Epilog

58K 3.1K 198
                                    

Sebuah mobil hitam yang sangat dihafalnya ternyata sudah terparkir melintang di pelataran rumah ibunya. Ervan membanting pintu kendaraannya kemudian berlari tunggang langgang ke dalam. Kedatangannya dihadang tiga bodyguard di ruang tengah. Memasang kuda-kuda, dia bersiap menghajar pria-pria bertubuh kekar yang mengepungnya dan memasang raut serius. Kepalan tangannya melayang. Ervan lantas menyikut sosok di sebelahnya, sebelum melayangkan tendangan ke belakang. Lelaki 31 tahun tersebut menarik pria di hadapannya dan mendorongnya hingga menabrak dua orang yang lain. Kakinya terus menendangi perut mereka sampai ketiganya tak berdaya. Rintihan terdengar bersahut-sahutan, tapi dia tidak punya waktu untuk mengiba.

Bergerak menaiki tangga, Ervan meraih tongkat baseball di pojokan lalu memukul punggung laki-laki yang berjaga di dekat ruang kerja sang mami. Para rekan orang itu terkejut, kemudian menyerangnya anarkis. Ervan berdiri menunggu mereka dengan ekspresi keras.

Seperti orang kesetanan, dia mengayunkan tongkat baseball seolah sedang memukuli samsak. Tidak peduli akan mengenai kepala dan menyebabkan gegar otak. Kaki dan sikunya ikut berpartisipasi melumpuhkan mereka. Di detik-detik terakhir, dia sengaja menjatuhkan diri ke belakang dan menindih satu lawan terakhirnya. Ervan menjepit batang leher lawan terakhirnya hingga menimbulkan bunyi 'krek'.

Ervan berdiri dengan napas terengah. Penampilannya benar-benar berantakan sekarang. Jasnya terbuka, beberapa kancing kemejanya terlepas, dan dada pria itu terpampang jelas. Dia menarik dasinya sampai terlepas, kemudian mengedarkan pandangan. Mata lelahnya menangkap ujung kunci yang menyembul dari saku salah seorang penjaga. Segera dia melangkahi beberapa orang untuk mengambil benda itu. Pemandangan pertama yang dilihatnya begitu pintu terbuka seolah menyiramkan bahan bakar ke api yang belum padam dalam jiwanya.

"Kalau sampai Mami berani menyentuh istriku, aku pastikan hidup Mami lebih susah dari saat ini," desis Ervan dengan gigi bergemeletuk. Orang yang dia maksud memang sempat mematung, tetapi tidak lama dan raut terkejutnya berubah menjadi seringai. Ervan maju dan melemparkan perhatian ke sekitar. Ketika tidak menemukan putranya, dia berseru, "Di mana Mami menyembunyikan anakku?"

"Di tempat yang nggak akan pernah kamu tahu."

Pria itu hampir beringsut maju, tapi Aleena lekas menahan. "Sebenarnya apa mau Ibu?" Aura Ervan menulari Aleena. Ibu satu putra tersebut memandang lawan bicaranya tak terbaca. "Sekarang Ibu udah nggak ada yang jagain. Nasib Ibu sepenuhnya berada di tangan kami. Jangan macam-macam."

"Saya hanya menginginkan kamu pergi membawa anak harammu dan jangan pernah menemui putra saya."

"Mam—"

"Dan kamu, Ervan," potongnya, "asal kamu tahu, wanita ini ular berbisa. Dia pelacur. Selama ini kamu hanya dijebak. Evan pasti anak hasil dia berselingkuh."

"Jaga ucapan, Mami!" bentak Ervan, menyentak genggaman Aleena dan menuding sosok yang telah melahirkannya. "Mami nggak tau apa-apa, jangan ikut campur persoalan rumah tanggaku. Betulan anakku atau bukan, Mami nggak ada hak untuk menyuruh Aleena pergi! Jangan sok paling tau urusan orang lain!"

"Kamu darah daging Mami dan Mami berhak mengatur kamu!" teriak Amira tak kalah lantang.

"Darah daging?" ulangnya terkekeh, "bagiku, ibuku udah mati bertahun-tahun yang lalu! Kamu itu orang asing yang kupanggil Mami atas dasar sopan santun! Nggak usah berlagak penting di sini!"

Sebuah tamparan mendarat di pipi kiri Ervan. "Jangan kurang ajar kamu! Kamu tanpa Mami hanyalah seonggok sampah yang nggak berguna!"

Ervan memegangi pipinya yang memanas. Matanya berubah berkaca-kaca. Panah-panah tak kasat mata menghujam jantungnya hingga dia merasa darahnya mengucur keluar dan membuat sekujur tubuhnya lemas. Dia lantas menggeleng-geleng tidak percaya.

After We Divorce [New Version]On viuen les histories. Descobreix ara