◆Part 25 : over a mistake◆

24.7K 3.8K 418
                                    

"𝑬𝒏𝒋𝒐𝒚 𝒕𝒉𝒆 𝒑𝒓𝒐𝒄𝒆𝒔𝒔, 𝒇𝒆𝒆𝒍 𝒅𝒆𝒍𝒊𝒈𝒉𝒕 𝒊𝒏 𝒆𝒗𝒆𝒓𝒚 𝒄𝒉𝒂𝒑𝒕𝒆𝒓 𝒂𝒏𝒅 𝒍𝒐𝒗𝒆 𝒕𝒉𝒆 𝒆𝒗𝒆𝒓𝒚 𝒘𝒐𝒓𝒅𝒔"

Happy reading

━━━━━━━ ♡ ━━━━━━━

Waktu memang tidak bisa diajak berkompromi, mereka akan terus berjalan walau kita tak menginginkannya. Hari sudah semakin sore dan Juna baru saja keluar dari sekolahnya. Kegiatan osis membuatnya harus mengambil jam sepulang sekolahnya. Namun bukan itu yang sekarang ia khawatirkan. Kakinya melangkah lebih cepat dibanding biasanya. Menerobos kerumunan dan tak memperdulikan sekitarnya yang sedang ramai mengusik jalannya. Tujuannya hampir di depan mata.

"Kakak!!"

Hatinya seketika lega, "Jian.... "

Adik kecilnya berlari pelan menghampiri Juna, si kecil Jian yang sudah hampir beranjak 11 tahun itu masih terlihat bak balita yang minta digendong saat melihat orang yang dikenalnya. Begitu pula Jian, Juna merentangkan tangannya, siap menerima pelukan kecil sang adik. Sudah menjadi rutinitas setiap sepulang sekolah, pelukan itu seakan melepas beban yang dipikul berat di punggung. Juna tersenyum walau sedikit tersentak karena dorongan kecil Jian yang sudah menabrak tubuhnya dan menenggelamkan kepala mungilnya pada dada Juna.

"Maaf kakak jemput terlambat."

Jian mendongkak, memandangi wajah sang kakak yang tengah menahan rasa bersalah. Kemudian ia menggeleng, "Tidak kok, pak guru menemani Jian bermain sambil menunggu kakak...." Ucapnya sambil tersenyum gemas.

Padahal Juna tahu, Jian hanya mencoba menenangkan dirinya. Dilihat dari kelihatannya, sekolah sudah sangat sepi dan tidak ada siapapun— oh itu menambah rasa bersalah Juna. Jian sangat penurut padanya, ia akan menunggu berjam-jam untuk pulang bersama Juna, walaupun jarak rumah tidak terlalu jauh dengan sekolahnya tapi tetap saja, Juna tidak mengijinkannya untuk pulang sendirian. Tapi hari ini Juna merasa bersalah, seharusnya waktu itu dia tidak usah memilih kegiatan sekolah yang banyak menyita waktunya. Jian masih remaja kecil dan masih membutuhkan Juna disampingnya.

"Kak, ayo pulang.... " kedua tangan Jian menangkup pipi sang kakak seakan tahu pikiran kakaknya itu pasti sedang berkelana kemana-mana. Padahal ada kebahagiaan tersendiri dalam diri Jian melihat kakaknya menjemput dirinya. Jian dapat melihatnya melayangkan tatapan khawatir pada dirinya dan memeluknya erat seakan tidak ada hari esok, karena Juna— Jian bisa merasakan itu semua. Dan sekarang Jian tidak ingin menambah beban sang kakak. Walaupun memang benar, Jian harus menahan laparnya, menahan rasa bosannya dan menjadi saksi kepergian teman-temannya yang dijemput oleh orang tuanya. Juna tersenyum pelan, ia mengusap rambut Jian pelan, "Ayo pulang, pasti Jian sudah lapar."

Juna menggandeng tangan sang adik, berjalan di sampingnya sambil mendengarkan nyanyian kecil adiknya. Baginya, waktu yang ia habiskan bersama sang adik adalah yang paling berharga. Berjalan kaki menuju rumah sambil memandangi pemandangan sekitar, membawa sedikit kenyamanan di sore hari. Sekilas, Juna melihat untaian senyum yang selalu terpancar dari wajah adiknya, entah apa yang ada dipikirannya. Padahal berjalan kaki sepulang sekolah itu sangat melelahkan. Tapi Jian melewatinya dengan kebahagiaan. Sebenarnya Juna bisa saja ikut pulang bersama adik kembarnya yang diantar jemput. Tapi miris, itu hanya berlaku bagi yang dianggap anak oleh kedua orang tuanya. Kasihan, dunia terlalu kejam menempatkan Jian kecil pada takdir yang sulit. Juna mengerjapkan matanya, membuyarkan pikirannya yang bercabang dan mulai mengingat sesuatu, "Jian sebentar lagi ulang tahun, mau kakak beliin apa?"

Ia baru ingat, beberapa hari lagi adik kecilnya akan memperingati hari dimana dirinya melihat dunianya. Juna tidak tahu bahwa adik kecilnya akan tumbuh secepat itu, ia masih ingat adiknya yang manja bergelantung dilehernya. Sekarang Jian yang manja memiliki tinggi hampir menyamai dirinya.

Pelukan Untuk JianHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin