Chapter 21

43.2K 4.5K 219
                                    

Hari yang ditunggu-tunggu Aleena tiba. Setelah menghabiskan hampir seluruh kesabarannya—karena Ervan beberapa kali harus menghadiri acara keluarga dan perlu ke luar kota di waktu weekend, akhirnya perempuan itu bisa menapakkan diri di kota Kembang. Turun dari kereta, Aleena membawa Evan menuju pintu utara yang terletak di jalan Kebon Kawung. Ervan sendiri sudah bersandar di mobil tak jauh dari sana. Lelaki yang pagi ini berpenampilan monochrome outfit tersebut bergegas menghampiri begitu dia melambaikan tangan.

"Gimana perjalanannya? Evan mabuk?" tanyanya ketika Lexus hitam Ervan membawa ketiganya menjahui area stasiun Hall.

"Capek, tapi Puji Tuhan lancar. Evan juga nggak mabuk. Excited banget dia selama di perjalanan, makanya sampe sekarang masih pulas tidur."

Aleena melihat kebelakang, kemudian tersenyum tipis. Ervan benar-benar mempersiapkan segalanya. Mulai dari tiket kereta, transportasi menuju stasiun di Surabaya, ongkos, hingga car seat anak di mobil ini pun sudah dipasang dengan baik. Aleena awalnya menolak semua itu—sebab merasa tak enak, tetapi bukan Ervan namanya kalau tidak bisa memaksakan kehendak.

"Kamu sendiri udah nyampe dari kapan?"

"Dari pagi-pagi buta tadi," jawabnya sambil mengangsurkan sebotol air mineral yang sudah dibuka tutupnya. "Aku pulang dari meeting langsung ke sini."

"Pak Asep masih jadi supir kamu? Kasihan banget malem-malem nyetir."

"Masih. Tapi sekarang anaknya yang sulung suka gantiin beliau di beberapa kesempatan. Aku juga nggak bakalan tega nyuruh-nyuruh beliau sampai nggak kenal waktu."

Aleena membulatkan mulut. Ervan kembali memberikan sebuah kotak makan yang berisi French toast. Perempuan itu menikmati sarapan buatan sang suami seraya mengangguk-angguk puas, karena rasanya lumayan dan penampilannya juga bagus sekali. Agaknya, kemampuan memasak Ervan sudah meningkat.

"Istri Pak Asep masih bantu-bantu di apartemen? Terus temen kuliah kamu yang orang Tionghoa itu masih jadi asisten pribadi kamu?"

Ervan bergumam mengiakan. "Itu yang kemarin kasih kue Harvest ke Evan."

Saat berhenti di lampu merah, Ervan menyerongkan tubuh untuk menurunkan sandaran jok Aleena. Pria itu juga sempat menawarkan tisu begitu makanannya habis. Gesturnya begitu santai, bahkan ketika menempatkan sebuah bantal di punggung Aleena. Dirinya tidak menyadari perubahan ekspresi sang wanita. Alih-alih mengantuk setelah menempuh perjalanan jauh, perempuan itu malah setengah berbaring kaku dengan napas tertahan. Aroma bergamot segar merasuki indra penciumannya sampai dia tidak bisa berpikir jernih.

"You don't change your perfume?"

Aleena lantas menggigit bibirnya yang berucap latah. Kulit wajahnya langsung memerah malu. Sial. Mulutnya mengkhianati logika.

"What?" Dia membeo, lalu terkekeh kecil melihatnya memalingkan wajah. "Oh, nggak. Sauvage-nya Dior yang citrus wanginya enak dan aku suka. Kamu ... masih hafal, ya?"

"Uhm ... harganya juga masih hafal," jawabnya yang terdengar seperti cicitan tikus.

Kali ini dia terbahak. "Bedanya, sekarang aku nggak perlu irit-iritin biar awet."

Aleena tidak bisa menahan dengkusan. Pendapatan Ervan jelas tidak bisa disamakan seperti beberapa tahun lalu. Apa yang dihasilkan sebanding dengan beban pekerjaan dan tanggungan lainnya. Jika sekarang laki-laki itu terkesan berfoya-foya, Aleena akan sangat maklum.

***

Seperti kata Davina, tempat tinggal ayah Ervan berada di pinggiran kota dan jauh dari jalan raya beraspal. Memang masih di sebuah pemukiman warga, tetapi rata-rata rumah di sana sangat sederhana. Sawah menjadi pemandangan di kanan dan kiri jalan bersemen yang hanya muat dua mobil. Tiba di sebuah hunian besar satu lantai, Ervan memarkirkan kendaraan di halaman berumput yang lumayan luas. Tidak ada pagar masuk. Tidak ada pula sekat tembok pada sekeliling rumah. Gaya bangunan itu pun jauh dari kata glamor—seperti rumah besar berpilar milik keluarga Abraham di Jakarta. Konsep arsitekturnya lebih kepada alam, dengan pot-pot bunga menggantung di tiang teras.

After We Divorce [New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang