"Sakit?"

Safira mengendikkan bahunya.

"Gue cek nggak kenapa-napa, kok. Tapi dari pagi anaknya diem aja, kayak nggak semangat gitu," jelas Safira.

"Sekarang Nara di mana?"

"Masih di kelas, kok. Di cuma nitip air."

Setelah mengantongi informasi dari Safira. Daniel berjalan menuju salah satu penjual. Mengambil asal air mineral di atas etalase, lalu mengacungkannya.

"Catet, gue ambil satu." Ia kembali menghampiri Safira yang terbengong. "Nggak usah lo beliin, udah gue bawain."

Daniel melangkah pergi. Niatnya sih ingin segera bertemu Nara. Memastikan kondisi cewek itu baik-baik saja. Percayalah, jika sejak kemarin Daniel selalu terbayang Nara. Ia khawatir, apalagi ia belum bertemu sama sekali.

Dan apapun yang kamu harapkan, segalanya belum tentu berjalan mulus. Seperti sekarang, saat ia tengah gelisah memikirkan Nara, kenapa duri selalu muncul tiba-tiba? Mengharuskan langkahnya terhenti begitu saja.

Daniel memandang malas cewek di depannya. Marisa.
Ia menukikkan sebelah alisnya, pertanda bertanya apa.

Seolah paham kode Daniel, Marisa lantas tersenyum. "Kak Daniel malam ini, free?"

"Nggak tau. Tapi kalau banyak job panggilan, ya gue sibuk," jawab Daniel asal, ia terkekeh sendiri. "Emangnya kenapa? Minat lo?"

Marisa menggeleng.
"Nggak! Aku cuma mau ngundang Kak Daniel buat makan malam bareng."

"Kencan maksud lo?" tebak Daniel tepat sasaran.

"Y-ya ... gitu. Aku udah booking restoran mewah di sini. Aku udah jamin makannya pasti enak. Aku yakin Kak Daniel pasti suka."

Daniel tersenyum sinis.
"Sorry, tapi malam ini gue ada tugas."

"Tugas?" tanya Marisa. Ia sedikit kecewa saat Daniel menolaknya. Tapi, tugas apa yang menjadi alasan Daniel? Bukannya orang seperti Daniel tidak pernah mengerjakan tugas?

"Iya tugas," ucap Daniel meyakinkan.
"Tugas nyenengin calon istri gue, maksudnya," lanjut Daniel berbisik lalu pergi.

Marisa menggeram, ia berbalik menatap punggung Daniel dengan tatapan sakit hati.

"Nara, ya? Tunggu aja!" ucap Marisa seraya tersenyum miring.

Di lain tempat, tepatnya di ambang pintu kelas. Daniel menggeram dengan rahang mengetat. Pemandangan di hadapannya sungguh menyepatkan mata. Dengan langkab lebar, Daniel berjalan mendekat. Seluruh penghuni kelas sudah ketar-ketir melihat kedatangan Daniel dengan wajah merah. Berbeda dengan dua orang yang terlihat berbincang--mereka belum sadar kalau bencana akan segera datang.

"Anjing!" sentak Daniel menarik kerah baju Nevan lantas meninjunya dan membuang ke lantai.

Nevan tampak mengerjap, ia masih belum sadar. Hingga beberapa detik kemudian, ia mendongak menatap Daniel dengan tatapan bingung.

"Maksud lo apa, Niel?"

"Maksud, lo bilang? Ngapain lo deketin pacar gue, hah?" tanya Daniel dengan nada kesal. Ia melirik Nara yang terduduk lemas, satu tangannya menyangga kening, kedua matanya terpejam.

"Lo apain pacar gue?!" tanya Daniel tajam pada Nevan yang mulai berdiri.

"Gue cuma nemenin," jawab Nevan jujur.

Tapi, Daniel tidak akan percaya begitu saja. Ia menarik satu sisi almamater Nevan membuat Nevan berdiri di hadapannya.

"Lo pikir gue percaya?"

HeartbeatWhere stories live. Discover now