22. TEKANAN BATIN

290 63 163
                                    

✨-Happy Reading-✨

Sekar berjalan mendekati anak, cucu, serta menantunya yang terduduk di gazebo kayu di belakang rumah dengan sorot tajam. Langkah kakinya terhenti, ia berkacak pinggang, sesekali mengarahkan perhatiannya pada gadis cantik yang sedang bermain dengan Lisa diujung sana. Wanita tua itu berdeham singkat membuat seluruh pusat mata tertuju padanya.

"Nenek mau bicara sama kamu, Dito." ujar Sekar menginterupsi keadaan hening.

Gerakan tangan Dito langsung terhenti, ia mendongakan kepala, melirik ke arah Mana dan Papa yang sama-sama bungkam, memberikan kode kedipan mata agar anak sulungnya itu mau menuruti permintaan Nenek. Dito menghela napas kasar, buru-buru beranjak dari duduknya lalu memakai sepasang sendalnya, mengikuti kepergian Nenek di depan sana.

Perasaan Dito mulai tak enak, ia merasa ada sesuatu yang akan menimpanya lagi dan lagi. Dito terduduk di sofa, berhadapan dengan Neneknya yang kini terlihat santai tanpa seulas senyum. Dito menundukkan kepala, menyatukan jari-jemarinya. Sudah lama tidak bertemu, mereka seperti orang asing, ditambah suasana berubah canggung.

"Gadis itu siapa kamu?" tanya Sekar to the point, ia tidak suka berbicara berbelit-belit sebab terlalu membuang waktu.

"M-maksud Nenek?" tanya Dito kebingungan, samar-samar dahinya berkerut.

"Siapa gadis yang bersama Lisa?" Sekar mengulangi pertanyaan dengan nada tegas, tapi tidak kunjung mendapat balasan.

"Dia itu p-" Entah mengapa Dito tidak mampu melanjutkan perkataannya, lidahnya seakan kelu, semua jawaban tertahan diujung, ia berpikir jika sebentar lagi bencana akan datang menerpa.

"Kekasih kamu?" Sekar menyeringai tipis mendapatkan kediaman cucunya. "Dia sangat cantik, tapi sayang sifatnya berbanding terbalik dengan rupanya." ucap Sekar dengan tatapan lurus ke depan.

Dito berusaha menyimak ucapan Nenek barusan, ia tidak bisa berpikir jernih sehingga sampai saat ini belum juga mengerti apa yang dimaksud oleh wanita tua itu. Dito menelan ludahnya susah payah, menghindari tatapan tajam yang malah mengintimidasi serta membuat bulu kuduknya meremang.

"Nek ... ada apa lagi?" tanya Dito lirih.

"Gadis itu tidak punya sopan santun, bahkan dia melewati Nenek begitu saja saat Nenek berada di hadapannya," jawab Sekar lugas dengan gigi bergemeletuk, menambahkan kesan mengerikan.

"Mungkin Megi nggak denger, dia juga lagi main sama Lisa." kata Dito meluruskan kesalahpahaman yang terjadi, agar Nenek tidak terus-menerus menyalahkan Megi yang jelas-jelas tak tau menahu soal ini.

Sekar menyatukan tangannya, mengangkat sebelah alisnya. Kalau dilihat-lihat wanita tua ini tidak jauh berbeda dengan mertua jahat yang berakhir terkena azab. "Begitu, ya. Tapi dia tidak bisa mengatur kosakata bahasa dengan siapa dia berbicara. Lisa itu masih kecil, seharusnya diajarkan bertutur kata yang baik. Pertemuan pertama, Nenek tidak dengan gadis yang diakui sebagai kekasih kamu." tutur Sekar sengaja menekankan setiap katanya.

Selalu seperti ini, Dito tidak habis pikir, sebenarnya apa yang bersemayam di otak Neneknya. Mengapa seringkali menghakimi seseorang, bahkan belum pernah bertemu. Kemungkinan besar Nenek kurang refreshing, jika libur semester genap tiba, tolong ingatkan Dito agar mengajak Neneknya berlibur ke taman margasatwa lalu meninggalkan wanita tua itu sendirian di dalam kandang singa.

"Kenapa Nenek selalu mempermasalahkan soal kecil kayak gini? Dito juga bisa kasih tau Megi secara baik-baik!" sarkas Dito tanpa mempedulikan rasa sopan santunnya pada yang lebih tua.

"Dia itu nggak baik buat kamu, Dito!" gertak Sekar seraya mendaratkan gebrakan kencang di meja kayu.

"Bahkan Nenek nggak tau siapa Megi! Nenek nggak bisa menilai orang lain hanya dari katanya, tapi bukan kenyataannya." balas Dito dengan deru napas terengah-engah.

SEGITIGA SEMBARANG [SELESAI]Where stories live. Discover now