Bonus Chapter (Part 2)

3.5K 434 4
                                    

Disisi lain, sementara Jeff dan keluarga kecilnya menikmati perjalanan sesaat setelah sampai, ada dua pasangan baru yang mungkin terbilang cukup lama menjalin hubungan itu telah menyelesaikan waktu berdua dan tengah bersiap.

"Sayang, ini yang di kotak makan mau dibawa?"

"Iyaa,  itu untuk Juna,  Josh." Josh tersenyum menanggapi calon istrinya tersebut, Amelia.

Semua terasa begitu cepat berlalu, bukan?  bahkan untuk sebuah perubahan tak disangka seperti ini rasanya masih seperti baru.

"Cepatlah, Juna sendirian disana."

◆◆◆◆◆

Aliran air berwarna menemani aktivitas Juna, lekukan disetiap olesannya membuat gambar Indah dan menjadi karya. Juna tersenyum, satu lagi telah selesai.

Ia mengangkat kanvas dengan sisi putih yang telah diisi karya pada tengahnya, hingga menutupi cahaya matahari dari pandang, "lihat Ji, kakak gambar lagi, bagus ya? matahari nya sampai bersinar gitu, kamu yang suruh kan?"

Juna tertawa sebentar, setelahnya ia menoleh karena mendapati namanya terpanggil.

"Juna, ternyata kamu disini."

"Mama Amel...." Juna tersenyum melihat kedatangan seseorang yang dari tadi ia tunggu.

"Sendiri? gak ditemanin siapa-siapa?" Amelia mengambil tempat disebelah Juna. Rerumputan luas yang bersih itu menjadi tempat kesukaan Juna, dengan pohon rindang yang meneduhkannya, bahkan tampaknya seseorang yang ia panggil mama itu pun tampak nyaman, "iya, Juna sendiri."

"Maaf ya, pasti lama nungguin mama, tadi habis lihat-lihat gaun dengan paman Josh." Lirih Amelia.

Juna menggeleng, "It's oke ma, now, dimana paman?" tanya Juna sambil sedikit mengintip ke sekitar, namun nihil karena  tak dapat menemukan keberadaan yang dicari.

Amelia yang melihat itu tertawa, "katanya, paman ingin kita berdua menghabiskan waktu." Jawab Amelia.

"Ini, mama bawa nasi goreng, kamu yang minta kemarin kan?" Amelia menyodorkan kotak makan yang tadi sempat menjadi pertanyaan Josh sebelum berangkat.

Yang disodorkan kotak makan mengangguk girang dan menerimanya, "thanks ma,"

Dilanjutkan dengan Amelia yang senang karena dapat melihat langsung Juna makan dengan girang, "dilarang Jerian kemana-mana ya?"

Juna sedikit tertawa sembari membenarkan perkataan sang ibu, ia masih fokus memakan nasi goreng kesukaannya, "makin besar, malah makin posesif sama kakaknya...." Juna lagi-lagi terkekeh.

"Kalau mama ajak jalan-jalan keliling mau?"

Juna menatap Amelia,  raut wajahnya bak bersyukur namun ia malah menggeleng, "terimakasih ma, tapi Juna gak mau mendapati raut wajah sedih dari Jerian lagi. Kasihan dia."

Yang ditatap seolah mengerti, ia mengusap sayang puncak kepala Juna, "you did really well, Juna. Jadi, itu alasan mengapa Jerian tak mengajakmu menjemput Jovan?"

"Salah satunya, cuman, aku ingin kehadiran mereka menjadi sebuah kejutan. Kejutan akan terasa menyenangkan jika ditunggu."

Sungguh, untuk sekarang Amelia sangat bangga. Walau, Juna bukan anak kandungnya, bukan pula sedarah dengannya, perasaan hangat kala melihat binar matanya, nyaman kala ia melemparkan peluk, dan bahagia kala ia tersenyum hanya karena perlakuan kecil, membuat itu semua cukup menjadi alasan mengapa Amelia sangat menyayanginya dan bahkan mungkin sekarang sangat sulit melepaskannya.

Juna yang dulu sulit menerimanya, malah sekarang menyayanginya bak menganggapnya ibu sendiri. Walaupun, Amelia sudah tak memiliki hubungan apapun dengan Jeff, ayah dari Juna. Namun disinilah Amelia, tugasnya sebagai seorang ibu ia jalankan.

Umur Juna memang terbilang tak muda lagi, terpaut empat tahun dengan para adiknya membuatnya kini sekarang menginjak umur yang sudah sangat cukup dewasa, dua puluh enam tahun. Namun siapa sangka, dulu Juna yang terkenal sangat kokoh dan teguh, kini mengeluarkan sifat manja.

Tapi Amelia tak masalah, baginya Juna tetap seorang anak-anak. Seorang anak yang dulu teramat berusaha tegar, karena kehadirannya sebagai kakak. Sekarang, anak itu bebas, karena kasih sayang untuknya kini pun melimpah juga. Amelia hanya ingin memastikan, anak yang dulunya berlagak kokoh namun rapuh itu, bahagia.  Amelia, sebagai ibu tak sedarah itu, ingin  mengembalikan kebahagiaan sang anak yang dulu mungkin tak sempat anak itu dapatkan.

"Ma, kenapa melamun?"

Amelia tersentak, dilihatnya Juna tengah menatap kebingungan dengan kotak makan yang sudah bersih dan rapi. 

"Ah, tidak apa. Udah mau masuk belum? sudah sore."

Juna menggeleng, "mama masuk saja, temani paman Josh. Nanti, Yoga mau datang, Juna mau menunggunya disini."

"Oh ya?" Amelia mengambil kotak makan Juna yang sudah bersih dan merapikannya, "tapi jangan terlalu malam ya? Nanti minta Yoga bawa kamu masuk lagi."

Juna menanggapi sang ibu dengan anggukan, kemudian melihat kepergiannya dengan senyum.

◆◆◆◆◆

"Tahun ini, berarti gantian mama yang bersama Jovan."

Mobil yang menuntun perjalanan keluarga kecil Jeff penuh dengan gelak tawa. Padahal si kembar baru beberapa menit bertemu namun obrolan mereka bak air yang terus mengalir.

Yah begitulah, memang pertemuan secara langsung itu tak sebanding dengan apapun. Sebesar apapun kemajuan teknologi, waktu untuk bertemu,  melihat sebuah keberadaan secara langsung dengan iris mata sendiri, jauh lebih berharga.

"Tidak bisa sepertinya, mama harus mengurus kak Juna...."

Jovan merenggut, "yahh, bagaimana dengan Jovan?"

"Kan tahun kemarin udah." Celetuk Jerian sambil terkekeh, disaat seperti ini ia suka sekali menggoda kembarannya. Bahkan ingin sekali mengejak bahwa sekuat apapun Jovan terlihat, hatinya terlalu lembut, apalagi jika sudah bertemu sang ibu.

"Hey sudah," sang ibu melerai, "kan Jovan masih lama cutinya, nikmatin dulu lah cutinya. Nanti lagi bahas yang itu." dan, percakapan panjang itu diakhiri dengan cengiran.

Sang Ayah yang dari tadi fokus menyetir pada jalanan hanya tertawa menikmati percakapan tak henti di dalam sana.

Ia bahagia, melihat anak-anaknya sudah tumbuh besar, tak menyangka mereka yang dulunya kecil dan sangat mudah untuk digendong sekarang besar melebihi kedua orang tuanya. Dalam benak Jeff, ia ingin sekali meluapkan harapannya tentang bisakah ia kembali memutar waktu? Ia ingin melihat anaknya kecil lagi,  ia ingin menikmati setiap pertumbuhan dan perkembangan dari mereka. Ia ingin sekali lagi, kembali, merasakan menjadi seorang ayah yang benar-benar membesarkan anaknya, merawatnya hingga dewasa.

Namun, itu semua hanya anggan. Hanya harapan semata yang tak akan terwujud. Kembali, ia hanya ingin menikmati waktu seperti ini. Waktu menjadi orang tua. Dimana dirinya bisa diandalkan.

Kesadaran Jeff dialihkan Jerian yang tiba-tiba berbicara padanya, "terimakasih pa hadiahnya, Jerian suka, sudah Jerian simpan."

Jeff tersenyum, kata terimakasih yang sangat berharga itu membuat hatinya menjerit bahagia. Menjadi orang tua sangat menyenangkan, sayangnya Jeff terlalu banyak melewatkan waktu berharga tersebut. Sehingga, Jeff saat ini selalu merasa kurang menjadi Ayah. Hadiah tersebut baginya, bukanlah apa-apa, tak akan menggantikan masa kecil anaknya yang diambil oleh kenyataan.

Tak sempat bagi Jeff untuk membalas perkataan sang anak, Jovan langsung menyeletuk penasaran, "Jerian—dapat hadiah apa??"

Malam itu, sepanjang perjalanan diisi oleh kehangatan. 

Pelukan Untuk JianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang