48. LELUHUR PARA BUAYA

257 54 26
                                    

✨-Happy Reading-✨

Warung kopi depan universitas menjadi tempat persinggahan sementara ketiga cowok itu sehabis kelas pagi berakhir. Ditemani es teh manis juga mie rebus dengan asap yang masih mengepul. Persetan soal 4 sehat 5 sempurna karena makanan murah, enak, instan adalah yang paling dicari. Teruntuk Ganda masih harus meneruskan kelas siang, tapi nanti sehabis adzan Dzuhur, terlebih cowok bermata bulan sabit itu akan mengikuti praktek, mengharuskannya belajar semakin giat demi mencapai target nilai yang memuaskan.

"Teh gue, anjing!" seru Dito kala gelas tehnya dibawa menjauh, ia mendelik tajam.

Arka mengibaskan tangan ke depan mulutnya yang terbuka. "Bagi dikit, pedes banget." balasnya tetap menenggak es teh manis tersebut sampai setengah gelas.

"Lagian nggak bisa makan pedes, gaya-gayaan pake cabe 5 biji," cibir Dito melanjutkan memasukkan gulungan mie serta menyeruput kuah panasnya.

"Berisik." Air mukanya kembali normal, tidak merah seperti tadi, tapi rasa pedas diujung lidahnya tak kunjung hilang.

Dihadapkan oleh pertengkaran telah menjadi makanan sehari-hari bagi Ganda, ia benar-benar sudah terbiasa mendengar teriakan kedua temannya itu hanya karena masalah sepele. Ada keinginan untuk resign dari pertemanan yang tidak pernah sekalipun menguntungkan, ia selalu merugi. Tapi, jika dipikir-pikir teman-temannya itu punya keunikan tersendiri, sulit juga mencari jajaran manusia hobi melawak, seolah-olah hidup mereka tidak punya beban.
 
"WOAH ... JISSA TUMBEN JAJAN DI WARKOP, NIH!" pekik Arka menunjuk seseorang dibalik gerombolan mahasiswa fakultas lain yang tampak asing.

Yang disebut namanya berkacak pinggang, merotasi 'kan bola matanya. "Emang kenapa? Nggak boleh?" tanya cewek berbadan gempal dengan surai selehernya.

"Boleh, sekalian bayarin atuh." gumam Arka, seketika nyalinya menciut.

"Sini deketan, biar gampang gue nampol muka lo!" ujar Jissa memberikan kode dengan menggerakkan tangan, membuat Arka seketika mati kutu disertai wajahnya yang pucat pasi.

"AHAHAHA ..,"

Tawa meledek menggelegar, Ganda refleks menepuk-nepuk lengan Dito yang duduk tepat di sebelahnya, bahkan sepasang matanya mendadak hilang tertelan bumi. Dito meringis, merasakan ngilu pada tulangnya. Namun, sebab tidak berani membalas, ia malah menepuk kencang punggung Arka dengan cengiran lebar khasnya. Jissa yang menyaksikan secara langsung interaksi ketiga cowok bodoh itu spontan menggelengkan kepala, bisa-bisanya dari SMA ia selalu dalam ruang lingkup yang sama.

"Udah lama nggak liat, makin bohay aduhai, ya." tutur Dito menutup mata kanan, membentuk pola dengan mengangkat tangannya ke atas lalu ke bawah.

"Ngeledek gue?!" tanya Jissa setengah berteriak.

"Dih, orang dipuji juga," cicit Dito memasang wajah memelas, kepalanya tertunduk seakan menjadi pihak yang paling tersakiti.

Jissa berdecak sebal, mengeratkan pelukannya pada map plastik berwarna hijau. "Lo pikir gue dongo? Cengengesan gitu,"

Siapa yang bilang dunia itu luas? Mana buktinya? Sebisa apa pun ia menghindar, nyatanya tetap bertemu dengan mereka yang tak pernah habis-habisnya meledek sejak dulu. Beruntung hanya candaan biasa, bukan tipe yang membawa fisik sebagai bahannya, selalu sukses memancing emosi yang membuatnya berteriak kesal sembari memaki dengan puluhan kata kasar. Jissa berjalan mendekat, mengambil gorengan bakwan jagung serta risol isi bihun dari nampan yang masih hangat.

"Jis, jangan diborong semua, nanti yang lain nggak kebagian." ucap Ganda saat melihat seaktif apa mulut kecil Jissa mengunyah. Terhitung ada 5 jenis gorengan penuh minyak yang masuk ke lambung.

SEGITIGA SEMBARANG [SELESAI]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant