"Kau mengejekku?" tanya Torano geram.

"Tidak juga. Hanya sedang menunggu orang-orang lainnya."

"Sudahlah, Barara. Dengan begini misi kami berhasil 'kan?" tanya Fero.

Barara menepuk kedua pahanya secara bersamaan. Lelaki itu kemudian mulai menarik napas dalam. Ada jejak-jejak tawa yang dengan susah payah lelaki itu samarkan.

"Baiklah. Kalian tidak akan dihukum kali ini."

Fero berlonjak ria karena tidak harus memasak selama tiga hari. Lega rasanya kalau nanti ia lapar, hanya perlu menanti. Tidak perlu susah-susah memasak selama tiga hari. Kalau saja masakannya kurang enak, nanti juga akan ada Laguna yang siap mengomeli.

"Siapa namamu, Nak?" tanya Barara kepada Tala. Lelaki itu mencoba bersikap ramah dengan mengelus pelan pucuk kepala Tala.

"Tala, Paman. Nama Paman siapa? Kenapa mata Paman ditutup? Coba buka!" jawab Tala ceria.

"Panggil aku Barara saja. Perihal mata, akan kuperlihatkan, tapi akan kubuka mataku saat di dalam rumah. Mari masuk!"

Tala mengikuti langkah Barara dari belakang. Masih terlihat jelas bagaimana gadis itu berusaha untuk tidak berpijak terlalu dalam pada kaki kirinya. Mungkin gadis itu masih merasakan nyeri.

"Mana? Mana? Aku mau lihat." Tala terlihat mulai tak sabar ingin melihat mata Barara yang sedari tadi lelaki itu sembunyikan.

"Hanya sebentar, ya. Aku tidak bisa membuka mataku terlalu lama." Barara membuka matanya dan membiarkan Tala takjub memperhatikannya.

Mata Tala mulai terlihat berkilau memandangi mata milik Barara. Seperti anak kecil yang menginginkan mainan saat diajak oleh ibunya ke pasar. Mulut gadis itu juga menganga saking takjubnya. Dan sialnya itu hanya berlalu tiga detik saja. Karena Barara sudah kembali menutup matanya. Membuat Tala mau tak mau juga merapatkan mulutnya dan cemberut setelahnya.

"Aku masih mau melihatnya. Bola mata yang indah. Barara, aku juga mau bola mata yang seperti itu."

"Jangan. Walau terlihat indah, tapi aku tidak bisa melihat apa-apa. Aku ini buta. Ingat! Sesuatu yang terlihat indah, belum tentu itu yang terbaik."

"Benar tidak bisa melihat? Tapi kenapa Barara bisa tahu arah jalan tanpa memakai tongkat?"

"Ah, untuk satu itu ... rahasia."

Tala kembali memasang wajah cemberut. Anak itu kini sudah duduk dengan tangan di atas lutut.

"Kau tidak takut pada Tora?" tanya Barara.

"Kau lihat sendiri 'kan tadi aku menggendongnya? Dia benar-benar tidak takut padaku tahu," sanggah Torano yang datang dari arah pintu dengan Fero menyusul di belakangnya.

"Aku tidak bertanya padamu," balas Barara. Kemudian kembali kepada Tala, "kenapa kau tidak takut padanya?"

"Karena Kak Kean baik."

"Kean?"

"Ah, maksudku Kak Torano. Kak Torano baik sama seperti Kak Kean."

Barara menganggukkan kepalanya. "Lalu, kenapa kau mau dibawa ke sini olehnya?"

"Kami sedang bermain penculik dan super hero. Dulu aku sering bermain itu dengan Kak Kean. Kak Kean akan menculikku dan nanti ayah akan menjadi super hero-nya."

Sekarang Torano paham kenapa gadis itu begitu senang saat tadi ia bilang akan menculiknya. Ternyata kata 'culik' yang dimaksud gadis itu adalah permainan yang sering ia mainkan dengan kakaknya. Torano jadi berpikir, kalau saja tadi ia tidak menggunakan kata 'culik' untuk membawa Tala ke sini, apa gadis itu akan mau ikut?

"Lalu, sekarang siapa yang jadi super hero-nya?" tanya Barara lagi.

"Tidak ada super hero. Aku akan membawanya kembali dan nanti akan kuminta tebusan berupa koin emas." Itu Torano yang menjawab.

"Apa boleh begitu? Tidak ada super hero-nya?" tanya Tala.

Torano menggelengkan kepala sebagai jawabannya.

Sepertinya Barara masih begitu penasaran pada gadis ini. Untuk itu ia kembali membuka obrolan dengan Kean yang ia jadikan sebagai topik untuk memulai lagi.

"Kakakmu di mana sekarang?"

Tala menunjuk Torano dengan tangan kanannya. Seolah memberi-tahu Barara kalau kakaknya ada di sana.

"Bukan. Kean yang asli, di mana dia?"

"Kakak pergi kerja. Kata ibu, kakak akan pulang sebentar lagi."

Barara menganggukkan kepala. "Lalu, umurmu berapa?"

Tala menunjukkan jarinya sebanyak enam buah kepada Barara.

"Enam tahun?"

"Kata ibu, kalau ada yang bertanya umurku, aku harus menunjukkan jariku seperti ini."

"Jadi umurmu enam tahun? Lebih besar dari dugaanku. Soalnya tubuhmu kecil sekali," sambar Torano.

Barara kembali membuka suara, membuat Tala kembali terfokus padanya setelah tadi sempat berpindah pada Torano yang tiba-tiba menyela.

"Kutebak, Torano membantumu tadi. Apa yang dia lakukan?"

"Lihat!" Tala menunjukkan kaki kirinya, "Kak Torano dan Kak Fero membunuh ular yang menggigit kakiku dan mengobati kakiku."

Lalu, Tala menceritakan semuanya pada Barara. Mulai dari ia yang bermain petak umpat bersama teman-temannya, lalu ia bersembunyi terlalu jauh sampai lupa arah. Lalu, saat ia sudah bisa menemukan jalan yang bisa membawanya ke rumah, justru ia tak sengaja menginjak ular dan ular itu menggit kakinya. Tala berteriak kencang sekali dan menangis setelahnya. Anak itu meminta tolong sambil berusaha mengusir ular yang masih saja berkeliaran di sekitarnya. Lalu, Torano datang menenangkan.

"Satu pertanyaan lagi. Apa ibumu tidak masalah kau dibawa pergi oleh orang ini?" Barara menunjuk Torano yang hanya mendengarkan saja.

"Ibu sudah memberi izin."

"Okelah kalau begitu. Kalian berdua memang tidak akan mendapat hukuman kali ini. Dengan ini, misi kalian dinyatakan berhasil."

🦊🦊🦊

Hei! Bertahanlah! Sebentar lagi juga akan kupertemukan mereka dengan musuh juga kehancuran yang sudah menunggu.

Half BeastWhere stories live. Discover now