27. WHAT RELATIONSHIPS?

297 62 20
                                    

✨-Happy Reading-✨

"Lo repot banget, Dy!"

Entah sudah berapa kali Megi menghembuskan napas gusar kala melihat teman satu frekuensinya itu berdiri di depan kaca tanpa bergerak sedikitpun. Keduanya kini tengah berada di dalam kamar mandi lantai 2 yang cukup sepi. Tadinya Maudy berkata ingin buang air kecil, tapi ternyata cuma tipu belaka. Megi memijat pangkal hidungnya, ia sudah lelah menjalani kuliahnya hari ini, belum lagi mendapatkan tugas makalah yang memusingkan.

"Sebentar doang, bibir gue pucat tau." balas Maudy buru-buru mengeluarkan lipbalm dari dalam tasnya, sebelum sneakers yang terpasang di kaki jenjang Megi melayang lalu mendarat manis di kepalanya.

"Terus lo ngapain diem aja di depan kaca? Ini udah 3 menit," tanya Megi keheranan, kakinya pegal-pegal, tidak kuat menopang tubuhnya lebih lama. Perutnya juga keroncongan karena tadi pagi ia tak sempat sarapan.

"Ya, gue cuma mau bandingin muka gue lewat kaca sama kamera handphone," jawab Maudy polos. Cewek cantik itu berfoto ria dengan seulas senyum yang terpatri di wajahnya.

"Sumpah, lo kurang kerjaan!" cibir Megi gemas, menendang pintu pembatas kamar mandi tanpa ampun.

Maudy menarik senyum paksa, memperlihatkan deretan gigi putihnya yang malah terlihat seperti orang bodoh. "Hehehe ... marah-marah mulu, pantes aja setan suka nempel terus sama elo." ejek Maudy membuat temannya itu langsung terbelalak karena tidak terima dengan pernyataan tersebut.

Enggan menghabiskan waktu lebih lama, Megi menarik pergelangan tangan Maudy tanpa berperasaan. Langkah kakinya saling mendahului, tidak mempedulikan temannya yang kelabakan di belakang sana. Koridor ramai dilalui oleh beberapa mahasiswa, bahkan ada yang duduk di lantai tanpa beralaskan apa pun, membuat kelompok kecil untuk menyelesaikan tugas atau sekadar belajar bersama.

"Woi! Pelan-pelan, Jamilah!" teriak Maudy, mencoba melepaskan pergelangan tangannya yang kemungkinan sudah memerah dan lecet.

"Ck, diem." titah Megi tidak menolehkan kepalanya sama sekali, matanya tetap lurus ke depan.

"Andai gue ditariknya sama cogan, pasti udah pingsan aesthetic," tutur Maudy memejamkan kelopak matanya, kini sudah masuk waktu berhalusinasi ria, memikirkan alur cerita yang menarik.

"Terus selama ini pacar lo itu bukan termasuk jejeran cogan?" tanya Megi mengangkat sebelah alisnya, langkah kakinya terhenti tiba-tiba, alhasil Maudy yang tidak menyadari menubruk punggung keras itu.

"Em ... cogan juga, tapi dia terlalu manis, gue selalu kalah cantik kalau date sama dia." jelas Maudy sembari mengerucutkan bibirnya. Jikalau Rasta terlahir sebagai seorang cewek, sudah pasti menjadi incaran para buaya karena wajahnya itu campuran antara ganteng, manis, dan cantik.

"Bego dipelihara," celetuk Megi mengusap dadanya, menyalurkan kesabaran.

Kalau dipikir-pikir Megi itu dikelilingi oleh manusia-manusia kekurangan vitamin W, alias waras. Diantara mereka tidak ada yang normal, semua punya sisi aneh dan masalahnya hampir sama. Maudy dengan kebodohan naturalnya, disusul Dito dengan segala tingkah absurd yang membuat orang lain menggelengkan kepala, ditambah Arka si tukang gombal, kerjaannya bikin anak perawan macam orang kesurupan, dan terakhir Ganda si buaya darat yang berkedok sudah taubat tapi hobinya buat cewek-cewek menjerit kehilangan harga diri.

"Harusnya gue pelihara apa? Tuyul? Babi ngepet? Request dong, Gi." pinta Maudy terkesan pemaksaan.

Megi menatap teman kesayangannya itu dengan sorot miris. Apa berhubungan jarak jauh dengan sang pacar membuat mental juga terganggu, sungguh sekarang Maudy tampak menyedihkan sekali. "Dy, lo ada niat buat shodaqoh-in otak lo nggak? Kasihan, nggak pernah dipake juga soalnya," gumamnya seraya menepuk-nepuk pundak Maudy pelan.

SEGITIGA SEMBARANG [SELESAI]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant