◆Part 8 : Curiga◆

23.4K 4K 157
                                    

"𝑬𝒏𝒋𝒐𝒚 𝒕𝒉𝒆 𝒑𝒓𝒐𝒄𝒆𝒔𝒔, 𝒇𝒆𝒆𝒍 𝒅𝒆𝒍𝒊𝒈𝒉𝒕 𝒊𝒏 𝒆𝒗𝒆𝒓𝒚 𝒄𝒉𝒂𝒑𝒕𝒆𝒓 𝒂𝒏𝒅 𝒍𝒐𝒗𝒆 𝒕𝒉𝒆 𝒆𝒗𝒆𝒓𝒚 𝒘𝒐𝒓𝒅𝒔"

Happy reading

━━━━━━━ ♡ ━━━━━━━

Jerian menatap lamat-lamat si bungsu yang tengah kesulitan membersihkan lemari berisi beberapa barang antik dan televisi besar- ruang tengah tempat yang dulu sering dikunjungi si kembar bersama Jeff dan Vivian. Sesekali dapat Jerian lihat Jian meringis entah memegangi perutnya atau meniup-niup tangannya yang terlilit perban putih.

"Kau yakin ingin sekolah Jer?"

Jerian tersentak kecil mendapati kembarannya duduk di depan nya sambil menyantap hidangan pagi yang dibuat Vivian. Bicara mengenai Vivian- mamanya itu tiba-tiba menjadi hangat, sosok ibu yang sangat Jerian rindukan. Perhatian dan tampak penuh kasih sayang, Jerian kaget setengah mati saat mendapati mamanya berada disampingnya seharian kemarin memeluknya dan mengompresnya? terlihat seperti anak kecil tapi Jerian tidak bisa bohong bahwa Ia merindukannya. Walaupun ia masih mencoba menepis pikiran buruknya terhadap Vivian, tentang apakah dia harus sakit terlebih dahulu baru bisa mendapatkan perhatian yang selama ini ia dambakan? kalau memang iya, mungkin dia akan menyesal memiliki tubuh sehat, ia mungkin hanya akan memilih sakit dan kemudian menikmati kasih sayang itu lagi.

Tapi, itu hanya angan semata yang dibuyarkan oleh roti isi, tema santapan pagi yang sehat dan cukup mengganjal perut.

"Aku sudah lebih baik Jov." Jawab Jerian sambil terus mengunyah.

"Jerian."

Jerian menoleh pada sumber suara dibelakangnya, "ini obat nya sama bekalnya udah mama siapin di sini. Kamu baru sembuh jadi harus makan yang sehat jangan jajan yang macem-macem. Obatnya jangan lupa diminum dan hubungi mama kalau ada apa-apa ya."

Jerian tersenyum mengambil satu paper bag hitam yang diberikan oleh Vivian. "Terimakasih, Ma."

"Sudah-sudah ayo cepat habiskan, nanti terlambat. Mama mau ke kamar dulu, beres-beres."

Si kembar mengangguk membalas perkataan sang ibu sembari melihat punggung sempit miliknya mulai menghilang.

"Sepulang sekolah jadi menjenguk papa?"

Jovan mengangguk menanggapi perkataan Jerian, "transplantasi ginjal, katanya sudah seminggu yang lalu. Nantinya, mau ke Amerika buat lanjut perawatan sekalian ketemu kak Juna."

"Seminggu? transplantasi ginjal dan gak ada kabar apa-apa ke kita?" kedua mata Jerian sibuk menatap bingung Jovan di depannya.

"Aku tunggu di mobil." Jovan berlalu dengan kunci mobil yang tadinya di atas meja makan beralih menjadi berada ditangannya. Ia tak siap jika harus menjawab berbagai pertanyaan dari Jerian. Dengan gelengan pelan, Jerian tetap menghabiskan sandwichnya terlebih dahulu dan mencuci tangannya. Ia tak ingin makan di dalam mobil dan membuat mobil kesayangan mereka berdua kotor.

"Kak Jerian...."

Sedikit tersentak, Jerian tetap menoleh kebelakang mendapati adik bungsunya berdiri tak enak.

"Papa sakit ya? habis pulang sekolah kakak jenguk papa kan? Jian titip ini ya...." Kantong putih besar disodorkan Jian tepat didepan Jerian. Dari kelihatannya dan sekilas, Jerian tidak asing dengan isi nya. Buah-buahan yang memang sering dibawakan sebagai buah tangan untuk mereka yang sedang sakit, terkadang.

Jerian merotasikan matanya dan mengambil minuman terlebih dahulu, sedikit mengabaikan uluran kantong dari tangan Jian tersebut, "kenapa tak kau sendiri saja yang berikan?"

Pelukan Untuk JianWhere stories live. Discover now