Tiga Belas🦊

340 50 21
                                    

💎Happy reading💎

Akira sudah lelah menunggu waktu yang katanya hanya dua puluh menit saja, tapi kaki Fero masih belum bisa digerakkan dengan leluasa. Sementara tangannya sendiri sudah bisa ia gunakan seperti sediakala. Namun, kenapa kaki Fero lama sekali sembuhnya?

Karena tak ingin membuang waktu terlalu lama, Akira memutuskan untuk menggendong Fero lagi saja. Tak ada gunanya bertahan di sini yang mungkin saja berbahaya. Salahkan Fero yang menyembuhkan diri seperti itu saja butuh waktu lama.

Fero juga hanya menurut saja saat Akira menyuruhnya naik ke punggung Akira. Anak itu hanya memasang wajah bersalah karena selalu menyusahkan Akira ke mana-mana. Namun, bagi Akira itu tidak masalah. Karena sebab inilah Akira meminta untuk satu kelompok dengan adiknya. Fero itu terlalu lemah dan Akira tak yakin orang lain bisa menghadapi sikapnya. Atau setidaknya mau direpotkan oleh Fero saat menjalankan misi dari Barara.

"Aku merepotkan, ya?" tanya Fero hati-hati, takut kakaknya kesal dan berakhir ia yang dimarahi.

"Sudah tahu, masih saja bertanya. Kau itu lebih merepotkan dari yang kukira."

Fero menggigit bibir dalamnya kuat-kuat. "Maaf!"

"Cih!"

Akira terus berjalan menelusuri hutan belantara. Sedikit menyesal karena tadi ia tak sempat bertanya pada wanita itu di mana bola itu berada. Akan tetapi, kalau Akira bertanya, apa iya makhluk itu akan memberikan jawabannya?

Akira bahkan tak tahu ke mana kini ia melangkah. Tak pernah terpikirkan pula jika saja tempat ini sangat berbahaya. Atau mereka berdua akan tersasar di sini dan tak lagi bisa pulang ke rumah Barara. Yang Akira pikirkan hanya mencari sebuah gua yang entah ada atau tidaknya di sana.

"Itu ... gua, ya?" tanya Akira ragu dengan penglihatannya.

"Kakiku sudah bisa digerakkan. Turunkan aku, Kak!"

Fero melompat dari punggung Akira. Kemudian memutar-mutar pergelangan kakinya dan berjalan mendahului Akira setelahnya. Saat tunjuk Akira tertuju pada satu gua di depan sana, Fero jadi bersemangat dan ingin masuk lebih dulu dari Akira. Dan Akira hanya bisa mengikuti dari belakang saja.

"Sepertinya bukan gua yang Barara ceritakan," kata Fero tampak kecewa saat mereka sampai di mulut gua.

"Kenapa?"

"Guanya terlalu pendek. Barara bilang guanya sangat tinggi dan tidak bisa dipanjat."

Akira terkekeh di tempatnya. "Dan kau percaya? Barara itu sedikit gila, jadi jangan terlalu percaya pada omongannya. Aku yakin kalau seandainya teka-teki Barara memang benar adanya. Berarti ini gua yang Barara maksud dan kita harus masuk ke sana untuk sampai ke tujuan. Ingat, tutup hidungmu!"

"Lewat atas saja kalau begitu," protes Fero.

"Mungkin kalau lewat atas tujuannya akan berubah. Barara mungkin saja sudah memberinya sihir, jadi kita harus tetap masuk ke dalam sana walau gua ini bisa kita panjat dengan mudah."

Pada akhirnya Fero menurut saja. Mengikuti Akira yang masuk lebih dulu darinya. Di dalam sana terlalu gelap dan tak ada apa-apa. Hanya sesekali terdengar tetesan air yang entah jatuh dari mana.

Namun, saat Fero menatap pada kain yang kakaknya sandang, ia terkejut melihat ada sesuatu yang bercahaya dari dalam sana. Cahayanya jadi terlihat jelas karena cahaya Matahari tak bisa masuk ke dalam gua.

"Kak. Sepertinya bola itu menyala."

Akira langsung mengeluarkan bola dari kain yang ia sandang. Kemudian mencerna apa yang terjadi sekarang. Lima detik setelahnya ia paham bahwa itu adalah sinyal akan adanya bola lain di sekitar sana. Kalau begitu bola yang mereka cari sudah semakin dekat dengan mereka.

Half BeastDonde viven las historias. Descúbrelo ahora