Chapter 36

21.4K 2.4K 56
                                    

Ervan baru selesai bertemu klien dan memutuskan berkunjung sebentar ke Laa Foodie. Sudah berminggu-minggu dirinya sibuk beradaptasi dengan rutinitas baru sampai mengesampingnya beberapa bisnisnya. Minggu kemarin saja dia absen menghadiri rapat akbar di Laa Foodie dan hanya membaca hasilnya melalui notulensi.

“Saya kemarin baca dari notulensi, beberapa hari lalu peresmian para eksekutif tingkat C Laa Foodie, ya?”

“Benar, Pak,” lugas orang kepercayaan Om Brata. “Selepas peresmian itu, Laa Foodie perlahan memperlihatkan perubahan. Para staff juga menyukai sistem kerja atasan mereka yang baru, sehingga suasana di sini berubah lebih hangat dan ide-ide brilian mulai bermunculan. Anak-anak yang sebelumnya tampak pasif ternyata memiliki potensi yang luar biasa. Selama ini mereka bekerja ‘ogah-ogahan’ karena oleh atasan yang otoriter dan suka mengancam potong gaji.”

Ervan mengangguk-angguk. Laa Foodie seolah ‘tertular’ Najiya Fast yang memang memiliki suasana kantor demikian. Banyak tim solid yang bisa dipercaya dan dia jarang mendengar perdebatan belakangan ini. Para C-level benar-benar mendengarkan sarannya untuk menampung seluruh ide anggota divisi dan mencari jalan tengah supaya masing-masing anggota tidak merasa dianaktirikan. Mereka juga kedapatan sering membuat acara kumpul-kumpul santai di luar jam kerja. Katanya, itu adalah salah satu upaya untuk mengakrabkan diri. Ervan tidak banyak berkomentar selagi tidak merugikan perusahaan.

Merasa tidak ada yang ingin ditanyakan lagi, dia lantas menutup laporan di tangan. “Baiklah. Saya rasa tidak ada lagi yang ingin saya tanyakan. Bapak bisa undur diri.”

“Baik, Pak. Saya permisi.”

Sepeninggalnya, Ervan melangkah menuju dinding kaca di ruangan Om Brata. Pemiliknya sedang ada urusan keluar dan dia sudah meminta izin untuk menggunakannya. Kedua tangan Ervan tenggelam dalam saku celana dengan indra penglihatan pengawang ke depan. Sejenak pria itu menikmati pemandangan ibu kota yang sedang terik-teriknya sampai kepalanya ikut berdenyut. Membayangkan sebentar lagi dia harus keluar dari ruangan ber-AC dan ikut memenuhi jalan raya membuatnya menghela napas panjang. Inginnya berbaring saja seharian. Apa daya ada segudang tanggung jawab yang menantinya di kantor.

Baru saja tumitnya hendak memutar, telinganya menangkap suara seperti benda jatuh. Tatapannya mengarah ke atas, tepatnya ke arah balkon di lantai atas. Seseorang tampak berdiri di pinggiran pagar dan sedang berusaha mencari celah untuk lompat ke balkon di hadapannya. Wajah orang itu tidak jelas karena menggunakan masker. Namun, Ervan dapat menangkap dengan jelas sebuah map berlogo Laa Foodie digulung dan diselipkan di bagian belakang tubuh. Dia yakin itu adalah berkas penting dan sosok tersebut adalah pencuri. Kondisi perusahaan yang legang di waktu istirahat agaknya membuka peluang mencuri. Tidak menutup kemungkinan pula, hanya ada segelintir satpam di pos penjagaan dengan tingkat pengawasan yang seadanya.

Sebelum orang itu mengetahui keberadaannya, Ervan berlari keluar. Dua lift sedang turun. Tangga darurat menjadi pilihan satu-satunya jika tidak ingin pelakunya kabur. Kaki-kaki panjangnya melangkah begitu cepat menuruni dua undakan tangga sekaligus. Saking terburu-burunya dan tidak memerhatikan keadaan, Ervan menabrak beberapa karyawan yang melintas.

Pandangan orang-orang di sekitar resepsionis sampai area drop off tidak dihiraukannya, tujuan utama Ervan adalah bagian belakang kantor. Dengan napas terengah dia tiba di sana saat sosok tadi bersiap lompat dari balkon paling bawah. Ervan kembali berlari dan langsung menarik kaki pria bersetelan serba hitam tersebut.

Dia menggertakkan gigi ketika punggungnya membentur tanah, sementara lengannya mengapit leher laki-laki misterius itu yang terus berusaha memberontak. Menggulingkan tubuh, Ervan beralih mencengkram kerahnya sambil membuka paksa masker. Wajah asing. Kuat dugaan jika lawan yang sedang dipukulinya ini ialah suruhan seseorang.

After We Divorce [New Version]Where stories live. Discover now