Bab 1 | Ada Pembunuhan?

Depuis le début
                                    

"Gak bakal ada yang berminat. Mereka gak bakal peduli sama hal beginian, paling cuma beberapa orang." Maria bukan hanya menyampaikankan dugaannya, tetapi sudah mengalami kejadian seperti ini. Dulu sewaktu ia masih anak baru, klub jurnalis pernah melakukan survei online untuk meminta pendapat mahasiswa tentang kegiatan pertandingan olahraga antar fakultas agar bisa dijadikan artikel. Hasilnya, hanya orang-orang yang berpartisipasi dalam perlombaan yang mengisi kuesioner.

"Terus apa yang harus kita lakuin? Gue gak mau jurnalis bubar, mana ada klub lain yang sesantai ini," sahut laki-laki yang memangku gitar di pahanya. Seorang Azriel Darmawangsa sebenarnya lebih cocok bergabung ke klub musik dibanding klub jurnalis, hanya saja ia tidak terlalu suka dengan keramaian dan latihan intens dalam beberapa waktu.

Mata Niel langsung terarah pada sahabatnya, orang itu juga yang mengajaknya bergabung di klub jurnalis. "Bukan cuma elo, gue juga ogah gabung ke klub lain. Capek, terlalu banyak kegiatan," ucapnya menanggapi perkataan Azriel.

Mendengar keluhan para juniornya, Gusti hanya bisa terdiam. Ia sendiri juga mengikuti jurnalis karena kegiatan klub yang dalam setahun bisa dihitung sebelah tangan, beberapa temannya yang senior dulu juga banyak bergabung di sini. Hanya saja semenjak semester enam, mereka tidak lagi berpartisipasi dalam klub. "Sisil jam berapa selesai kelas?" tanya Gusti pada teman seklubnya.

"Ini dia ada chat, katanya bakal keluar sekitar sepuluh menitan lagi. Masih ada kuis akhir," jawab Revina.

"Oke. Sambil nunggu Sisil dateng, masing-masing dari kita harus punya satu ide. Bener kata Revina tadi, satu-satunya cara cuma lewat website klub. Jadi, cari sesuatu yang kira-kira diminatin sama banyak mahasiswa!" perintah Gusti sambil menatap satu persatu anggota klub jurnalis, "bilangin ke Sisil juga, Na. Kali aja sambil jalan dari kelasnya ke sini dapat ide."

Setelah mendapat perintah dari Gusti, mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Sampai pintu terdobrak dari luar, membuat lima kepala itu refleks menoleh ke sumber suara. Sisillia Devita dengan penampilan cukup berantakan sebagai pelaku dari perbuatan tersebut hanya menyengir tanpa rasa bersalah, ia mengatur napas terlebih dahulu sebelum berjalan ke satu-satunya bangku kosong yang tersedia di sana.

"Hot news!" pekiknya sambil mengebrak meja.

Sebelum ada yang bertanya lebih lanjut, Sisil lebih dulu mengangkat tangan tanda agar semuanya jangan berbicara terlebih dahulu. Ia membuka tas yang digendong belakang dan mengambil botol minuman, air yang masih 3/4 botol itu langsung habis tanpa jeda. Gadis itu kembali menyimpan botol sambil mengambil ponsel yang berada di saku celana jin yang digunakannya.

"Kalian harus tau, ini berita eksklusif yang belom ada satu pun mahasiswa tau selain gue. Tadi waktu gue mau keluar dari kelas, gak sengaja denger ada dua dosen yang ngomong sesuatu. Mungkin mereka ngira kelasnya udah kosong, jadi suara ngobrolnya kedengeran jelas. Tau gak apa yang mereka rumpiin?" tanya gadis itu memancing topik pembicaraan.

"Sil, serius. Kita gak lagi pengen bercanda," jawab Azriel malas.

Raut wajah Sisil langsung berubah, bibirnya refleks sedikit maju dan melengkung ke bawah. Mata gadis itu juga mendelik tak suka ke arah Azriel, lalu membuang muka dari cowok berjaket merah tersebut. "Setelah gue pikir-pikir, website klub kita pasti banyak yang ngunjungin kalau bahas masalah ini. Bisa dipastiin hampir 80 persen dari seluruh mahasiswa," katanya dengan semangat berkobar-kobar. Bisa dikatakan, Sisil adalah satu-satunya anak klub jurnalis yang murni masuk bukan karena kegiatan klub yang nyaris tidak ada.

"Masalah apaan? Jangan bikin penasaran, Sil! Buruan spill!" perintah Maria.

Sisil langsung melambaikan tangannya berisyarat agar mendekat, padahal hanya mereka di ruangan tersebut. Seolah berita yang dibawanya adalah rahasia negara. "Tadi dosen yang gue gak sengaja ngupingin pembicaran mereka bilang, ada salah satu dosen di kampus kita ditemuin meninggal di koridor fakultas teknik," ungkap Sisil dengan suara yang cukup pelan. "Penyebabnya meninggal bukan karena sakit, jatoh, atau semacamnya. Ada luka tusuk di dada kiri dan perut sebelah kanan, terus kakinya teriket. Jelas ini kasus pembunuhan," sambung gadis itu.

"Bayangin kalau klub kita yang pertama nyebarin kabar ini, pasti bakal rame," usul Sisil bersemangat.

Revina menatap Sisil tidak percaya. Baru saja ingin membuka mulut, pembawa kabar itu terlebih dahulu memotong. "Gue punya buktinya kalau kalian gak percaya. Rekaman video dua dosen yang ngobrol di depan kelas, sayangnya wajah mereka gak kelihatan. Yakin gak mau ambil kesempatan ini buat nama klub kita naik?"

 Yakin gak mau ambil kesempatan ini buat nama klub kita naik?"

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.
Two SideOù les histoires vivent. Découvrez maintenant