◆ Part 40 : End ◆

26.7K 3.3K 897
                                    

"𝑬𝒏𝒋𝒐𝒚 𝒕𝒉𝒆 𝒑𝒓𝒐𝒄𝒆𝒔𝒔, 𝒇𝒆𝒆𝒍 𝒅𝒆𝒍𝒊𝒈𝒉𝒕 𝒊𝒏 𝒆𝒗𝒆𝒓𝒚 𝒄𝒉𝒂𝒑𝒕𝒆𝒓 𝒂𝒏𝒅 𝒍𝒐𝒗𝒆 𝒕𝒉𝒆 𝒆𝒗𝒆𝒓𝒚 𝒘𝒐𝒓𝒅𝒔"

Happy reading

━━━━━━━ ♡ ━━━━━━━

"Kenapa Dokter masih ingin berjuang?"

Kata bocah yang baru mencapai umur dewasanya. Kelvin masih mengingat, bagaimana remaja itu berada diambang pilihan, ia ingin berjuang, sampai disaat terakhir, sampai ia tak mampu lagi, sampai semua cukup. Anak itu tak menunggu keajaiban, karena sesungguhnya, ia adalah keajaiban.

"150 joule!"

"Clear!"

"Shock!"

Masih tak ada perubahan. Garis lurusnya belum berubah. Peluh keringat membasahi setiap inci wajahnya, namun ia masih belum ingin ini berakhir, ia masih berharap dapat mengembalikan detak jantung remaja 17 tahun itu. Ia seorang dokter dan seorang Dokter tak akan menyerah. Tidak, Kelvin tidak akan menyerah!

"Ji, dengar kakak kan? Ikuti suara kakak ji, jangan kemana-mana, stay disini yaaa???" samar - samar isak sang kakak yang frustasi menggapai pendengaran. Teriakan di luar sana terus terdengar menyayat hati. Tak ada satupun dari mereka yang menyerah.

Ia menarik nafas panjang, menggubris rasa pilu yang menyengat di dadanya, "Naikan ke 200 joule!"

"Jian, lihat, semua orang khawatir padamu, semua orang menyayangi mu." Kelvin berharap sepenuhnya pada kesempatan terakhir.

"Clear!"

"Ayo Jian! Ayo!!!" Teriak Kelvin sebelum menempelkan kembali AED tersebut, "Shock!!"

Tubuh Jian terhentak kemudian terjatuh pelan kembali dibarengi dengan detakan suara Elektrokardiogram yang tak lagi pada suara bising panjangnya.

Jian memilih bertahan.

"Jian!!" Juna adalah orang pertama yang menjatuhkan diri memeluk erat sang adik. Menangis terlalu sendu hingga terdengar menyakitkan. Semua orang menarik nafas lega, sekali lagi, kesempatan masih berpihak kepada mereka.

Kelvin tersenyum tipis, "Jian, masih ingin bertahan ya?"

━━━━━━━ ♡ ━━━━━━━

Ruangan itu tak pernah sepi, tak ada satupun dari mereka yang pergi dari sana. Selama dua minggu lamanya, siapa yang peduli bagaimana kehidupan di luar berlangsung? bagi mereka, keadaan di dalam ruangan lebih penting. Jovan dan Jerian memilih belajar dari jauh tak lepas pandang dari kondisi sang adik.

Karena sekarang, mendengar Elektrokardiogram itu berbunyi panjang dan saat lengkungan tajam di dalam sana mulai menyusut membuat garis adalah hal yang paling tak sanggup untuk mereka dengar dan lihat.

Tapi kenapa,

kenapa, garis itu sering muncul?

sudah terhitung berkali-kali selama dua minggu ini.

Mereka takut, takut untuk hanya sekedar selangkah meninggalkan ruangan, mereka akan melewatkan kesempatan untuk menikmati kehadiran yang termuda. Bahkan tak ada yang benar-benar nyenyak tertidur.

Pelukan Untuk JianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang