Duapuluh Empat🦊

241 37 18
                                    

💎Happy reading💎

Tak ada hal menarik yang terjadi saat Barara mengawasi daerah kanan. Sudah menunggu hampir satu jam lamanya, ia tak merasakan bahaya apa-apa yang datang. Lelaki itu memanfaatkan kesenggangan itu untuk memantau semua muridnya. Dengan mengirim merpati sebanyak tujuh buah. Mengamati satu-satu muridnya. Tujuannya agar ia bisa mengamati sejauh mana muridnya bisa mengendalikan kekuatannya dan mengawasi kalau salah satu di antara mereka ada yang terluka.

Lalu, saat derap samar langkah dari kejauhan terdengar menusuk telinga, Barara memfokuskan kembali pemikirannya hanya pada daerah kekuasaannya. Sebagai orang yang tidak bisa menggunakan matanya, Barara memiliki indera pendengaran yang jauh lebih tajam dari orang biasa. Dia bahkan bisa membaca pergerakan benda-benda di sekitar hanya dengan mendengarkan perubahaan arah angin saja.

Barara memperkirakan yang datang ada sejumlah sepuluh orang. Sebelumnya Barara sempat memperhatikan jumlah musuh tim Akira, tim Torano, dan tim Ayumi. Jumlahnya sama. Itu artinya ada sebanyak empat puluh orang yang datang ke Utara. Jika itu dihitung dari banyaknya jumlah perbatasan Utara.

Barara berpindah naik ke salah satu pohon besar yang ada di sekitarnya. Pohon besar yang cukup untuk menyembunyikan jejak Barara agar tak terlihat oleh orang-orang di sana. Barara yakin tak ada yang menarik dari lawannya. Padahal sebelumnya Barara berpikir kalau musuh yang akan datang memiliki kekuatan di atas rata-rata.

Namun, dari bagaimana cara orang-orang itu menjaga barisannya, Barara yakin tak ada yang kuat di antara mereka. Kesan Barara saat melihat mereka dengan mempertahankan barisan adalah mereka yang lemah dan ketakutan jika tertinggal sendirian. Kecuali orang yang berdiri di garis depan. Levelnya berada sedikit tinggi dari orang-orang di belakang, tapi dengan satu atau dua kali serangan, Barara yakin orang itu tetap akan tumbang.

Barara meludah tepat saat orang-orang itu akan melewati pohon yang ada dirinya di atasnya. Menyadari itu, orang yang berjalan paling depan---yang Barara anggap sebagai pemimpin mereka---mendongak untuk menatap siapa yang sudah berani meludah di hadapannya. Tinggal satu langkah lagi, pasti ludah Barara tepat jatuh di atas kepalanya.

"Kalau berani melewati tanda yang kuberikan, kubunuh loh," ancam Barara dengan nada yang lebih terdengar seperti sedang bercanda. Tanda yang ia maksud adalah air ludah yang sudah tak lagi tampak di permukaan tanah.

Pemimpin mereka mendorong salah satu rekannya melewati tanda yang Barara berikan. Alhasil, saat pertama kali kakinya melanggar batasan, lelaki itu tumbang dengan pergerakan yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang.

"Padahal sudah kuperingatkan," gumam Barara.

Sama sekali tak terlihat kalau lelaki itu berpindah dari posisinya, tapi melihat bagaimana lelaki yang melewati tanda yang tumbang begitu saja, pasti Barara sempat ke sana untuk membunuhnya. Pergerakannya terlalu cepat yang bahkan terjadi tak sampai seperempat detik lamanya.

"Mundur!" perintah Sang Pemimpin karena menyadari Barara sangat berbahaya. Bahkan kekuatannya tak akan berefek apa-apa pada Barara. Belum mencobanya saja dia yakin seratus persen akan begitu adanya.

Dengan nada yang seperti bisikan, ia mengatakan pada anak buahnya untuk kembali setelah malam hari. Saat di mana ia yakin Barara tak akan berada di sana untuk mengawasi.

'Kau berbisik atau apa? Kedengaran tahu,' batin Barara. Sebenarnya bukan suara lelaki itu yang terlalu tinggi untuk ukuran berbisik, tapi karena cara kerja telinga Barara yang bisa menerima bunyi dengan frekuensi terendah sekali pun.

"Yosh! Karena kalian tidak melewati tanda yang kuberi, kalian kumaafkan, tapi ...." Barara sengaja menjeda ucapannya. Tujuannya ia ingin mendengar bagaimana detak jantung orang-orang di sana mulai kehilangan temponya. Berisik sekali sampai Barara gemas ingin segera menghentikan detaknya.

Half BeastWhere stories live. Discover now