◆Epilog◆

18.9K 2.7K 369
                                    

"𝑬𝒏𝒋𝒐𝒚 𝒕𝒉𝒆 𝒑𝒓𝒐𝒄𝒆𝒔𝒔, 𝒇𝒆𝒆𝒍 𝒅𝒆𝒍𝒊𝒈𝒉𝒕 𝒊𝒏 𝒆𝒗𝒆𝒓𝒚 𝒄𝒉𝒂𝒑𝒕𝒆𝒓 𝒂𝒏𝒅 𝒍𝒐𝒗𝒆 𝒕𝒉𝒆 𝒆𝒗𝒆𝒓𝒚 𝒘𝒐𝒓𝒅𝒔"

Happy reading

━━━━━━━ ♡ ━━━━━━━
Song recommended
'Belum siap kehilangan - steven pasaribu - slowed reverb'
━━━━━━━ ♡ ━━━━━━━

Rintik hujan menemani Juna dengan payungnya. Sepatu putihnya dibiarkan kotor karena percikan air yang kuat menghantam hamparan tanah.

Hari ketiga, Juna belajar untuk mengiklaskan. Tiga hari yang masih awal membuat siapapun tau, ikhlas tidak semudah itu.

Disini, Juna berdiri menatap hamparan tanah dengan sisa bunga-bunga yang layu di atasnya, batu nissan yang basah akibat hujan deras terus menghampiri kota seakan paham bagaimana cara menemani Juna dalam kesedihannya.

Juna merendahkan badannya, berjongkok di depan peristirahatan terakhir sang adik, air matanya menetas lagi. Ia usap pelan batu nissan hitam dengan nama penuh kenangan,  Jian.

"Jian...." lirih Juna pelan, "Sudah bahagia disana? Surga nyaman ya? Jian gak sakit lagi kan disana? Jian pasti disayang kan disana?" Juna tersenyum hampa. 

Tidak ada yang baik-baik saja setelah kehilangan. Rumah masih sunyi karena keadaan berduka. Semua saling mengkoreksi diri sendiri, semua sedang menikmati penyesalan menyakitkan.

Termasuk Juna.

"Kak Juna sekarang udah gak bisa peluk Jian lagi, udah gak bisa main sama Jian lagi, gak bisa dengar suara dan lihat senyum Jian lagi." Juna merunduk, mengeluarkan tangisnya,  "Kak Juna rindu, rindu sekali dengan Jian.... "

Setelahnya, Juna mengusap air matanya. Tangannya beralih mengambil secarik kertas dari saku celananya.

"Jian, maaf kakak baru ketemu ini." Juna tersenyum tipis memandangi kertas dengan lapisan amplop berwarna. Tadi pagi, ia baru menemukannya di laci kamar miliknya dan nama di depan amplop tersebut adalah namanya.

"Kakak bawa kesini, kita baca bersama ya?"

Sambil menahan perasaan pilunya, Juna membuka pelan amplop warna tersebut dan mengeluarkan isinya. Isinya rapi dan terlihat seolah benar-benar di persiapkan.

Juna membuka isinya pelan dan mulai membacakannya ditengah hujan deras dengan teduhan payung diatasnya.

Tulisan kecil untuk Kak Juna, dari Jian.

Bintang malam ini indah lagi....
Kenyataan hari ini menghangatkan hati.

Jian bahagia, punya Papa,  Mama Vivian, Mama Amelia, Kak Jovan dan Kak Jerian,  terlebih Jian punya seorang kakak yang hebat, Kak Juna.

Jian gak tahu, kapan bisa memberikan ini? Atau mungkin gak bisa? Jian sudah tahu, waktu Jian gak lama lagi, tapi Jian pengen egois, kalau Jian masih ingin bertahan.

Namun, begitulah jadinya. Jika cerita Jian hanya sampai dititik ini, Jian harap tulisan Jian tersampaikan dengan baik, bahwa tidak ada yang perlu disalahkan.

Kak Juna, kalau Jian sudah pergi dan kak Juna membaca ini, ikhlaskan Jian ya?  Tolong bantu kuatkan yang lain. Tidak ada yang perlu disalahkan, tidak ada yang perlu disesalkan, semua terjadi karena memang sudah seharusnya terjadi. Jian sudah bahagia memiliki kalian.

Kak Juna, Jian beruntung punya kak Juna. Kak Juna selalu menjaga Jian, kak Juna yang selalu ada untuk Jian. Tapi Jian belum bisa melakukan apa-apa untuk kak Juna, Kak Juna harus sehat-sehat, oke?

Jangan khawatirkan Jian, Jian tahu, Tuhan pasti adil nanti disana. Jian awasin kakak dari atas loh! Jadi jangan sedih terus karena Jian, ikutin alur, jalan cerita kakak ya?

Nama Jian di buku kakak mungkin cuman sampai setengah halaman, tapi buku kakak belum selesai, jadi teruskan sampai selesai.

Jian akan selalu ada di hati kalian, Jian akan selalu menemani kalian, tulisan ini mungkin gak cukup untuk memberitahu betapa sayangnya Jian pada kalian.

Saat Jian sudah pergi, jangan bersedih terus ya?  Jian sayang Papa Jeff, Mama Vivian, Mama Amelia, Kak Jovan, Kak Jerian dan Kak Juna.

Kehidupan kalian berlanjut, tapi cerita Jian hanya sampai disini.

Sampai bertemu di kehidupan selanjutnya.....

Salam sayang, Jian.

Juna mencoba menahan untuk tidak meremas secarik kertas tersebut,  peninggalan sang adik satu-satunya.

Ia kembali memasukan secarik kertas tersebut ke dalam amplop kemudian ia mengambil kotak kecil yang memang di persiapkan nya sedari awal. Menutup dan menguncinya. 

Juna bangkit berdiri, memasukan kotak kecil tersebut ke dalam saku celananya. Ia letakkan payung besarnya, hujan mulai mengguyur badannya.

Ia menutup mata, menikmati rintikan hujan mengenai tubuhnya.

"Jian, jangan menangis lagi ya.... " Juna menatap langit, langit yang tiga hari ini mengeluarkan airnya tak henti, "Kakak akan belajar mengikhlaskan.... "

"Jian baik-baik ya disana? Terimakasih hujannya, Jian pasti sedang menangis ya karena kakak?" Juna tersenyum tipis, "Kakak disini Jian, akan selalu disini, Jian jaga kakak dari atas kan?"

"Tunggu kakak disana ya?"

━━━━━━━ ♡ ━━━━━━━

"Pintanya sederhana, namun ia adalah Jian, si rangkaian takdir, takdir yang berusaha dilupakan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Pintanya sederhana, namun ia adalah Jian, si rangkaian takdir, takdir yang berusaha dilupakan."

Selamat tidur Jian, setiap orang kini belajar bagaimana cara berdamai dengan kehilangan.
━━━━━━━ ♡ ━━━━━━━




Pelukan Untuk JianWhere stories live. Discover now