8 : Lalu?

23 11 1
                                    

"Iya, silakan," ucap Nayya mempersilakan Kenzo untuk mengutarakan pendapatnya. Ia mengelap bekas air mata yang masih ada di pipinya. Oh, begini ya rasanya mencintai dan harus berpisah. Sakit.

Kenzo mengambil napasnya. "Kita tetep temenan, ya. Dan seumpama gue sayang lagi ke elo suatu saat nanti boleh lah, ya?" kekehnya sambil diirngi tawanya yang renyah.

Nayya spontan menolehkan kepalanya ke arah Kenzo. Ia tersenyum malu-malu kemudian dengan refleks ia memukul pelan lengan Kenzo. "Apaan sih, Zo!"

Mereka berdua tertawa, diiringi perasaan yang menyayat hati. Ya, hubungan mereka sampai di sini saja, jikalau mereka ditakdirkan untuk bersama lagi biarkan Tuhan yang memberi jawabannya.

Tawa mereka memang renyah, tetapi tak urung juga ada perasaan tak rela yang nyempil di lubuk hati mereka. Mereka sudah sama-sama merasakan apa keinginan mereka. Keinginan mereka sudah tercapai dan hubungan mereka harus selesai.

"Makasih ya, kita damai," ucap mereka berdua secaa bersamaan.

Nayya terdiam setelah mengatakan satu kalimat kecil itu. Tiba-tiba, ia mendekati Kenzo dan memeluknya. Ini adalah pelukan terakhir jika mereka tidak disatukan dalam satu lomba lagi. Akhir yang bisa dikatakan bahagia. Terima kasih, Kenzo. Kau telah mengabulkan keinginan Nayya.

"Makasih udah nganter ya, my ex boyfriend," ucap Nayya sambil tertawa pelan.

Kenzo pun ikut tertawa. "Iya, sama-sama."

Nayya berjalan memasuki rumahnya tanpa menunggu Kenzo pulang. Ia akan segra mengistirahatkan pikiran dan hatinya. Mereka berdua sudah cukup lelah memikirkan ini. mungkin, kondisi tubuh Nayya juga ikut menurun karena ini. Ah, dirinya memang selemah ini.

Tangan Nayya dengan spontan meraih ponselnya yang ada di atas nakas. Dengan cekatan ia mencari grup yang ia buat untuknya dan kedua sahabatnya itu. Ia hanya ingin bertukar cerita seakan ia lupa apa yang terjadi di natara mereka bertiga.

Tetapi, matanya membulat seketika ketika ia membuka grup itu. Apa yang terjadi? Clara telah mengeluarkannya dari grup itu tanpa sepengetahuan Nayya. Kapan ini terjadi? Satu minggu yang lalu. Lalu mengapa Clara melakukan ini?

Melihat itu, Nayya tersenyum. Ia menghela napasnya. Ternyata ini sisi belakang dari sosok Clara. Jika ia mengathui itu sejak dahulu, ia tidak akan membeiarkan Clara masuk ke dalam persahabatannya dengan Thania.

Kini, Nayya hanya bisa mengucapkan satu kata kepada Clara. "Makasih."

Nayya membaringkan tubuhnya di kasurnya. Ia sudah memasuki fase hidup hampir dewasa, bahkan ada beberapa yang mengatakan bahwa fase yang Nayya jalani ini adalah fase dewasa. Beginilah susahnya menjadi seorang dewasa.

Dimana satu persatu orang yang tidak setia padamu akan meninggalkanmu dan meninggalkan torehan luka yang teramat dalam. Bagi Nayya, Kenzo tidak masuk dalam kelompok itu. Karena, Nayya lah yang menghendaki putusnya hubungannya dengan Kenzo.

"Argh! Gue pusing," teriak Nayya. Ia menangis untuk kesekian kalinya. Tangisannya tersedu-sedu. Seakan tidak ada orang yang peduli lagi dengannya.

Ia semakin menyesali dirinya yang sangat tidak peka dengan keadaan. Ia tidak tahu jika datangnya Clara ke dalam hidupnya adalah bencana. Bencana yang menghancurkan hampir separuh pikirannya.

Tetapi, ia terlanjur menyayangi Clara dan Thania. Ingin marah sekalipun, mungkin tidak bisa. Mereka berdua telah berjasa bagi Nayya, walau hanya sedikit. Nayya mungkin tidak bisa sampai di titik ini tanpa mereka berdua.

Nayya tertidur tak lama kemudian. Tubuhnya lelah, hatinya lebih lelah lagi, terlebih lagi pikirannya, sangat teramat lelah. Mari ucapkan terima kasih kepada Clara dan Thania yang sudah membuat Nayya kelelahan seperti ini. Hanya mereka berdua yang bisa melakukan hal spesial ini untuk Nayya.

___

"Clara! Thania!" Nayya menghambur ke arah Clara dan Thania yang datang kepadanya. Ah, rasanya senang sekali bisa kembali memeluk mereka berdua. Rasanya sangat damai.

Nayya bahkan mengeluarkan air matanya karena terharu. Apakah ini keajaiban? Biarlah, itu tidak penting. Yang penting adalah Nayya bisa memeluk mereka berdua dan kembali menjalani aktivitas mereka seperti semula.

Mereka bertiga saling bergandengan tangan dan membentuk lingkaran. Mereka melompat-lompat seakan masalah kemarin sudah hilang. Tampak raut bahagia dari muka Nayya. Kebahagiaannya sudah mencapai batas maksimum.

"Bruk."

"Akh!" Nayya terjatuh dari tempat tidurnya. Ia kembali mengingat mimpinya yang membuatnya terjatuh ini.

Kemudian ia mengulas senyumnya. Tuhan sangat menyayanginya. "Thanks, God." Nayya berterima kasih kepada Tuhan karena telah memberikan mimpi yang paling terbaik sepanjang hidupnya.

Tiba-tiba, kepalanya terasa pusing sekali. Apa yang menyebabkan semua ini? apakah masalahnya membebani kepalanya? Padahal dirinya barus aja merasakan kebahagiaan dan melupakan masalahanya sejenak.

Entah rasukan dari mana, bibirnya terangkat dan menyunggingkan senyum. Nayya refleks berlari seolah menjauhi sosok yang membuatnya tersenyum itu. Ia berlari menuruni tangga dan menjauhi kamarnya. Siapakah dia? Siapa yang ada di dalam tubuh Nayya tadi? Apakah itu adalah dirinya yang baru?

"Siapa, ya?" tanya Nayya pada dirinya sendiri.

Dengan bergidik ngeri, Nayya kembali ke kamarnya. Mungkin itu hanyalah halusinasi. Mana mungkin ia kerasukan setan? Ah, mana mungkin. Setan mana yang mau mendekati seseorang yang lebih buruk dari setan? Yap, Nayya sering menganggap dan menghibur dirinya sendiri dengan kalimat itu.

Ia mencoba mengalihkan semuanya. Ia berharap dirinya baik-baik saja dan dirinya tidak berubah. Jika memikirkan kata berubah, satu peristiwa yang muncul dalam pikiran Nayya hanya satu, yaitu perubahan Clara dan Thania.

"Gue sayang banget sama lo!" teriak Clara sambil memeluk Nayya erat-erat. "Lo kakak terbaik bagi gue. Lop yuu."

"Jarang-jarang ada orang sebaik lo, Nay. Lop yu juga!" Thania juga memeluk Nayya.

Kini, Nayya merasakan kebahagiaannya. Mereka saling berpelukan seakan tidak akan pernah terpisahkan. Mereka sudah saling melengkapi, buat apa mereka mencari yang baru jika sudah merasakan kenyamanan? Bahkan kenyamanan yang berlebihan.

Nayya tertawa pelan. Jika bisa, Nayya hanya akan bertanya kepada mereka berdua. Pertanyaan yang sangat singkat bagi Nayya. "Kemana ucapanmu saat itu?"

Sekarang, tiada siapapun yang bisa menolong Nayya. Siapa lagi? Clara dan Thania tidak mungkin untuk bersatu dengan dirinya lagi. Kenzo? Ia sudah tidak ada hubungan selain teman dengan Kenzo. Lalu siapa? Kedua orang tuanya? Merka terlalu sibuk untuk menanggapi kemauan Nayya.

Tinggallah Nayya sendiri. Sosok perempuan yang keras kepala akan menyelesaikan masalahnya sendiri. Padahal kenyataannya dia tidak mampu dan membutuhkan orang lain. Ia hanya ... tidak mau merepotkan orang lain. Itu saja.

Nayya memandang langit dari jendelanya. Senja. Satu kata beribu makna. Hanya pemandangan, tetapi bisa menghasilkan perasaan. Banyak orang yang tersakiti dikala melihat senja. Ada pula sebaliknya. Jika Nayya, ia hanya bisa bersyukur.

Walau ia tidak bisa melihat senja bersama kedua sahabatnya, setidaknya ia masih diberi hidup oleh Tuhan untuk melihat senja hari ini, walau sendiri. Ia sudah terbiasa dengan kesendiriannya. Ia seolah menguatkan diri jika melihat senja dengan kesunyian.

***

tbc💕

Iih, kasian Nayya deh, peluk Nayya yuu😭💞

Problematika Perempuan [END] Where stories live. Discover now