Awalnya Daniel kira kalau perasaan Revina pada Gilang Pramudi hanyalah rasa kagum karena kecakapannya dalam mengajar. Tahu-tahunya, Daniel dibuat syok saat gadis itu meminta bantuannya untuk mengungkapkan perasaan kepada sang dosen.

Alhasil, ternyata Revina salah mengartikan sikap dan perhatian Gilang padanya. Bagi dosennya, Revina sudah seperti adiknya sendiri, hingga akhirnya Gilang pun melimpahkan kasih sayang layaknya kakak-adik. Namun, itu tidak berlaku bagi Revina yang sudah menganggap Gilang sebagai lelaki yang ia cintai.

Dalam hati, Daniel hanya bisa mengeluhkan keresahan sendiri, tanpa ada keberanian untuk mengungkapkannya. Kalau lo terus lihat orang lain, kapan lo bisa lihat gue, Na?

•oOo•

Komplek Perumahan Surya Kencana ditata apik. Selain bangunannya bergaya arsitektur dan dibuat minimalis, lingkungannya pun asri dan rimbun dengan pepohonan, menghias di sisi jalan tiap rumah. Pada halaman tiap blok, dapat dijumpai ragam tanaman yang mempercantik lingkungan. Tidak mengherankan kalau selama 20 tahunan lebih, beberapa keluarga bertahan dalam hunian tersebut. Apalagi keluarga Atmadja dan Narendra yang sudah akrab sejak lama.

Kedua keluarga yang sudah lama bertetangga hingga kedua anak mereka jadi sepasang sahabat, tidak jarang pula, banyak yang mulai menjodoh-jodohkan kedua anak tunggal dari keluarga tersebut di masa depan.

“Mbak Lia, jadinya kapan mau ngasih hantaran ke rumah di seberang? Nggak takut apa, kalau nanti anak Mbak Irish duluan dipingit anak orang?”

Ucapan itu berasal dari salah satu anggota ibu-ibu arisan. Mereka sedang berkumpul di rumah Briliana Ursula—Ibu Daniel—di kediaman Narendra.

Wanita yang disebutkan namanya, sebagai tuan rumah perkumpulan tersebut menanggapinya sambil lalu, “Saya, sih, terserah anak-anak maunya. Toh, kita juga nggak bisa maksa mereka, kan?”

Irish Catarina, wanita 40 tahunan yang masih terlihat lebih muda dibandingkan usianya, ikut menimpali, “Anak-anak punya kehidupan masing-masing, nggak baik ah, ikut campur urusan mereka.”

Interaksi para ibu makin gencar menjodohkan dua orang yang selalu bersama sejak kecil. Mereka terus membahasnya hingga tiba-tiba ada suara yang menginterupsi percakapan mereka.

“Paket!”

Seorang kurir dengan jaket berlogo jasa kirim kenamaan itu, berdiri di ambang pintu kediaman Narendra yang sedang ramai. Mereka serempak menoleh ke asal suara.

Briliana beranjak dari duduknya untuk menghampiri kurir tersebut. “Sebenar, ya, ibu-ibu,” pamitnya.

“Atas nama Revina Atmadja?” Kurir tersebut melihat nama penerima paket dan Briliana secara bergantian.

“Ah, bukan. Dia tetangga saya.” Briliana menoleh pada Irish sekilas, kemudian kembali pada kurir tersebut. “Biar saya kasihkan saja, bagaimana? Kebetulan orang tua dari penerima ada di antara orang-orang tersebut.” Briliana mengisyaratkan dengan dagu pada sekumpulan ibu-ibu di rumahnya.

Sang kurir pun menyetujuinya. Ia menyerahkan paket pada Briliana yang menandatangani tanda terima. Setelah selesai, kurir itu berpamitan dan Briliana kembali pun kembali pada kumpulan ibu-ibu.

Paket yang bungkus kotak seukuran satu jengkal itu memiliki identitas penerima dan pengirim di atasnya. Briliana pun menyerahkan paket tersebut pada Irish. “Paket anakmu, Rish. Kayak biasa, suka nyasar,” katanya sambil tertawa pelan.

“Ah, makasih, Lia. Anakku itu kayaknya udah lupa kalau salah nyantumin alamat rumahnya sendiri,” gurau Irish yang disusul oleh kedatangan dua objek yang menjadi buah bibir mereka.

“Tuh, mereka datang!” sahut ibu-ibu lainnya dengan antusias. Mereka melihat kedatangan Daniel dan Revina bersamaan.

Sebelum godaan lain menyusul, Irish lebih dulu memberikan kotak paket tersebut pada anaknya.“Lain kali kalau ngasih alamat yang bener, Na,” tegurnya pada Revina.

“Paket punya Nana, Ma?” tanya Revina dengan heran. “Perasaan Nana nggak pernah pesen apa pun, tuh.”

Haish, kamu lupa kali. Udah, sana. Pulang dulu. Nanti ke sini, ya? Kita makan malem bareng keluarga Daniel.”

Belum sempat Revina menyetujui perkataan ibunya, Daniel yang menguping pembicaraan ibu-anak itu lantas menarik Revina ke halaman rumah. Ia juga mengambilalih kotak paket itu dari tangan Revina. Alarm bahaya membuatnya jadi waspada.

“Loh, loh, apaan sih, Niel! Kembaliin!”

Daniel smenggeleng. Dia mencegah Revina untuk mengambil paketnya kembali. “Lebih baik paket ini ada di gue dulu. Setelah kejadian Mbak Mari, lo bisa lebih hati-hati nggak, sih?”

Bukan namanya Revina jika ia langsung mengalah. Ketika Daniel berfokus mengomelinya, dengan gerakan kilat gadis itu merebut paketnya dari tangan Daniel. Setelah berhasil, Revina berlari rumahnya di seberang. Ia berbalik dan berteriak nyaring. Tanpa tahu kalau Daniel mencemaskan dengan gila.

Bye, Niel! Gue bukan pengecut asal lo tahu!”

“Bye, Niel! Gue bukan pengecut asal lo tahu!”

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Two SideWhere stories live. Discover now