03. Sepuluh🦊

102 10 22
                                    

💎Happy reading💎

Awalnya Lulu pikir Utara itu adalah desa yang ramai. Lulu pikir Utara adalah tempat di mana orang-orang suka berkerumun ke sana ke mari. Namun, saat Lulu benar-benar sampai di sini, ia dikagetkan dengan pemandangan yang jauh dari imajinasi. Di Utara keadaannya begitu sunyi. Tidak ada anak-anak berkeliaran di sana-sini. Yang ada hanya pepohonan tinggi, juga rumah-rumah yang sudah tak lagi berpenghuni.

Sampai saat ia dan Wira masuk lebih dalam, mereka dikagetkan lagi oleh sesuatu hal yang lain. Di mana tiba-tiba ia mendapat serangan. Yang saat Lulu menoleh, Lulu yakin itu adalah makhluk sejenis Gunggan. Lulu tidak menyangka kalau di Utara ternyata daerah yang dikuasai Gunggan.

Gunggan itu merepotkan, tapi sekali tebasan saja Gunggan akan mati. Sialnya Gunggan di sini terlalu banyak. Sampai-sampai dada Lulu rasanya sesak. Bukan karena terdesak, tapi karena Gunggan yang datang memiliki aroma tak sedap.

Wira, lelaki itu sengaja tidak menyerang sedari tadi. Ia biarkan Lulu menahan serangan Gunggan seorang diri. Bukan karena Wira tidak peduli, bukan pula karena Wira yakin Lulu bisa menyelesaikan Gunggan itu sendiri. Hanya saja, Wira sedang mencoba menyalakan api. Karena dari yang Wira tahu, Gunggan hanya menyerang saat di kegelapan dan akan melarikan diri saat ada api. Kadang-kadang juga menyerang saat siang, tapi yang seperti itu tentu saja lebih mudah ditaklukan.

Wira berhasil menyalakan obor di tangannya. Ia mulai mengibas pelan obor itu yang membuat para Gunggan menjauh dari mereka. Sial. Seharusnya dari desa Gulali tadi, Lulu dan Wira lebih baik memulai perjalanan saat malam hari. Karena kalau begitu, mereka akan tiba di Utara saat pagi hari. Bukan seperti sekarang yang justru tiba di Utara saat malam sudah menyapa. Kalau pagi 'kan mereka tidak harus berhadapan dengan para Gunggan itu.

"Apa benar masih ada orang yang tinggal di sini? Yang ada mereka semua sudah mati dimangsa Gunggan," kata Wira sambil berjalan perlahan. Untungnya obor di tangannya masih menyala terang.

"Memang, ya orang seperti Wira tidak akan bisa berpikir jernih. Soalnya Wira 'kan memang bodoh sejak lahir, makanya tidak bisa berpikir," omel Lulu dengan diakhiri memukul kuat kepala Wira. Kebiasaan sekali tangan gadis itu bertengger di kepala Wira.

"Kakakku yang pintar sejak lahir, tolong jelaskan situasi yang terjadi saat ini!" perintah Wira dengan nada yang kentara sekali kesalnya.

Lulu berdehem dua kali. "Jadi begini. Kau pikir kenapa kita diutus untuk membunuh macan itu?"

Wira tampak berpikir sebentar, kemudian menjawab pertanyaan Lulu asal-asalan.

"Karena macan itu hidup? Pengganggu?"

Lagi, untuk yang kedua kalinya Lulu memukul kepala Wira.

"Tentu saja karena dia kuat. Saat Kai mau membunuh gadis serigala itu dan masih ada macan bersamanya, tentu akan membuat pembunuhan gadis serigala jadi terganggu. Sudah mengerti?" tanya Lulu. Dalam hati ia berniat memukul untuk ketiga kalinya kepala Wira kalau lelaki itu bilang tidak mengerti.

Sialnya jawaban Wira berikutnya benar-benar membuat Lulu memukul lagi kepala adiknya. Bagaimana tidak, sudah lelah menjelaskan, Wira di sana malah menggelengkan kepala pertanda ia belum paham dengan penjelasan Lulu.

"Bodoh! Wira bodoh! Bisa-bisanya tidak mengerti. Macan itu kuat dan mungkin gadis serigala itu juga kuat. Hanya menghadapi Gunggan, pasti mudah bagi mereka. Bagaimana, sih?"

"Ooooohh, begitu! Aku sudah paham sekarang."

"Syukurlah kalau kau mengerti. Kalau saja kau masih tidak mengerti, aku berniat menendangmu sampai tak sadarkan diri, lalu akan kubuang ke dasar jurang."

Half BeastWhere stories live. Discover now