02. Delapan🦊

137 23 29
                                    

💎Happy reading💎

Tatapan mata tak suka, juga tatapan mata ketakutan terus terlihat di sepanjang perjalanan Fero dan Torano. Ada saja orang yang berteriak menyuruh Torano pergi dari sana. Atau menyuruh Torano bertanggung jawab pada apa yang sudah anak itu lakukan di masa lalu.

Melihat pemandangan seperti ini, Torano jadi tambah yakin kalau ia tidak akan bisa menyelesaikan misinya kali ini. Kalau memang gagal, pasti Torano akan jadi malu sekali. Apa kata Barara nanti? Apalagi Torano berkata akan membawa dua puluh orang kepada Barara dengan begitu percaya diri. Jangankan dua puluh, satu saja tidak ada yang bisa Torano yakini.

"Kalau seperti ini terus, kita tidak akan bisa membawa satu orang pun ke hadapan Barara. Bagaimana ini?" tanya Fero frustasi. Kalau Torano gagal, berarti ia juga akan dinyatakan gagal dalam misi kali ini. Sebagai gantinya pasti harus masak selama tiga hari.

Dari sekian banyak pekerjaan yang melelahkan, bagi Fero memasak adalah hal yang paling mengerikan. Salah sedikit akan berakhir dengan rasa masakannya yang tidak karuan.

"Aku lapar. Harus cari makanan dulu ke hutan."

"Heee? Ke hutan? Kenapa tidak beli sa---"

"Kau punya koin?"

Fero menggeleng kuat sebagai jawaban.

"Walau sudah lama tidak tinggal di sini, aku masih begitu hapal lokasi di sini. Di belakang sana banyak buah-buahan yang enak dimakan. Kita akan ke sana."

Fero mengangguk saja dan mengikuti langkah kaki Torano. Karena sebenarnya Fero bahkan sudah merasa lapar sejak tadi. Jadi, mau tidak mau dia harus mengikuti ke mana Torano akan mengajaknya pergi. Lokasi yang Torano tunjuk agak jauh dari tempat mereka berada sekarang dan sebenarnya Fero mulai kelelahan. Akan tetapi, kalau itu menyangkut makanan, itu sama sekali bukan halangan.

Sekitar sepuluh menit berjalan, akhirnya Fero disuguhkan dengan berbagai macam buah-buahan. Dan semuanya terlihat begitu menggiurkan. Apalagi buah warna merah sebesar kepalan tangan orang dewasa itu. Terlihat begitu enak dan mengandung banyak air.

Tanpa aba-aba lagi, Fero meloncat ke sana dan memetik satu buah yang sudah merah. Lalu, saat ia ingin menggitinya, teriakan Torano membuat Fero menghentikan gerakannya seketika.

"Jangan makan yang itu, buah itu beracun."

Fero segera membuangnya dan turun dari sana. Anak itu menggosokkan telapak tangannya ke baju. Takut kalau racun buah itu menempel di tangannya.

"Yang itu beracun juga?" tanya Fero sambil menunjuk buah dengan besar hampir sama dengan yang tadi, tapi warnanya sedikit kekuningan.

"Tidak."

Fero tersenyum senang dan melompat lagi ke sana. Anak itu memakan buah dengan lahap sampai pipinya belepotan.

Torano melompat pada pohon yang pertama kali Fero naiki tadi, lalu mengambil satu buah yang benar-benar sudah merah. Lelaki itu memakannya dengan lahap sampai Fero menganga di tempatnya. Tadi Torano bilang kalau buah itu beracun, sekarang lelaki itu justru memakannya.

"Katanya beracun. Pembohong."

"Kalau aku tidak masalah. Hanya orang asli desa ini yang bisa memakan buah ini. Kalau orang luar sepertimu akan jadi racun."

"Bohong. Mana ada buah seperti itu. Kau mengerjaiku, ya?"

"Cobalah kalau kau tidak percaya!" Torano melemparkan satu buah ke arah Fero. Bukannya menangkap buah itu, Fero justru menghindar.

"Tidak mau. Bagaimana kalau aku benar-benar mati setelah memakannya?"

"Itu resikomu."

Torano lanjut memakan buah dengan lahapnya. Sebenarnya buah ini tidak ada racunnya sama sekali. Malah buah ini yang paling enak dari sekian banyak buah yang ada di sini. Itu sebabnya Torano membohongi Fero. Agar anak itu menyesal tidak mencicipi buah seenak ini. Satu lagi alasannya adalah, buah ini hanya tumbuh satu batang saja. Dan seperti yang terlihat, buahnya juga tinggal tidak seberapa. Kalau Fero juga memakannya, yang ada Torano tidak kebagian satu biji pun.

Half BeastWhere stories live. Discover now