40. PUKULAN PERINGATAN

229 58 41
                                    

Peringatan pertama buat lo! Sekali aja lo muncul di hadapan Megi, berani nyentuh dia seujung kuku pun, gue nggak segan-segan buat hancurin lo.

Peringatan pertama buat lo! Sekali aja lo muncul di hadapan Megi, berani nyentuh dia seujung kuku pun, gue nggak segan-segan buat hancurin lo

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

✨-Happy Reading-✨

"Mang, buburnya 2 mangkuk, dimakan di sini." ujar Dito mendekatkan diri pada gerobak berwarna biru muda yang ramai dikelilingi para pembeli.

"Siap, tunggu sebentar." sahut si penjual bubur ayam yang lebih akrab dipanggil Mang Jaka—mengacungkan jari jempolnya seraya tersenyum lebar.

Rata-rata pembeli tidak makan ditempat, jadi kursi-kursi plastik masih tersisa banyak. Dito mendudukkan bokongnya, mengangkat sebelah kakinya sambil memperhatikan kondisi jalan raya yang ramai dari lalu-lalang kendaraan bermotor. Mengucek matanya, siapa tahu ada kotoran yang menempel, mau taruh di mana harga dirinya? Maklum tadi ia terlalu buru-buru langsung pergi ke rumah Megi dengan bermodal cuci muka lalu ganti celana kolor menjadi jeans sebatas mata kaki.

Kepalanya menoleh ke samping, Megi diam tak bergeming memainkan jari-jemarinya yang saling bertaut. Entah sudah ke berapa kalinya cewek itu menghela napas kasar. Hilang sudah guratan keceriaan yang menghiasi wajahnya, tergantikan oleh sorotan kosong serta wajah pucat layaknya mayat hidup. Jika boleh mengulang waktu, Dito menginginkan Megi yang kemarin-kemarin, sebelum kejadian naas itu datang. Rindu pada sosok Megi yang kasar, galak, sering mengumpat, dan paling anti menangis seberat apa pun masalah yang dihadapi.

"Lo ada kelas siang?" tanya Dito memiringkan kepala, melihat jelas sang lawan bicara yang menunduk.

Megi menggeleng singkat, mengetuk-ngetuk ujung sepatunya pada permukaan tanah kering. "Habis ini lo ke mana?"

"Balik ke kost, kelas gue nanti jam 10-an," jawab Dito mengulas senyum tipis. Dalam hati ia mengucapkan rasa syukur sebab Megi mulai mau menjawab pertanyaannya.

Dua hari Megi mengurung diri di dalam kamar, mengabaikan panggilan keluarganya yang khawatir, ditambah Megi melupakan mengisi perut karena sibuk merenung. Selama itu juga Megi enggan pergi ke kampus, mengambil jatah bolosnya tanpa memberikan keterangan. Setiap kali ditanya alasan serta penyebabnya, cewek berambut ombre itu akan menangis ketakutan seraya merapatkan diri pada tembok. Tak ada pilihan lain, Dito pasti datang untuk sekadar membujuk sifat keras kepalanya, berakhir menyuapkan beberapa kali sendok dengan sedikit paksaan atau mengancam akan menceritakan kejadian di klab tersebut pada orang tua Megi.

"Sorry, jadi ngerepotin lo gini," cetus Megi dengan rasa bersalah.

"Santai kali, gue udah janji masa dilanggar, sih."

Tungkai kaki Mang Jaka mendekat, memberikan 2 mangkuk bubur ayam pada pembeli langganan. Wanginya benar-benar khas dan mengunggah selera membuat perut tambah keroncongan. Dito si penyuka pedas meraih tempat sambal lalu menuangkan 3 sendok kecil pada mangkuknya. Megi menatap bubur ayamnya tak berminat. Sendok stainless itu terus bergerak mengaduk-aduk sehingga tercampur rata, sedangkan pikirannya berkelana entah ke mana.

SEGITIGA SEMBARANG [SELESAI]Where stories live. Discover now