Chapter 10

64.8K 6.3K 247
                                    

"Masuk aja, Dav. Gue mau nidurin Evan ke kamar dulu."

"Oke, nanti. Gue mau ngadem dulu di sini. Enak."

Davina tidak berbohong. Duduk di teras kontrakan Aleena memang semenyenangkan itu. Selain kondisinya bersih, udara di sana juga sejuk. Belum lagi, pemandangan di depannya sungguh memanjakan mata. Perempuan itu menyandarkan punggung ke kursi kayu dan mengeluarkan ponsel. Dia sempat melirik ke dalam, sebelum mengetik sesuatu.

You
Gue udh di kontrakan Aleena. Sejauh ini keadaan aman & jauh dari kata mengenaskan

Atau malah lo bakalan kaget misal gue ceritain keadaan Aleena yang sekarang

Rumah sederhana yang menjadi tempat tinggal Aleena berada di perkampungan kecil. Dilihat dari pintu masuk, dia bisa menemukan ruang tamu yang menjadi satu dengan ruang keluarga, sebuah kamar, dapur tanpa sekat, dan terdapat dua pintu di dekatnya—yang bisa ditebak pasti kamar mandi dan pintu ke belakang. Di samping rumah terdapat garasi kecil. Sebidang tanah yang menghadap teras ditanami beragam bunga dan tanaman hias. Pagar setinggi dada orang dewasa terpasang di depan. Selain mobil pick up, ternyata Aleena juga memiliki satu motor matic. Meski memiliki anak kecil dan masih harus mencari nafkah, Davina salut karena rumah Aleena jauh dari kata kotor dan berantakan. Tanpa ART lagi. Entah bagaimana ibu satu putra itu mengatur waktunya.

Namun, yang disayangkan adalah suasana di sana lumayan bising. Deru kendaraan sesekali terdengar, bersahut-sahutan dengan riuh suara tetangga dan anak-anak yang sedang bermain. Sudah petang saja begitu, apalagi waktu siang. Kalau Davina menginap dan hendak tidur siang pasti tidak akan bisa nyenyak.

Beberapa detik berlalu, denting notifikasi terdengar. Davina buru-buru membukannya.

TselPylater
Share loc

You
Don't be ridiculous

TselPylater
Just share your location

I just wanna know, nggak bakal aneh2. Believe me

You have my word

You
Ok, then. I'll take your word for it

📍Share my current location

Aleena kembali muncul membawa gelas dan beberapa kudapan di atas nampan. Davina segera memasukkan ponsel ke dalam tas, lalu membalas senyumnya tak kalah lebar.

"Disuruh masuk kok malah di sini."

"Adem, Na, di sini. Abis, dari tadi cuacanya panas banget," keluhnya.

"Makanya masuk aja, di dalem ada kipas. Btw, gue tadi siang masak opor ayam loh. Masuk aja, yuk! Kita makan dulu."

Mata Davina berbinar. Dia masuk lebih dulu, disusul Aleena yang membawa nampannya lagi sambil geleng-geleng. Di atas karpet depan televisi sudah terhidang makanan beserta alat makan. Perut Davina berdendang hanya melihat semangkuk opor ayam yang masih mengepulkan asap dan ditaburi bawang goreng. Tanpa disuruh, dia menyendok nasi ke atas piring.

"Enak, Na. Kok lo bisa masak, sih?"

Aleena tertawa. "Gue ibu rumah tangga sekarang. Dagang makanan juga kalo lo lupa."

Davina sibuk memasukkan nasi dan suiran ayam ke dalam mulut tanpa menyahut. Meski tadi siang sempat makan, ada hasrat menambah saat ini. Persetan dengan defisit kalor yang sedang dijalaninya. Setoples kerupuk ikut menjadi jarahannya.

"Anak lo kalo jam segini tidur, entar nggak bangun pas tengah malem?"

"Biasanya bangun pas jamnya minum susu sama sikat gigi, terus tidur lagi."

After We Divorce [New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang