Bab 13 | Siapa sih, kamu?

17 7 1
                                    

Keadaan Maria sudah jauh daripada baik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keadaan Maria sudah jauh daripada baik. Irish, Ibu Revina seakan mengerti kondisinya hingga tidak banyak bertanya tentang persoalannya. Kealpaan Revina di dalam rumah, tidak membuat Maria seperti orang asing di rumah Atmaja. Kehadirannya justru disambut hangat oleh mereka.

Meskipun baru mengenal Revina dua tahunan lalu, tetapi Maria sudah dianggap seperti bagian dari keluarga Atmaja. Hatinya seketika menghangat mengingat keramahan mereka yang tidak berhubungan darah dengannya, justru lebih manusiawi memperlakukannya. Jika harus dibandingkan dengan dia yang menyumbangkan gennya hingga mengalir dalam tiap nadi Maria.

Hubungan darah tidak menjadi tolak ukur keakraban seseorang, bukan?

Usai sarapan bersama, keluarga Atmaja sudah sibuk dengan aktivitas mereka, seperti Bu Atmaja yang mengolah kukis untuk anak-anak panti dekat perum, dan Pak Atmaja yang sudah berangkat ke kantornya sejak tiga menit silam. Menyisakan Maria yang kini sedang berada di ayunan, berada di taman belakang.

Semilir angin menjelang siang hari, meniupkan puluhan bunga dandelion yang sudah bermekaran. Cuaca pun tidak begitu menyengat dan matahari sejak tadi pun terasa bersahabat. Maria memejamkan matanya seraya menikmati keagungan Tuhan. Ia berharap kalau kedamaian yang kini ia dapatkan bukan lagi ilusi semu yang akan hancur saat dia membuka matanya.

"Tidurmu nyenyak, Mari?"

Bu Atmaja menyapanya yang sedang bersantai di taman. Maria pun menoleh. "Sangat nyenyak, Tante. Terima kasih."

Bu Atmaja memberikan kukis buatannya pada Maria. Setelah kukisnya diterima, ia membelai rambut Maria layaknya pada anak sendiri. "Gak apa kalau kamu merasa sedih. Perempuan yang bersedih, bukan berarti mereka lemah, kok. Hanya saja, terlalu banyak perkataan yang tidak melulu bisa diungkapkan. Betul, 'kan?"

Maria yang mengunyah remahan kukis pada mulutnya mengangguk dua kali. Dia melengkungkan bibirnya lantas berkata, "Sekarang, aku sudah merasa lebih baikan, Tante. Banyak yang peduli padaku ternyata." Maria terkekeh pelan. "Aku kira, aku sendirian di dunia yang kejam ini, tapi ternyata? Siapa yang tahu, kalau sebenarnya banyak yang peduli pada kita. Yah, asalkan kita mau membuka hati kita kepada mereka."

"Nah, Maria. Kamu jadi anak Tante aja, bagaimana? Sifatmu lebih mirip sama Tante daripada anak Tante sendiri, lhoo."

Penawaran dari Bu Atmaja sukses mengocok perut Maria. Ia menyunggingkan senyuman. "Lalu Revi, mau Tante apakan?" gurauannya.

Bu Atmaja mengembuskan napas berat. Dia menengadahkan kepala, kemudian menghalau sinarnya dengan telapak tangan. "Revina, ya ...," Sepenggal ingatan pun kembali terkumpul hingga membuatnya terbelalak. "Astaga! Anak itu belum juga? Kebiasaan banget!"

Karena kepanikan soal Revina, Bu Atmaja pun berpamitan pada Maria sebab tidak bisa menemaninya berlama-lama. Maria pun membiarkannya berlalu dengan memberikan lengkungan bibir terbaik miliknya sebagai penutup percakapan mereka.

Two SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang