29 : Hubungan Baru

22 4 0
                                    

Hubungan Clara dan Kenzo dimulai setelah Clara menganggukkan kepalanya. Mungkin ini salah tetapi, rasa iba Kenzo lebih besar daripada rasa sayangnya. Ia saja bingung menghadapi masalah ini.

Kenzo berjalan mendekati jendela kamarnya. Ia dari tadi berusaha menghubungi sosok Thania. Ia merasa bersalah karena telah melakukan sesuatu di balik punggung Thania. Ah, terlanjur sudah.

"Halo," sapa Kenzo girang setelah Thania mengangkat teleponnya.

"Ada apa, Zo? Aku sibuk," jawab Thania lemah.

Ada apa dengan dirinya? Kerutan kening Kenzo menandakan sebuah kekhawatiran. Ia masih mempunyai sedikit tanggung jawab terhadap Thania. Jika ada apa-apa, bukankah ia bisa menjadi salah satu penyebabnya?

"Mau apa? Aku ke rumahmu," ucap Kenzo dan berjalan mengambil jaketnya.

"Nggak, nggak usah, Zo. Ngrepotin kamu, makasih," tolak Thania lembut. Ia tidak mau mengganggu kehidupan Kenzo. Biarlah semuanya mengalir sesuai alurnya.

Kenzo mendesah pelan. "Yah, nggak apa-apa. Ya? Kamu mau apa?"

Thania dari seberang sana tampak mendecak kesal dengan sifat Kenzo yang mulai muncul. "Nggak, Zo. Udah telponan gini aja, lagian kamu juga sibuk nugas, 'kan?"

Entah mengapa Kenzo mengangguk walau Thania tidak bisa melihat anggukannya. Seakan kucing yang mematuhi perintah majikannya, Kenzo melepas jaketnya dan kembali menggantungnya. Ia mematikan sambungan telepon sepihak tanpa aba-aba dan menggantinya dengan video call.

Mereka tampak mengobrol seakan-akan bahagia dan menyembunyikan sesuatu. Kenzo berusaha terlihat bahagia dan tidak menimbulkan kecurigaan dari Thania.

Sudah dua jam mereka saling mengobrol dan bertukar cerita tentang hari ini. Thania dengan senang hati menceritakan kisahnya yang ia alami selama seharian penuh. Sedangkan Kenzo, ia sangat terlihat menyembunyikan sesuatu dari Thania.

___

Thania merebahkan tubuhnya ke atas kasurnya. Ia memejamkan matanya sejenak. Beban hari ini sudah cukup berkurang setelah ia menceritakan keluh kesahnya kepada Kenzo. Entah mengapa rasa bahagia menyeruak dalam hatinya.

Namun, meskipun seperti itu, tetap saja ada secuil rasa kecewa dan curiga terhadap Kenzo. Sebenarnya, ada apa dengan Kenzo? Mengapa dari raut mukanya ia tampak menyembunyikan sesuatu? Jika iya, apa itu? Thania berhak tahu akan hal itu!

"Gue capek, Tuhan," keluh Thania dan memluk gulingnya seakan memeluk Kenzo.

Ah, sudah lama ia tidak jalan berdua dengan Kenzo. Alasannya masih sama, lomba debat tetap saja mengejarnya kemana pun ia berlari. Sedangkan Kenzo sendiri juga tampak sibuk dengan kegiatannya.

Akhir-akhir ini, Kenzo dan Thania jarang berbalas pesan bahkan bertemu. Mereka hanya sempat berbalas pesan saat pagi atau malam saja. Selain itu, mereka berdua sama-sama sibuk dengan hari-harinya dan bagai ditelan bumi.

Mungkin, itulah salah satu sebab mengapa hubungan mereka tampak merenggang. Thania tidak tahu akan hal itu. Andai saja dahulu ia ditakdirkan menjadi keturunan manusia yang bisa membaca masa depan, bukan membaca dan melihat sesuatu yang terhalang benda.

Menyesal? Tidak, menyesal bagaimanapun caranya, hal itu tidak akan terulang. Inilah takdir Thania sebagai sosok perempuan yang mengalami banyak masalah denvan masa depannya dan masalah percintaannya.

"Jangan-jangan Nayya tau?" tanya Thania pada dirinya sendiri. Entah dorongan dari mana, tangan Thania sibuk mencari nama Nayya dalam daftar kontaknya.

Saat ia hendak memencet tombol panggil, ia mengurungkan niatnya. Ia malu. Ia takut. Andai saja dahulu tidak terjadi seperti ini. Mungkin ia dan Nayya masih bersahabat dengan baik tanpa gangguan apapun.

"Bingung," keluh Thania dan meneteskan air matanya.

Ia adalah anak yang cengeng. Thania paling tidak bisa mengontrol emosinya. Jika merasa kesedihan, meskipun presntasenya sedikit, Thania akan meneteskan air matanya, bahkan menangis.

Suara pintu terbuka mengejutkan Thania. Sosok kakak perempuan Thania datang masuk dan duduk di kasur Thania. Sosok itu mengelus pelan puncak kepala Thania, tetapi sedetik kemudian ia memukulnya pelan.

"Kak! Sakit!" erang Thania dan duduk.

"Ada apa? Cerita sama gue," ucap kakak perempuan Thania--Lyla.

"Gue punya pacar namanya ... sama seseorang , terus gue harus gimana?" jelas Thania dan meminta penjelasan dari kakaknya.

Lyla tampak memikirkan sesuatu. Beberapa menit kemudian ia menjawab, "Emangnya lo tahu kalau cowok lo punya hubungan lain sama cewek lain?"

Thania memutar bola matanya malas. "Kak, gue perempuan, yang masih punya perasaan dan kepekaan."

___

Nayya mendorong tubuh Gladys yang mengjalangi pandangannya. Ia mengerutkan keningnya karena akhir-akhir ini Gladys selalu mengganggunya. Sepertinya, Gladys sudah terkena racun dari Leyla.

"Dys, bentar doang," keluh Nayya.

Gladys tertawa terbahak-bahak kemudian menggeser tubuhnya. "Iya-iya."

Mereka, lebih tepatnya mereka berenam, sedang berjalan-jalan ke sebuah mall yang bisa dikatakan baru saja grand opening. Mereka sengaja memilih hari Sabtu karena hari ini sangat sepi.

Bisa jadi karena faktor mall yang baru saja buka, atau memang tidak ada pengunjung. Ah, sama saja. Nayya berjalan ke arah toko buku kecil yang menjual beberapa peralatan lucu dan imut. Mata dan hati Nayya seakan tergoda akan hal itu.

Nayya menarik tangal Leyla untuk menemaninya pergi ke tempat itu. Di sana, ia melihat-lihat stationary lucu yang jarang dijumpai di tempat lain.

Langsung saja Nayya mengambil keranjang mini yang disediakan toko itu dan memilih barang-barang lucu yang mau ia beli. Bahkan, sempat terpikir di pikirannya bahwa ia ingin memborong seisi toko ini. Ah, dasar Nayya!

"Bagus yang mana? Pink atau peach?" tanya Nayya sambil menunjukkan dua barang yang sama dengan warna berbeda kepada Leyla. "Atau gue beli keduanya?"

Leyla sontak menggeleng. "Yang peach aja, cantik dan kalem."

Setelag berputar-putar dan membeli barang lucu yang ia mau, Nayya keluar toko dan menemui keempat teman lainnya. Mereka sengaja menunggu Nayya supaya bisa tetap bersama dan tidak menghilang satu persatu.

Sia mampir ke sebuah toko baju yang stylish tetapi dengan harga terjangkau. Bahkan, Nayya pun hampir memasuki toko itu, tetapi dicegah oleh Leyla. Leyla pikir, jika Nayya memasuki toko itu, yang terjadi selanjutnya adalah sama dengan yang terjadi di toko buku tadi.

Setelah mendapatkan barang yang mereka mau, mereka mampir ke sebuah kafe minimalis yang cantik dan menggoda. Sosok Nayya yang perfeksionis sangat menyukai desain yang ada di dalam kafe ini.

Tanpa basa-basi, Nayya langsung memesan minuman kemudian duduk di salah satu meja. Begitupula dengan kelima temannya yang sifatnya kurang lebih sama dengan Nayya.

Namun, suatu kejanggalan dirasakan oleh Nayya. Biasanya, ia membaca pikiran orang lain yang tidak dikenalnya dengan biasa saja. Tetapi, seseorang ini berbeda, sepertinya Nayya sudah pernah bertemu dengan seseorang ini.

"Yang duduk di meja belakang siapa?" tanya Nayya seakan memberi kode kepada kelima temannya.

Sia hanya mengendikkan bahunya acuh. "Tapi kayanya gue kenal."

"Kenzo sama ...," bisik Naisya. "Clara."

***

Problematika Perempuan [END] Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ