Chapter 32

25.5K 2.7K 81
                                    

“Kayaknya besok aku perlu belanja, deh. Evan lagi suka banget sama sayur bayam dan jagung. Udah aku coba ganti menu, ujungnya dia nggak mau makan. Menurut kamu baiknya beli ke pasar atau supermarket?”

Ervan mengalihkan konsentrasi dari laptop. “Ke supermarket aja. Aku pengin makan ayam geprek yang ada di sana.”

Hampir pukul sebelas malam. Alih-alih menghabiskan waktu malam Minggu di luar, mereka malah berada di atas ranjang. Berbeda dengan Ervan yang masih duduk selonjoran sambil menyelesaikan pekerjaan, Aleena sudah berbaring menyamping dan berbantalan lengan.

“Kamu suka hunting makanan di supermarket gitu, ya?” Tawa kecilnya mengalun lembut. Ervan betah menikmati pemandangan di sampingnya dan tidak terganggu sama sekali meski tidak berhenti diajak mengobrol.

“Iya. Kalo pas suntuk di rumah, aku biasanya kulineran. Nggak cuma ke sana, kadang ke minimarket point atau Pasar Lama. Sejauh ini makanan yang aku suka malah di tempat-tempat tersembunyi kayak di dalam gang. Kamu sendiri, ada tempat favorit buat kulineran nggak?”

“Aku seringnya ke pasar, sih. Soalnya lebih merakyat harganya. Bisa nawar juga.” Ervan ikut terkekeh. “Aku nggak nyangka, loh, kalo kamu sekarang mau nyobain makanan di tempat-tempat begituan. Kukira kamu tau hidangan mehong di restoran atau hotel berbintang doang. Aku pikir juga, kamu penikmat duri ikan yang harganya juta-jutaan.”

Kali ini Ervan terbahak sampai kasurnya sedikit bergerak. “Mana mungkin aku terus-terusan makan makanan yang porsinya nggak bikin kenyang begitu? Apalagi duri ikan. Aku mending makan di rumah sama telur ceplok.”

“Saranku, kamu kerja sambilan jadi food vlogger aja, biar uang bulananku bertambah terus aku puas foya-foya.”

Ervan mencibir candaannya. Keduanya melanjutkan perbincangan sampai hampir pukul satu dini hari. Laki-laki itu berusaha mengimbangi urusan pekerjaan dan keluarga tanpa diminta, sementara Aleena cukup menghargai usaha Ervan di tengah sempitnya waktu luang.

***

Beralih dari kawasan kebutuhan dapur, mereka menuju arena bermain. Berbagai permainan mulai dari Big Cannon, Dino Time, hingga Road Hawg dimainkan. Bukan hanya mendampingi, pasangan muda tersebut ikut menikmati, utamanya saat beralih pada Dance Revolution. Turun dari permainan, napas Aleena ngos-ngosan. Padahal gerakannya banyak yang tidak pas. Aksinya yang lebih didominasi kepanikan justru menjadi bahan tertawa suami dan anaknya.

“Makanya rajin olahraga, Mama.”

Aleena hanya mencibir kalimat Ervan. Dia mulai sebal karena Evan masih menertawakannya. Namun, daripada melimpahkan kekesalan, perempuan itu malah duduk tenang sambil mengatur napas.

“Abis ini Evan mau main bowling. Mama mau ikut nggak?”

“Nggak, deh, Sayang. Mama capek. Mending nyari minum. Kalo kamu mau main, sama papa aja, ya?”

“Ya udah,” tutur Evan. “Aku mau es coklat, dong, Mama.”

“Papa juga mau, dong.”

“Okelah. Kalian lanjut main aja, Mama nanti nyamperin.”

Aleena keluar dari tempat tersebut dan berkeliling. Indra penglihatannya mengabsen deretan penjual makanan dan minuman yang pegawainya saling menawarkan promo. Alih-alih menuju tujuan awalnya, dia justru tertarik memasuki restoran franchise yang berasal dari Jepang. Di sana Aleena memesan menu andalan, yakni Salmon Shiokoji dan Sumitoridon, sementara minumnya dia memilih Ocha yang free refill. Ervan dan Evan tadi sudah sarapan di rumah. Aleena sendiri yang belum sebab sudah diburu-buru anaknya yang sudah tidak sabar bermain ke timezone.

After We Divorce [New Version]Where stories live. Discover now