38. MALAM YANG MALANG

231 57 94
                                    

Kadang demi mempertahankan apa yang kita punya, menghancurkan hidup orang lain itu diperlukan. Gue egois, ya? But that's how it is.

✨-Happy Reading-✨

Йой! Нажаль, це зображення не відповідає нашим правилам. Щоб продовжити публікацію, будь ласка, видаліть його або завантажте інше.

✨-Happy Reading-✨

Dentuman musik yang dimainkan oleh DJ ternama menggema ke seluruh penjuru ruangan, diiringi tarian erotis para pengunjung dari berbagai umur. Lampu berwarna-warni yang tampak mencolok seakan menjadi ciri khas tempat hiburan yang buka pada waktu larut malam. Meja bundar djipojok kiri menjadi pilihan, katakanlah ini kali kedua mereka datang ke klab malam tanpa alasan yang jelas, tak ada yang dilakukan selain mengobrol ria ditemani gelas-gelas cantik berisi jus menyegarkan. Setidaknya menghilangkan beban barang sejenak.

"Lo minum, Gi?" tanya Ganda penasaran pada cowok yang memiliki tinggi badan lebih jauh darinya.

Dengan ragu Argi mengangguk, mengangkat gelas khusus berukuran kecil dalam genggamannya. "I-iya, Bang, tapi jarang-jarang doang." jawabnya mengukir senyum simpul.

"Kurangin, jangan berlebihan, nggak baik buat kesehatan lo." peringat Ganda menepuk-nepuk puncak kepala Adik kelasnya sewaktu SMA—menjabat sebagai ketua Alaster saat ini.

"Pasti, tenang aja, Bang." balas Argi menenggak minuman beralkohol rendah dari gelasnya, disambut rasa tajam nan hangat yang mengaliri kerongkongan.

Interaksi yang dulu sering terjalin kembali menyusup, merasakan kehangatan pertemanan dan kekeluargaan yang tidak bisa didapatkan di mana pun. Sorak-sorai berisik sama sekali tak menganggu, berbagi canda diiringi tawa bahagia menimbulkan efek lain. Rasanya ingin sekali menghentikan waktu, membiarkan kebersamaan berjalan lebih lama lagi, mengikis jarak yang tercipta di antara mereka. Sebentar lagi kesibukan akan menguasai, terutama ujian semester yang akan berlangsung dalam hitungan Minggu.

"Rokok nggak?" Arka mengeluarkan sebungkus rokok bermerk terkenal dari dalam kantong jaket denim-nya.

"Sini satu, deh." pinta Rasta mengulurkan tangan, posisinya duduk berhadapan dengan Dito di samping kiri. Beberapa anggota Alaster lainnya memilih duduk memisah karena kursinya tak cukup.

"Dih, tumben banget lo mau, Sta." timpal Dito dengan kerutan dahi.

"Udah lama nggak, pengen aja," kata Rasta menyelipkan sebatang rokok pada belah bibirnya, mematik api bersumber dari korek gas.

Kumpulan asap mengepul di udara, mungkin bagi orang-orang yang tidak terbiasa akan langsung terbatuk. Semenjak kelas 12 SMA, mereka mulai bermain-main dengan barang nikotin tersebut. Lama-kelamaan berubah candu yang amat sulit ditinggalkan. Namun, masih tau bagaimana batas dalam pemakaian, memikirkan kondisi kesehatan yang mengancam. Terlebih saat sedang stres, tumpukan tugas dari dosen membuat mereka pengap bukan main, rokok akan menjadi tempat pelarian.

"Besok lo jadi balik ke Jogja?" tanya Arka menhirup rokoknya, menghembuskan perlahan dari celah bibir serta lubang hidungnya.

"Iya, paling siangan, lah." Rasta membuang ujung abu rokok ke asbak yang sudah disiapkan di meja.

SEGITIGA SEMBARANG [SELESAI]Where stories live. Discover now