Delapan Belas🦊

Start from the beginning
                                    

"Pertandingan pertama. Akira melawan Nujio!" pekik Barara dari tempat duduknya. Yakinlah lelaki buta itu hanya mengambil nama secara acak saja.

Nujio sudah berdiri di tengah lapangan. Siap menungu Akira untuk ikut terjun ke lapangan. Namun, perkataan Akira justru membuat semuanya ternganga. Termasuk Fero yang berdiri paling dekat dengan Akira.

"Aku menyerah. Nujio, kau pemenangnya!" katanya.

Kini, semua mata tertuju pada Akira. Termasuk Barara yang menolehkan kepalanya ke tempat Akira berada. Benar-benar tak terlihat seperti orang buta.

"Kenapa, Kak? Tidak mungkin Kakak takut 'kan?" tanya Fero heran.

"Jangan konyol, Fero. Aku tidak takut." Akira beralih pada Barara yang bersedekap dada menunggu penjelasan darinya. Maka Akira melanjutkan dengan mata terfokus pada Barara, "Aku yang akan menerima hukuman dari Barara. Karena aku akan menyerah sampai akhir permaian. Nah, Barara! Apa hukumannya?"

Ayumi yang mendengar itu langsung mengangkat tangan ke udara. Meminta izin pada Barara untuk menyampaikan keberatannya. Setelah Barara menganggukan kepala, Ayumi lantas mengangkat suara.

"Apa-apaan kau, Akira? Tidak seru sekali kalau sudah ada yang kalah, padahal pertarungan belum dimulai. Kau ketakutan, ya?"

Laguna ikut mengangkat tangannya. "Kau tidak takut 'kan, Akira? Menurutku akan lebih masuk akal kalau Akira tidak ingin melawan kita sebagai temannya. Kalau memang itu alasannya, tolong jangan ragu, Akira! Bahkan tanpa bertarung pun kita tetap kesakitan setiap hari. Ayolah!"

Pada akhirnya Akira hanya diam saja. Apa yang orang katakan tentang dirinya itu tak masalah. Selagi benar menurutnya, Akira akan kokoh pada pendiriannya. Tidak akan goyah kalaupun itu Fero sendiri yang mencoba menggoyahkannya.

Tidak ada yang mengerti apa tujuan Akira menyerah, kecuali Barara yang paham betul bagaimana jalan pikir seorang Akira. Anak itu punya alasan kuat untuk menyerah ... dan alasan yang paling tepat hanya satu saja yang terlintas di kepala Barara.

"Sudah diputuskan. Permainan berakhir dan Akira yang mendapat hukuman," putus Barara. Itu mendapat penolakan dari muridnya yang lain.

"Tidak bisa begitu, Ayah. Kami juga ingin menguji kemampuan kami sudah sampai di mana. Padahal aku ingin sekali mencoba melawan Laguna."

"Aku? Kenapa aku? Barara! Aku juga tidak terima, padahal aku ingin bertarung melawan Akira." Laguna tampak kesal sekali di sana.

Nikie ikut bersuara. "Aku juga tidak setuju. Aku sudah menanti-nanti hari ini tiba untuk melihat jurus terkeren milik Torano."

Barara memutar kepalanya pada muridnya bergantian. Berhenti lama pada mereka yang menyuarakan penolakan. Hanya dengan cara itu saja, semuanya terdiam. Bahkan Ayumi yang sering bercanda dengan ayahnya saja tampak tak berani membalas tatapan Barara.

"Aku tanya sekali lagi. Ada yang keberatan?" tanya Barara dengan nada sangat biasa. Bahkan tak lupa ia tersenyum manis setelahnya.

Semua diam dan Barara menganggap itu sebagai tanda persetujuan.

"Karena kalian tidak ada yang keberatan ... akan kujelaskan sebelum memberi Akira hukuman, kenapa Akira menolak pertandingan."

Sampai saat itu Akira diam. Sementara yang lain tampak semangat menunggu Barara menjelaskan.

"Tadi Laguna bilang kalau Akira tak ingin  melawan teman-temannya. Sedikit lagi benar. Karena yang sebenarnya Akira hanya tidak ingin melawan adiknya. Semudah itu."

"Hah? Kalau begitu, cukup kalahkan Nujio dan Akira tidak harus melawan siapa-siapa lagi 'kan? Kurasa melawan Nujio bukan hal yang susah untuknya," komentar Laguna.

"Kak Laguna meremehkanku, ya? Menyebalkan." Nujio bersedekap dan menatap tak suka pada Laguna yang malah tersenyum kikuk di tempatnya.

"Nah, Akira. Teman-temanmu penasaran. Aku atau kau yang akan menjelaskan?" tawar Barara.

Akira menarik napas dalam, kemudian menghembuskan secara perlahan. "Aku tidak ingin adikku kenapa-kenapa. Aku tidak ingin Fero bertarung, lalu terluka, kalah, dan ujung-ujungnya dia yang mendapat hukuman dari Barara."

"Eh? Kak, aku bahkan belum melawan siapa-siapa. Kenapa menyimpulkan kalau aku yang akan kalah? Kakak terlalu meremehkanku kalau begitu," omel Fero. Sama sekali tak terima dengan alasan Akira yang malah terkesan meremehkannya.

"Kau pikir aku ini siapa, hah? Aku ini kakakmu. Aku tahu betul sampai mana kemampuanmu, Fero."

"Kalau belum mencoba, bagaimana tahu akhirnya? Kau terlalu seenaknya memutuskan sesuatu, Akira," omel Nikie yang sudah benar-benar kesal.

"Terserah kalian! Barara, apa hukuman untukku?"

Barara tersenyum, sementara muridnya yang lain tampak kesal dengan jawaban Akira. Anak itu benar-benar seenaknya saja. Padahal Akira itu anak baru dan sudah berani seenaknya. Bagaimana kedepannya coba? Pasti setelah ini ia akan bertindak seperti seorang ketua. Mengingat Barara juga pernah berkata ingin menjadikan Akira murid kesayangannya.

Kecuali Torano. Anak itu bahkan sama sekali tak tertarik pada perdebatan orang-orang di sana. Karena bagi Torano pembahasan itu hanya buang-buang waktu saja. Akan jauh lebih menyenangkan kalau semua setuju dan perdebatan itu tak harus ada. Apa susahnya menyetujui keputusan Akira dan Barara. Lagipula pertandingan antar teman tak begitu menarik perhatiannya. Akan lebih seru melawan yang benar-benar musuh. Karena itu ia tak perlu menahan diri untuk menyerang.

Nujio juga tampak hanya bengong saja. Baginya pertarungan itu diadakan atau tidaknya itu bukanlah masalah. Yang terpenting bukan dia yang mendapat hukuman Barara. Itu jauh lebih penting dari apa pun baginya. Karena biasanya hukuman Barara itu kurang masuk akal dan banyak bahayanya. Kadang juga pekerjaan yang mudah akan ia buat susah. Seperti menebang tiga buah pohon dengan pisau dapur contohnya. Ditambah lagi batang pohon yang sebesar paha orang dewasa. Barara itu 'kan pemikirannya sedikit gila. Senang sekali melihat anak muridnya susah payah.

🦊🦊🦊

Yah! Enggak jadi tanding satu lawan satu.

Half BeastWhere stories live. Discover now