Chapter 38

20.1K 2.3K 81
                                    

Di pinggir kolam renang sebuah rumah berpilar tiga tingkat, seorang wanita dalam balutan dress rumahan selutut sedang berbaring di kursi santai. Seraya meneguk jus jeruk, bibirnya yang tampak lebih cerah setelah mendapatkan perawatan kedapatan tersungging. Dia sedang merasa luar biasa senang malam ini. Satu per satu angannya perlahan menampakkan wujud. Meskipun dirinya perlu mengerahkan usaha 'lebih pintar' untuk memperolehnya, dia merasa perlu mendapatkan apresiasi lebih dari sekadar perawatan kuku seperti yang tengah dinikmatinya.

"Salah satu Dewan Komisaris sempat berkunjung ke ruanganku. Orang itu nanya beberapa hal, termasuk perjalanan karirku di AG. Aku bilang, aku sudah lama berkecimpung di sana. Mulai dari jadi kacung yang kerjaannya cuma disuruh-suruh bikin minum, nge-print, dan fotocopy—alias magang, kemudian bertransformasi jadi karyawan rendahan yang perlahan ngerasain jadi 'budak korporat', sampai dipercayakan jadi tim leader waktu ada event besar di luar kantor. Semua itu aku jalani dengan fair—melewati tahapan seleksi dari kirim CV hingga dapat panggilan wawancara—dan aku sama sekali nggak bilang kalo Mama jadi COO di sana."

Di akhir kalimat sosok laki-laki berkemeja hitam itu terkekeh. Tangannya lantas menggoyang-goyangkan gelas crystal berisi cairan kekuningan yang memabukkan. Bunyi es batu yang berbenturan dengan kaca membuat bulu kuduk seorang petugas salon kecantikan yang masih mengecat kuku kaki sang nyonya besar berdiri.

"Setelah ini, kamu harus belajar cara mengambil hati Dewan Komisaris supaya kamu direkomendasikan menggantikan Tante Amira," sahutnya ikut tertawa. Merasa kakinya sudah tidak disentuh lagi, dia menegakkan duduk. "Ini tinggal menunggu kering, kan? Kalo iya, kamu boleh pergi."

"Baik, Bu. Saya pamit undur diri. Selamat malam."

Anita mengamati orang itu sampai punggungnya menghilang di balik pintu, lalu memandang putra sulungnya yang duduk di kursi malas di sebelahnya. "Mama anggap utang jasamu lunas jika kamu bisa menduduki kursi CEO."

"Aku—"

Belum sempat anaknya menyahut, tiba-tiba terdengar perintah keras dari seorang laki-laki berseragam. Sedetik kemudian, pasukan yang lain bergerak mengepung area kolam renang, tak lupa senjata yang siap sedia di tangan. Mereka bergerak dengan ketepatan dan disiplin, menciptakan barikade yang tak terlalu jauh dari pintu yang menghubungkan bagian luar dan dalam rumah.

"Saudari Anita Abraham, Anda dikepung! Silakan berlutut dengan tangan di atas kepala!" 

"Damn it."

Baru saja mereka berada di atas angin, keadaan mengempaskan ibu dan anak itu ke tanah.

***

Berita tertangkapnya salah satu C-level Abraham Group atas dugaan sabotase dalam sebuah perusahaan makanan beku, Laa Foodie, menjadi trending topic esok harinya. Para wartawan dan jurnalis memadati rumah terdakwa, kediaman oma dan Amira, serta kantor polisi tempat Anita berada. Hampir seluruh saluran televisi dan portal berita online menyiarkan hal tersebut. Beruntungnya, meskipun tidak berani berangkat ke kantor, tempat tinggal Ervan tidak ikut terkepung media dan dia masih bisa melakukan lari pagi mengitari kompleks perumahan.

"... dugaan meliputi instruksi kepada CMO Laa Foodie untuk membuat laporan keuangan palsu, manipulasi komposisi produk untuk memicu komplain konsumen, serta upaya mencari peretas untuk menyerang website individu yang membantu perusahaan Laa Foodie. Latar belakang dugaan ini mencakup konflik keluarga dan perasaan iri yang berasal dari perlakuan tidak adil dalam keluarga."

Dengan napas terengah dan kaus basah oleh keringat, Ervan menuangkan air ke dalam gelas. Di meja makan, Bu Asep begitu serius melihat berita melalui televisi yang dipasang dekat pintu masuk dapur. Wanita paruh baya itu bahkan tidak menyadari kedatangannya.

After We Divorce [New Version]Where stories live. Discover now