan cowok itu kembali, ia mengerjapkan mata sebentar sebelum berjongkok dan memeluk sahabat kesayangannya. Pelukan itu berlangsung sebentar, Daniel lebih dulu melepaskannya agar bisa melihat keadaan Revina.

"Lo gak papa, kan, Na? Apa yang sakit? Bilang ke gue!" tanya laki-laki itu khawatir.

Mata dan tangannya menyelidiki satu persatu tubuh Revina dari luka, ia bernapas lega saat tak memukan jejak lain selain di leher gadis itu yang mulai membiru. Tanpa peduli lawannya sekaligus tahanan mereka tak sadarkan diri, Daniel segera membawa Revina keluar dari sana. Biarkan Gusti, Azriel, dan Sisil mengurus sisanya.

Lengan kirinya diletakkan di belakang leher Revina, sementara yang sebelah kanan di bawah lipatan lutut. Ini pertama kalinya Daniel menggendong gadis itu dengan bridal style, biasanya Revina lebih suka digendong di belakang. Namun dikarenakan tenaga Revina sudah nyaris habis dan khawatir tidak bisa memeluk lehernya, Daniel memberanikan diri melakukan hal tersebut. Marah atau tidaknya gadis bergaun pendek itu bisa diurus belakangan.

Saat sampai di mobil jeep miliknya, Daniel segera memakaikan selimut di tubuh Revina. Siapa yang tahan dengan pakaian seperti itu, bisa-bisa ia menjadi lebih brengsek daripada Ferdi jika tidak segera menutupi tubuh Revina. Sementara pelaku kejadian ini hanya terdiam menerima semua perlakuan laki-laki di sampingnya. Selain karena sudah lemah, Revina tidak mau berdebat dengan Daniel karena ia sadar semua yang terjadi malam ini karena ulahnya.

Gadis itu menyusun kalimat permintaan maaf dalam hati, ia akan mengatakannya saat mereka sudah sampai di rumah. Revina yakin Daniel akan mengurus lebam yang berada di lehernya, sehingga ada banyak waktu keduanya bersama. Namun, melihat wajah Daniel yang masih mengeras membuatnya sedikit takut. Bahkan, saat menyetir pun kepalan cowok itu masih terlihat menguat.

"Niel, maaf," cicit Revina.

Ia benar-benar tidak tahan jika menunggu sampai ke rumah, meskipun juga cukup berisiko berbicara saat dalam perjalanan seperti ini. Emosi Daniel sedang tidak stabil, bisa-bisa laki-laki itu melampiaskan dengan melajukan kecepatan seperti biasanya. Revina sudah hapal dengan kelakuan Daniel yang satu itu.

"Jangan ngomong sama gue sebelum sampai di rumah!"

"Jangan ngomong sama gue sebelum sampai di rumah!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Two SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang