Chapter 29

30.9K 3.3K 199
                                    

Sambil menggandeng Evan, Aleena berjalan menuju pos keamanan kompleks. Bibirnya sesekali mengikuti alunan lagu anak-anak yang dinyanyikan putranya. Dia kemudian mengayun-ayunkan tautan tangan mereka saat tempat tujuannya mulai terlihat. Di dekat gerbang terlihat siluet seorang wanita paruh baya sedang mengobrol dengan satpam.

"Lihat di sana. Orang yang lagi duduk itu istrinya Kakek Asep, supir yang suka antar-jemput papa kerja. Kamu panggilnya nenek, ya, nanti. Jangan lupa salim sama beliau."

Menuruti titah suaminya, mulai hari ini istri Pak Asep membantu-bantu di rumah. Aleena awalnya kekeuh menolak sebab masih merasa mampu mengerjakan semuanya sendiri, apalagi sekarang waktu menganggurnya semakin banyak. Namun, setelah dipikir-pikir lagi dia mungkin akan kesepian. Meskipun ada Evan, Aleena tetap membutuhkan teman yang bisa diajak berdiskusi segala hal. Terbiasa berinteraksi dengan banyak orang, membawanya pada kebiasaan tersebut.

"Manggil Nenek Asep boleh?" Mendapati ibunya mengangguk, dia kembali bertanya, "Nanti Nenek Asep nginap di rumah, Ma?"

"Maunya Mama gitu. Tapi nanti kita tanya sama neneknya, ya."

Sampai di sana, Aleena menyunggingkan senyum sebagai sapaan kepada satpam. Bu Asep masih asyik mengobrol sehingga tidak menyadari kedatangannya. Beliau terkesiap saat dirinya berdiri di depannya.

"M-mbak Aleena? Bener, kan, ini Mbak Aleena, istrinya Mas Ervan? Atau Ibu salah lihat?"

Dia terkekeh. "Iya, Bu. Ini beneran Aleena."

"Astaga! Ibu nggak nyangka bisa ketemu Mbak lagi. Kayak lagi mimpi banget!" serunya dengan mata berkaca-kaca. Tangannya yang sudah mengeriput menyentuh wajah Aleena seperti sedang memastikan ulang. "Ya ampun. Mbak Aleena gimana kabarnya? Ibu sampai kangen sekali. Ibu pikir lima tahun lalu jadi hari terakhir kita ketemu."

"Nggak, dong, Bu."

"T-terus ini anak siapa?"

"Ini anak saya sama Ervan. Evan, salim sama Nenek Asep."

Bocah empat tahun tersebut maju. Namun, alih-alih menyambut, Bu Asep justru memeluknya erat.

"Papa kamu, tuh, udah kayak anaknya Nenek. Setiap hari Nenek yang urusin kebutuhannya, mulai dari baju sampai makan. Papamu emang nggak suka banyak ngomong ke semua orang, tapi Nenek tau hatinya baik sekali." Punggung kecil Evan diusap-usap. "Nggak disangka-sangka ternyata sekarang ada Mas Ervan versi mini. Kalo cucu Nenek tau kamu, pasti ikut dan nggak mau pulang."

Aleena masih berdiri tanpa menurunkan kedua sudut bibir. Ada perasaan tidak tega mengganggu momen mengharukan di hadapannya, tetapi matahari semakin terik. Belum lagi, Ervan berpesan padanya untuk tidak berada di luar kawasan perumahan lama-lama.

"Udah, yuk, kangen-kangenannya lanjut di rumah! Nanti kita sambung sambil ngemil."

Dengan raut tidak rela, Bu Asep mengurai pelukan. Beliau sempat mengusap pipi sebelum berdiri. Aleena berinisiatif membawakan tas jinjingnya.

Mereka meninggalkan tempat setelah pamit kepada para penjaga. Walau tidak banyak bicara, Evan tidak berontak ketika Bu Asep menggenggam lengannya. Selama perjalanan menuju rumah, asisten rumah tangga yang sudah lama bekerja dengan Ervan itu aktif mengajaknya berinteraksi. Sedikit demi sedikit sikap diam Evan mencair. Dia bahkan berani balik menanyakan hal-hal kecil.

Aleena yang melihat itu dari belakang mereka tidak dapat menutupi ekspresi bahagia. Dia bisa menebak, sore nanti Evan sudah mulai cerewet. Pengalaman Bu Asep menjadi baby sitter kala masih muda memang tidak bisa diragukan.

Sekitar sepuluh menit berlalu, mereka tiba di rumah. Aleena membukakan pintu dan membungkuk layaknya seorang pemandu wisata.

"Selamat datang di rumah sederhana kami, Nenek. Semoga betah di sini." Bu Asep tertawa, kemudian mengucapkan terima kasih. "Nenek duduk aja dulu, ya. Saya buatin minuman ke belakang. Evan tolong bawain toples-toples makanan di depan TV ke sini. Ambil satu-satu yang sekiranya kamu kuat, ya, Nak."

After We Divorce [New Version]Where stories live. Discover now