Bab 12 | Posesif

Mulai dari awal
                                    

•oOo•

Revina menggeliat dari tidurnya. Lalu matanya perlahan membuka. Ketika melihat tempat yang tidak asing, ia langsung terjaga dan bangun tiba-tiba. “Astaga, Niel!” serunya histeris.

Daniel yang berada dapur, lantas menghampiri Revina dengan membawa secangkir teh manis hangat. “Apa? Kenapa? Ada yang sakit?” Ia memeriksa muka Revina dengan sebelah tangannya. “Ayo, bilang, apa yang lo rasain sekarang, hm?”

“Gue ... selamat?” Mata hitam Revina menuntut penjelasan dari Daniel. Ingatan gadis itu rasanya kabur-kabur.  “Niel, gimana gue bisa di sini? Gimana rencana kita? Apa kita gagal? Atau bagaimana bisa gue pulang dengan pakaian mengenaskan kayak gini, Niel!”

“Tenang, Na!” Daniel memegangi bahu gadis itu supaya tidak panik. Ia menyimpan gelas yang ia bawa di atas nakas.

“Aduh ... bentar-bentar! Kepala gue pusing.”

“Lihat gue dulu!” seru Daniel yang dipatuhi oleh Revina tanpa banyak protes. Ketika pandangan mereka bertemu pada satu titik, Daniel dapat merasakan kalau seluruh tubuhnya seakan ikut tenggelam dalam tatapan itu. Ia pun lantas menggeleng pelan. “Lo istirahat dulu. Nanti gue jelasin lebih detailnya, oke?”

“Terus, kalau gue pulang sekarang ...?”

“Nggak bisa! Lo tinggal di sini dulu,” tegas Daniel. “Gue udah minta izin bonyok lo, dan kasih tahu mereka kalau lo mesti nginep di rumah temen karena ada tugas.”

“Terus Mbak Mari gimana?”

“Astaga, Revina Atmadja!” Daniel membentak Revina, dan membuat gadis itu terkaget-kaget. “Sori,” sesal Daniel kemudian. “Sehari aja, Na. Sehari aja, gue minta sama lo buat nggak mikirin orang lain dulu. Pikirin kondisi lo, abis itu baru orang lain,” pinta Daniel dengan sungguh-sungguh.

Revina terkesiap saat Daniel memohon padanya. Jarang-jarang lelaki satu ini menurunkan egonya sedemikian rupa. Akhirnya yang bisa gadis itu lakukan hanya menganggukkan kepala. Lagi pula badannya terasa aneh sejak ia bangun tadi.

Good girl.”

•oOo•

Bunyi pesan spam yang beruntun dari ponsel keluaran Negeri Gingseng itu, berdering cukup nyaring hingga mampu membuat sang empu terjaga dari tidur. Revina meraba wilayah kasur guna mencari sumber kebisingan. Masih dalam keadaan setengah sadar, ia menggumam tak jelas saat jemarinya membuka pola ponselnya. Ternyata tangannya masih punya tenaga untuk membuka pesan tersebut.

“Nomor asing,” gumam Revina. Matanya kembali melirik pada pesan berikutnya. Namun, seketika Revina langsung duduk tegak. Dia mengucek matanya berkali-kali. Kemudian membaca ulang pesan tersebut. “Anjir, apaan sih, ini!” makinya lalu melemparkan ponselnya ke sisi kasur yang lain.

Bukannya berhenti menganggu waktu istirahatnya saja, beda pipih itu justru makin giat merecokinya. Alhasil, Revina pun menyibakkan selimut. Ia mengintip melalui celah jendela kalau hari sudah beranjak malam. Dia pun menghela napas panjang, lalu mengambil ponselnya dengan malas.

+62 87822266767 mengirimi
anda video

+62 87822266767 mengirimi
anda video

+62 87822266767 mengirimi
anda video

+62 87822266767 mengirimi
anda video

+62 87822266767 mengirimi
anda video

Ketika menghadapi ketakutan, manusia cenderung menutup diri. Namun, tidak melepaskan diri, dari naluri keingintahuan.

Kening Revina berkerut tatkala membaca sederet pesan spam yang masuk dari nomor tidak diketahuinya. Terlebih lagi dengan kalimat terakhir yang dikirimkan, Revina jadi tergerak mengunduh lima video berdurasi singkat.

Setelah semuanya terunduh, Revina mengeklik tombol play. Dalam video pertama yang berdurasi kurang dari tiga puluh detik, ia dibuat menahan napas karena adegan yang ditampilkan. Buru-buru Revina menekan tombol pause.

Degup jantungnya menggila. Punggung beserta bahunya naik-turun. “Gila! Dia beneran gila!” Sumpah serapah Revina berikan pada siapa pun yang mengirimkannya video dan membuatnya makin penasaran dengan keempat video lainnya.

Seperti kalimat yang tertera pada pesan terakhir yang dikirimkan, reaksi tubuh Revina berlawanan dengan pemikiran sehatnya. Dari kelima video yang ia tonton, dua di antaranya menampilkan adegan kilat sosok laki-laki pencemburu yang akhirnya melampiaskan kemarahannya pada sang kekasih. Namun, sisa video lainya ... Revina menelan salivanya susah payah, ia enggan mengingat adegan di dalamnya, tetapi kentara sekali kalau benaknya mampu merekam dengan baik.

“Orang gila mana yang ngebagiin adegan memotong tubuh manusia hanya karena cemburu buta!”

“Orang gila mana yang ngebagiin adegan memotong tubuh manusia hanya karena cemburu buta!”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Two SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang