◆Part 27 : hope for miracle ◆

22.5K 3.8K 435
                                    

"𝑬𝒏𝒋𝒐𝒚 𝒕𝒉𝒆 𝒑𝒓𝒐𝒄𝒆𝒔𝒔, 𝒇𝒆𝒆𝒍 𝒅𝒆𝒍𝒊𝒈𝒉𝒕 𝒊𝒏 𝒆𝒗𝒆𝒓𝒚 𝒄𝒉𝒂𝒑𝒕𝒆𝒓 𝒂𝒏𝒅 𝒍𝒐𝒗𝒆 𝒕𝒉𝒆 𝒆𝒗𝒆𝒓𝒚 𝒘𝒐𝒓𝒅𝒔"

Happy reading

━━━━━━━ ♡ ━━━━━━━

Lagu yang direkomendasikan saat membaca - Stairway to heaven ost piano

━━━━━━━ ♡ ━━━━━━━

Menurut Jovan, pilihannya adalah jalan yang terbaik. Walaupun fakta memang semenyakitkan itu. Setidaknya tidak ada lagi kesalahan yang akan tertampung.

Dengan langkah pelan dan air mata yang tertahan di pelupuk nya, Jovan meninggalkan Juna diruangannya.

Ia tidak bisa melihat apa yang akan terjadi selanjutnya. Kakaknya adalah orang yang tegar, namun dengan melihat ketegaran sang kakak yang runtuh membuat Jovan bahkan tak sanggup untuk melihatnya, Jika kakaknya sudah runtuh bagaimana dengan dirinya yang kini dipenuhi perasaan bersalah?

Jovan memejamkan matanya, kala mendengar suara sang kakak menggema, begitu kuat dan pilu, teriakan di dalam sana seolah dibuat memang untuk menyayat hati. Membuat Jovan pun ikut kembali meluncurkan air matanya. Ia sandarkan punggungnya di depan pintu kamar menunggu sampai sang Kakak kembali tenang.

Untuk pertama kali nya, Jovan mendengar raungan dan tangisan menyiksa dari sang kakak. Kakaknya yang selama ini menjadi teladan dan menjadi seseorang yang paling kuat kini pun ikut runtuh. Semua fakta terlalu menyakitkan untuk diterima. Jovan pun adalah seorang adik dan kakak yang buruk, ia menyakiti hati kakaknya dan memperlakukan sang adik dengan buruk.

Disisi lain, Yoga duduk bersama Jerian tak jauh dari ruangan Juna pun ikut tersentak. Suara pilu yang terdengar familiar itu membuat mereka tersentak kecil. Raungannya bagaikan siksaan yang terdengar menyakitkan.

"Juna...." dengan tatapan sendu yang menyusuri koridor rumah sakit, Yoga dapat merasakan kesakitan sahabatnya di dalam sana.

"Kak Juna pasti sudah tahu...." Jerian ikut menimpali. Ia menundukkan wajahnya masih tak berani menatap koridor yang menjadi saksi bisu raungan pilu di dalam sana, "Jovan pasti sudah memberitahu Juna soal donor ginjal itu...." Ungkap Jerian dengan hati-hati.

Menatap Jerian yang menunduk dengan punggung bergetar membuat Yoga tergerak memeluknya pelan. Sedari tadi, Jerian memang menangis duluan. Mencoba menepis perasaan pedihnya, namun gagal dan berakhir tangisannya terus mengalir keluar. Seorang Jerian yang juga sibuk mencari kebahagiaan itu ternyata juga menyimpan rasa sakit yang begitu dalam.

"Aku sudah tahu. Saat itu sebelum memberikan darahku untuk Jian. Aku mendengar kalian bertengkar tentang donor ginjal tersebut." Ujar Yoga sambil terus mengusap punggung Jerian, "Dan apa yang sudah terjadi, tidak bisa lagi diulang. Untuk sekarang yang bisa kita lakukan adalah berdoa, supaya Jian bangun dan kemudian memperbaiki keadaan."

━━━━━━━ ♡ ━━━━━━━

"Argh!!!" Jeff sibuk membuat berantakan seisi mobilnya, pernak-pernik di depannya habis dijadikan pelampiasan untuk emosinya saat ini. Kaca dan stir mobil ikut menjadi bantalan tinju untuk Jeff.

Ia kemudian menenggelamkan wajahnya di permukaan stir, mencoba berpikir jernih untuk sementara.

"Jeff yang bodoh." tuturnya pelan.

Pria itu mungkin boleh mapan dan pintar tapi hatinya dibutakan dengan keegoisan. Keegoisan ingin mendapatkan kebahagiaan, keegoisan menjadi yang paling benar.

Pelukan Untuk JianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang