32. STASIUN KOTA

239 59 37
                                    

✨-Happy Reading-✨

Bunyi roda kereta yang bergesekan dengan rel panjang terdengar ngilu dan memekakkan gendang telinga. Ribuan orang dari kalangan atas ataupun bawah berlalu-lalang membawa barang bawaan mereka. Tentu stasiun kota ramai dikunjungi sebab hari ini adalah Minggu, banyak orang berpergian ke berbagai tempat. Tepat saat sebuah kereta tujuan Jakarta—Cikampek terhenti, orang-orang yang tengah duduk bersantai di kursi langsung beranjak lalu berlarian masuk ke dalam gerbong, saling mendahului, tampak begitu kacau dan mengerikan.

Aktivitas padat ini tak luput dari perhatian keempat remaja tanggung yang bersandar di tembok berwarna putih gading seraya menyeruput secangkir coklat panas. Tidak ada angin serta hujan badai, tiba-tiba salah satu teman mereka yang merantau di Kota pelajar—Yogyakarta meminta dijemput pada pukul 11 siang dan tidak boleh telat atau kena amarah. Siapa lagi orang itu kalau bukan Rasta—si bahu gengster. Padahal liburan semester masih 1 bulan lagi, mereka tidak tau pasti apa tujuan Rasta pulang, mungkin terkena drop out karena merusak peralatan kampus. Jangan terlalu dipikirkan, itu hanya pikiran sempit seorang Dito Lavian.

"Cengar-cengir mulu, mingkem kali nanti lalat masuk!" seru Dito membekap mulut Maudy kasar, mengalihkan pandangan cewek itu dari layar handphone dan dihadiahi pukulan kencang di lengannya.

"Diem dong, jomblo! Nggak tau apa kalau anak perawan lagi berbunga-bunga," Maudy memincingkan mata, mengibaskan rambutnya ala-ala model di majalah Internasional.

"Enak aja, gue nggak jomblo, ta—" Ucapan Dito menggantung di ujung lidah, tersenyum kikuk kala manik hitamnya bertemu dengan sepasang mata lain.

"Apa, hah?" tanya Maudy penasaran, alis tebalnya tertaut.

"Kepo lo Ronggeng!" ketus Dito menoyor kening Maudy singkat sehingga sang empu menjerit kesal.

Awal-awal, Dito mengira Maudy akan terus jutek serta sinis walaupun sudah memiliki hubungan dengan temannya, tapi dugaannya itu salah sebab Maudy semakin menggila apalagi disatukan dengan Megi yang kasarnya not have akhlak. Begitulah, 2 preman dalam satu ruang lingkup, hancur lebur. Jangan lupakan kehadiran Megi di sini, menyaksikan pertengkaran Dito dan Maudy yang tidak berujung, ada saja yang dipermasalahkan meskipun tidak begitu penting. Sebenarnya Megi malas berkeliaran keluar rumah, tapi paksaan temannya itu membuat ia lemah dan memilih meninggalkan kamar ternyaman.

"Ekhem ... btw, kenapa Arka nggak ikut, Gan?" tanya Megi memusatkan perhatian pada cowok pemilik eyes smile, rasanya canggung jika menanyakannya pada Dito, dalam garis kutip basa-basi.

"Lo nyariin Arka? WAH, ADA APA DENGAN MEGI?!" pekik Maudy heboh, sengaja menggoda Dito dengan menyenggol lengannya kemudian menyeringai tipis.

"Gue tampol congor lo, ya, Dy! Gue nanya cuma penasaran, biasanya mereka kayak biji salak," sarkas Megi memberikan tatapan mautnya, seketika nyali Maudy ciut dan menggeser diri untuk bersembunyi di balik tubuh tegap Ganda yang terbalut jaket jeans.

"Dia lagi banyak urusan, makannya belakangan ini jarang kumpul, tadinya mau ikut tapi nggak bisa." jawab Ganda diakhiri senyuman tipis, tapi sayangnya damage cowok itu bukan main.

Penggambaran visual Ganda itu benar-benar keren. Dadanya bidang, punggungnya tegap, mempunyai eyes smile, otot lengan dan perutnya tidak perlu diragukan lagi karena terkadang suka tercetak dibalik kaos tipisnya, ditambah deep voice yang sukses membuat cewek manapun merinding serta tergila-gila. Satu lagi, ekspresinya sulit tertebak. Dalam keadaan marah, sedih, kecewa, dan senang tentu raut wajahnya tetap sama. Senyum lebar sampai-sampai sepasang mata berbentuk bulan sabit itu menghilang. Intinya terlalu sempurna untuk dijabarkan.

SEGITIGA SEMBARANG [SELESAI]Where stories live. Discover now