02. Tiga🦊

173 28 23
                                    

💎Happy reading💎

Saat Akira membuka mata yang entah kenapa terasa lebih berat dari hari-hari biasanya, ia dikagetkan dengan pemandangan yang tidak biasa. Ada langit biru yang membentang luas di atas kepala. Matahari di arah timur pun tampak mengintip malu-malu dari balik awan yang memerah. Dan kicau burung yang biasanya hanya bisa Akira dengar saja, kini bisa ia lihat bertengger di batang kayu yang mengelilinginya. Lalu, saat Akira memeriksa tempat tidurnya, ia kaget karena hampir meluncur dari tempat yang tidak bisa di bilang rata. Atap rumah.

"Eh? Kenapa aku bisa ada di sini? Ah, bukan itu yang aneh. Kenapa bisa aku tidak terbangun dengan suhu sedingin ini? Memangnya tidurku senyenyak apa?" tanyanya pada diri sendiri.

Di lain tempat, ada Torano yang juga kebingungan saat menyadari dirinya tidak berada di dalam rumah. Melainkan di atas pohon yang saat Torano mengintip ke bawah sangat tinggi dan berada di atas sini tentu berbahaya. Kalau saja saat tidur tadi Torano terjatuh, mungkin banyak tulangnya yang akan patah.

Anehnya, selama Torano tertidur, ia sama sekali tidak terjatuh. Padahal ranting pohon ini tidak terlalu besar sampai bisa membuat Torano bergerak dengan leluasa. Di ranjang kamarnya yang jauh lebih besar dari ini saja, Torano pernah beberapa kali terjatuh. Padahal Torano sedang asyik bermimpi melawan raksasa atau naga berkepala tujuh.

"Pegal!" erang Torano sambil memegangi punggungnya yang terasa lebih pegal dari anggota tubuh yang lainnya.

Lalu, keseimbangan Torano hilang dan tubuhnya oleng ke arah kanan. Tangan kirinya yang bebas langsung mencari pegangan. Sialnya saat ia berhasil meraih pegangan, ranting yang tidak terlalu besar itu patah dan berakhir dengan tubuh Torano membentur ranting lain di bawah sana.

"Sakit!" erang Torano, untungnya ia tak terjun terlalu jauh. Kalau iya, bisa-bisa tulangnya benar-benar patah.

Torano memperbaiki posisi tubuhnya, kemudian melompati ranting demi ranting untuk sampai ke bawah. Kini langkah lelaki itu mulai beralih menyusuri jalan setapak yang sudah ia hapal di luar kepala. Jalan ini akan menuntunnya ke rumah dan pastinya tidak terlalu jauh juga.

Baru saja anak itu sampai di halaman depan, ia bisa melihat Akira yang celingak-celinguk di atap rumah. Dari wajahnya, jelas sekali Akira baru bangun dari tidurnya. Jadi, anak itu juga kena keusilan Barara, ya?

"Wah, Torano! Selamat pagi!"

Torano hanya mengibaskan tangan kanannya sebagai balasan sapaan Akira. Malas membuka suara. Lagipula mereka tidak sedekat itu sampai Torano harus membalas sapaan Akira dengan suara.

"Selamat pagi, Anak Bermasalah. Apa tidur kalian nyenyak?" Lelaki paruh baya yang duduk di depan pintu tersenyum hangat ke arah Torano. Tangan kanannya terangkat dan melambai ke arah Torano.

"Kenapa tidak memindahkanku ke tengah hutan saja? Di sana terlalu dekat dengan rumah," balas Torano kesal. Ingin sekali ia memukul wajah tak berdosa milik gurunya. Wajah menyebalkan Barara memang pantas di pukul sesekali. Setidaknya satu kali dalam sehari. Kalau begitu, baru Torano bisa puas hati.

"Ah, usulan yang bagus. Kalau kau membuat masalah lagi, akan kupindahkan ke tengah hutan. Lumayan 'kan, banyak Gunggannya."

Kalau tadi keinginan Torano untuk memukul wajah Barara terkumpul 50 persen, sekarang meningkat menjadi 75 persen. Akan tetapi, ia teringat lagi secarik kertas yang ia temui beberapa hari lalu. Masih ada serigala yang harus ia perhatikan. Ayumi, siapa tahu yang akan berkhianat adalah gadis itu. Tidak peduli dia anaknya Barara, kalau sudah berkhianat, Torano pasti akan menghabisinya.

"Di mana Ayumi?"

"Kenapa kau tiba-tiba menanyakan putriku pagi-pagi begini?"

"Jawab saja. Di mana dia?"

Half Beastحيث تعيش القصص. اكتشف الآن