56. PERTUKARAN MAHASISWA

185 53 7
                                    

✨-Happy Reading-✨

Pintu kaca tak tembus pandang itu diketuk berkali-kali. Bertepatan dengan tangannya yang berkeinginan mendorong, pintu sudah terbuka lebih dulu. Agak dikejutkan akan kehadiran salah satu dosen mata kuliahnya. Megi mengulas senyum canggung, membungkukkan setengah badannya sebagai tanda kesopanan seorang mahasiswa, walau umurnya baru menginjak kepala tiga. Helaian rambutnya yang terurai sebagian menutupi wajah, Megi terburu-buru menyelipkannya ke belakang telinga.

"Pagi, Pak." sapa Megi ramah.

Dosen dengan nametag—Reza Mahardika itu tersenyum balik, "Pagi juga, Megiska. Mau bertemu Bu Vina?" tanyanya melirik sekilas pintu kaca yang berada tepat di belakang tubuh tegapnya.

"Iya, ada 'kan, Pak?" Megi bertanya memastikan, mencengkram erat tali ranselnya.

"Orangnya ada. Silakan masuk, kebetulan urusan saya sudah selesai." jawab Pak Reza mengakhiri kontak matanya dengan si mahasiswa ketika benda pipih dalam genggamannya itu berdering. Memutar intro lagu timur tengah yang entah Megi tidak tau judulnya apa.

"Permisi, ya, Pak." pamit Megi mengambil langkah lebar, mendorong kembali pintu ruangan Dekan yang sudah tertutup rapat sebab terlalu lama mereka berbincang.

Hembusan pendingin ruangan seakan menyambut kedatangannya. Pemandangan pertama yang Megi lihat ialah Bu Vina dengan tumpukan kertas-kertas di atas meja. Sepertinya wanita itu tengah sibuk juga kebingungan, terlihat jelas dari kerutan di dahinya. Megi melangkah mendekat, menghentikan langkahnya di depan kursi berwarna hitam. Refleks, ia berdeham membuat Bu Vina langsung mendongak karena keterkejutannya. Dalam hati Megi merutukki tindakannya yang tiba-tiba, kemungkinan memberikan kesan kurang sopan. 

"Assalamualaikum," ujar Megi bergerak gelisah, menyembunyikan gugup yang seketika melanda.

"Waalaikumussalam," Bu Vina menegakkan punggung, melepaskan kacamata minus yang bertengger manis di hidung bangirnya. "Megiska Thanira, administrasi fiskal angkatan 20?" tanyanya menebak. Maklum ia jarang berinteraksi dengan mahasiswa, tugasnya banyak dilakukan di dalam ruangan ini.

Anggukan singkat sebagai balasan. "Benar, Bu."

"Silakan duduk dulu, saya mau beberes berkas," titah Bu Vina menunjuk sofa merah maroon yang tampak mencolok, terletak di sudut ruangannya.

"Baik, terima kasih, Bu." sahut Megi. Tungkai kakinya membawa ia mendekati sofa, mendudukkan bokongnya di sana.

Kali pertama Megi memasuki ruang Dekan selama hampir 1 tahun ia menjadi mahasiswa di Universitas ternama di Jakarta. Jika digambarkan mirip seperti ruangan kepala sekolah semasa SMA. Sepasang netranya berkeliling, melihat objek-objek yang ada dengan sunggingan senyum merekah menghiasi wajah cantiknya. Terdapat foto Bu Vina yang terpajang rapi di dinding, Megi menyipitkan mata guna memperjelas penglihatannya, membaca gelar yang tertera di belakang nama.

"Kamu lagi ada kelas atau kosong?" tanya Bu Vina membersihkan tangan dengan tisu basah, kegiatan beberes berkahnya telah selesai.

"Kebetulan hari ini cuma ada kelas pagi, sudah selesai daritadi, Bu." jawab Megi seadanya.

Bu Vina terduduk di single sofa, menaruh bantal di pahanya. "Saya langsung saja ke intinya, ya?" Pertanyaan itu terdengar seolah-olah meminta izin, Megi lagi-lagi mengangguk setuju. "Tahun ini Universitas kita mengadakan pertukaran mahasiswa ke luar negeri, sesuai dengan kesepakatan kerjasama di bidang pendidikan. Melihat IPK kamu selama 2 semester ini menurut saya sangat memuaskan dibandingkan yang lain, jadi saya ingin menawarkan kamu untuk mengikutinya, andaikan tidak keberatan." ucap Bu Vina rinci, membahas topik terkait begitu jelas serta mudah dimengerti.

SEGITIGA SEMBARANG [SELESAI]Där berättelser lever. Upptäck nu