Sembilan Belas🦊

275 40 15
                                    

💎Happy reading💎

Selagi Akira mengerjakan hukuman dari Barara, yakni menangkap hewan di hutan tanpa senjata apa-apa dan tidak boleh dibantu siapa-siapa, Torano asyik menikmati sinar Matahari dari atas pohon sekitar tempat Akira berburu. Anak itu menatap langit yang mulai menghitam karena banyaknya awan tebal di atas sana. Torano perkirakan, sebentar lagi akan turun hujan. Dan entah kenapa Torano diam-diam berharap Akira segera menemukan binatang buruannya. Padahal kalau dipikir-pikir mereka tak sedekat itu sampai Torano harus memikirkannya.

Entah apa yang manusia macan itu pikirkan. Tanpa sadar anak itu memekik dan menutup wajah dengan telapak tangan. Tiba-tiba dada lelaki itu berdetak kencang. Seperti ada sesuatu yang ingin keluar dari sana, tapi ia tahan.

"Saudara itu ... apa? Kenapa Akira mau berkorban sampai sebegitunya untuk Fero?" gumamnya.

"Saudara ... teman ... untuk apa mereka ada? Bukannya sendirian jauh lebih menyenangkan?" tanyanya pada udara hampa di hadapan.

"Kak Torano yakin kalau sendirian itu menyenangkan?"

Suara itu terlalu tiba-tiba, kalau saja Torano tak memiliki refleks yang cukup baik, pasti sekarang anak itu sudah kesakitan karena terjatuh ke atas tanah. Untunglah saat suara itu menyela, Torano mendapat pegangan saat tubuhnya hampir melompat karena terkejut.

"Sialan! Kau mengagetkanku, Fero Sialan!" maki Torano dengan tatapan seperti ingin menelan Fero saja.

Entah sejak kapan bocah sembilan tahun itu berada di atas pohon yang sama dengan Torano. Tiba-tiba saja dia ada di sana dan mengagetkan Torano.

Fero menggaruk kepalanya. "Maaf, Kak Torano."

"Aku bukan kakakmu."

"Tapi kau lebih tua. Makanya aku memanggilmu kakak."

"Tapi aku bukan kakakmu."

"Tetap saja kau lebih tua."

"Terserah kau saja."

Torano memilih mengalah. Sepertinya berdebat dengan Fero mungkin tak akan ada ujungnya. Atau perdebatan akan berlangsung lama dan pada akhirnya Torano juga yang kalah. Untuk itu Torano lebih memilih mengalah saja. Berharap begitu Fero diam dan ia tak harus berbicara lebih banyak lagi. Akan tetapi, ternyata Fero tidak diam setelah Torano pikir ia sudah menyudahi.

"Soal sendirian. Kenapa Kak Torano pikir itu lebih menyenangkan?"

"Karena memang begitu adanya. Sendiri itu tenang."

"Padahal sendirian itu mengerikan." Fero teringat saat hari di mana dunianya dihancurkan oleh Fazor. Fero ingat betul bagaimana dulu ia ditinggalkan sendirian. Rasanya begitu menyakitkan, mengerikan, dan menyesakkan. Lalu, di mana letak kata menyenangkan yang Torano sematkan?

"Itu 'kan menurutmu. Kau pikir apa yang kau rasakan juga itu yang orang lain rasakan? Jangan berkata seolah kau tahu segalanya!"

"Tapi tetap saja 'kan sendiri itu ... setidaknya membosankan." Fero masih kukuh pada perasaannya tentang sendirian. Tanpa anak itu sadari Torano di tempatnya sudah mengerang tertahan. Torano ingin marah, tapi tidak bisa lantaran ia tak punya cukup alasan.

"Terserah kau saja. Sekarang pergi sana! Aku ingin sendiri."

"Tunggu dulu, Kak Torano. Aku mau bertanya. Kak Torano itu manusia macan 'kan? Tapi kenapa---" Perkataan Fero harus terpotong di sana. Karena belum sampai ia mengatakan semua, kuku-kuku tajam milik Torano sudah menempel di pipinya. Fero bahkan bisa merasakan darah mengalir dari pipi kirinya yang terluka.

"Pergi, sebelum kupatahkan lehermu!" perintah Torano. Tatapannya tiba-tiba menajam dan nada suaranya meninggi. Itu sukses membuat Fero merinding, ia pastikan bulu kuduknya sekarang berdiri.

Half BeastWhere stories live. Discover now