Duapuluh Sembilan🦊

188 33 35
                                    

💎Happy reading💎

"Kakak, hentikan! Aku bukan musuh," lirih Fero. Sementara Akira masih terlihat murka di depan sana.

Tatapannya memang tidak memiliki arti apa-apa, tapi dari cara bicaranya, sudah jelas kalau ia memang menganggap Fero musuhnya. Dari nada bicaranya, jelas sekali anak itu ingin menghabisi Fero saat itu juga.

Akira melompat ke satu pohon di sampingnya, kemudian mematahkan ranting sebesar pergelangan tangannya. Serat kayu yang dipatah dengan tangan kasong membuat potongannya tidak sejajar. Ada bagian yang runcing. Walau tidak tajam, tapi dengan tenaga maksimal pasti bisa melukai seseorang. Menembus perut Fero, misalnya.

Akira beralih pada Fero dan mengarahkan ranting kayu itu ke leher Fero. Dengan kekuatannya yang tak lagi seberapa, Fero berusaha menghindarinya. Akan tetapi, hasilnya sia-sia. Fero justru oleng dan kembali jatuh ke atas tanah.

"Matilah!" pekik Akira sambil menodongkan kayu di tangannya ke leher Fero.

Keringat sudah membanjiri pelipis Fero, tapi ia tidak bisa menghindari serangan Akira. Sedikit saja bergerak, mungkin Fero bisa mati di tangan Akira. Akira juga sama sekali tidak merasa bersalah saat menodongkan kayu runcing itu ke leher adiknya. Tatapannya masih sama seperti sebelumnya.

"Akira! Habisi anak itu!" perintah Dopa yang sudah berdiri di samping Akira.

Melihat itu, Fero semakin tercekat di tempatnya. Mati di tangan Akira itu satu hal yang gila. Ditambah lagi Akira seperti tidak mengenalinya.

"Kakak," panggil Fero lirih, kini anak itu sudah berani menggelengkan kepalanya. Napas Fero mulai terasa sesak dan penglihatannya mulai kabur oleh air mata.

Pada akhirnya Fero memejamkan mata. Lari pun percuma, Dopa pasti tidak akan membiarkannya. Kalau mati di sini Fero juga sebenarnya tidak mau, tapi ia sama sekali tak dapat memilih apa-apa. Hanya mati dan kemudian biarkan mereka hidup seperti tak terjadi apa-apa.

Namun, satu hal yang tidak terduga terjadi setelahnya. Fero sudah memejamkan mata cukup lama, tapi kayu itu tetap tak menembus lehernya. Saat ia membuka mata, Fero bisa melihat tangan Akira mulai gemetar dengan keringat bercucuran di wajahnya.

"Kenapa, Akira? Kau tampak ragu," tanya Dopa. Padahal dia sudah gatal ingin melihat Akira membunuh saudaranya.

Akira mundur beberapa langkah, disusul robohnya tubuh Fero yang sedari tadi memang tak sanggup lagi bertahan lama. Dibiarkannya tubuh kecil itu terlelap di atas tanah, tapi Fero masih sepenuhnya terjaga. Anak itu masih bisa melihat bagaimana Akira menjatuhkan kayunya. Kemudian Fero melihat tangan Akira yang gemetar dengan kepala yang menunduk memperhatikan tangannya.

"Benar, aku membenci serigala. Itu sebabnya aku ingin membunuh gadis itu," Akira menunjuk Ayumi yang tak lagi bergerak dalam lilitan rambut Laguna, "tapi ... dia berbeda. Aku tidak tahu kenapa dia berbeda. Kenapa?"

"Kau lupa, ya. Semua serigala itu musuhmu, Akira."

"Lalu ... aku ini apa? Bukannya aku juga serigala?"

Cukup sampai di sana, Fero tidak bisa lagi merekam pergerakan Akira. Suara Akira pun perlahan lenyap dan kemudian semua berubah gelap. Fero tidak tahu apa yang terjadi setelahnya, kesadarannya sudah diambil paksa dan kemudian ia tak lagi mengingat kejadian setelahnya.

🦊🦊🦊

Dinding kecoklatan di sekelilingnya menyadarkan Fero kalau sekarang ia ada di dalam kamarnya. Tidak ada siapa-siapa di sana. Suasana di luar pun terdengar tenang seperti tidak ada kehidupan di sana. Fero berpikir kalau sekarang sudah malam dan semua sudah tertidur di kamarnya. Akan tetapi, bola putih di kamarnya tidak dalam keadaan menyala dan tetap saja ada cahaya yang meneranginya. Itu artinya sekarang bukan malam hari.

Half BeastWhere stories live. Discover now