12 : Kenra

30 8 1
                                    

Mereka tampak saling bercanda dan tertawa. Aura kebahagiaan muncul dalam diri mereka. Candaan mereka memang terlalu tinggi bagi beberapa orang. Tetapi, inilah ciri khas mereka.

"Eh, guys. Kenapa gue jomblo terus?" tanya Sia tak masuk akal.

"Karena lo jelek," canda Gladys sambil menabok Sia yang ada di sampingnya.

Nayya tertawa terbahak-bahak kemudian berdehem setelah ditatap Kenzo terus-terusan. "Jadi, lo itu nggak jelek, tapi semuanya tergantung perilaku lo."

Sia memasang mata menyelidik. "Lo ngeledek gue atau ini beneran gitu?"

Mendengar ucapan yang keluar dari mulut Sia, Nayya memasang muka juteknya. "Tergantung lo nilainya darimana."

Kenzo otomatis menatap Sia setelah mendengar untaian kata yang keluar dari mulut Nayya. Ia rasa, Nayya sudah mulai marah. Matanya mengerling ke arah Sia dan memberi isyarat bahwa Sia sudah melakukan kesalahan.

Sia terdiam. Apakah Nayya marah padanya? Oh tidak! Ini adalah bencana buruk. Jika Nayya sudah marah, jarang ada orang yang bisa mengendalikannya. Sia berdiri dari kursinya dan mendekati Nayya yang duduk di depannya.

"Lo marah, ya? Gue ... minta maaf," ucap Sia penuh sesal.

Nayya membalikkan tubuhnya. Mulutnya membentuk senyuman kecil dan menhana tawa. "Lo minta maaf ke gue? Seumur hidup baru pernah liat sekali!" pekik Nayya diikuti tawanya yang keras.

Sia terkejut dan mematung ketika Nayya memekik sangat keras. Bahkan beberapa siswa lain yang ada di kantin menolehkan arah pandang mereka ke Nayya dan Sia. Bukan Nayya yang malu, melainkan Sia, sosok yang tidak sengaja menjadi bahan tontonan.

Sia membekap mulut Nayya yang masih tertawa. Matanya melotot tajam ke arah Nayya. Niatnya meminta maaf tetapi malah berujung memalukan. Sedangkan Nayya tetap melajutkan tawannya walau mulutnya dibekap Sia.

"Nay, gue l---"

"Lo end!" sela Nayya dan mendorong Sia pelan kemudian menuntunnya untuk kembali ke tempatnya tadi. Seakan-akan ia sedang menuntun orang tua dan kebetulan Sia lebih pendek darinya. Komplit sudah aktingnya.

Semua yang ada di meja itu tertawa melihat akting yang disuguhkan Nayya. Tak terkecuali Nayya sendiri. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya ketika kembali ke kursinya. Setelah dipikir, ia bahagia ketika tertawa lepas seperti ini.

"Lo kayanya ada bakat akting deh, Nay," pendapat Gladys. "Masuk ekskul teater sana!"

Nayya tertawa kembali. Ah, memang murid di eskul modelling satu frekuensi dengannya. Tidak seperti dua makhluk itu, ah mereka tidak perlu diingat. Kebahagiannya yang terdepan, apapun demi kebahagiaannya dan masa depannya.

Nayya duduk dan menyuapkan satu butir cilok yang ada di piring Leyla ke mulutnya. Ia rasa, lebih baik ia berbaur dengan semua orang yang terkumpul di meja ini daripada terus menerus berdebat dengan Clara dan Thania, tidak ada artinya.

"Waktu istirahat akan selesai lima menit lagi!"

"Nay, adik gue kangen sama lo," celetuk Kenzo bertepatan dengan bel kurang lima menit berbunyi.

Nayya menoleh. Ia mendengar dengan jelas apa yang Kenzo ucapkan. Ia menatap kedua mata Kenzo tak percaya. Apakah adik kecil yang manis nan imut itu benar-benar merindukannya? Padahal mereka hanya dua kali bertemu.

"Yang kangen dia apa lo-nya?" tanya Nayya tanpa mengurangi kadar keseriusannya.

Anak-anak lain menoleh ke arah Nayya dan Kenzo bergantian. Apa yang sedang mereka bicarakan? Mengapa mereka tidak tahu topik utama pembicaraan ini? Apakah mereka tidak mendengarnya?

"Kenra, bukan gue," sanggah Kenzo. "Gue juga sih, dikit," batin Kenzo.

Mata Nayya menyelidik. "Beneran nih? Jujur aja, Zo," kekehnya pelan.

Kenzo memutar bola matanya dan mendecak. "Bukan!"

Nayya tertawa kemudian mengangguk-angguk. "Besok gue bisa ketemu dia."

___

Nayya datang ke rumah Kenzo bersama Leyla, ia tidak mungkin datang sendiri. Alasan pertama karena tidak enak dengan Kenzo, alasan kedua karena kesendiriannya ke rumah Kenzo mengingatkan akan hari itu. Hari dimana mereka sudah tidak saling berhubungan.

"Permisi." Leyla memencet bel rumah Kenzo. Sedangkan Nayya masih kesusahan melepas sepatunya.

Dari dalam, terdengar larian seseorang yang mendekati pintu utama. Kenzo sedikit terkejut karena yang datang adalah Leyla, tetapi setelah ia melihat punggung Nayya yang masih membelakanginya, ia bernapas lega.

Sebenarnya, ini hanyalah gimmick dari Nayya. Ia tidak mau memencet bel dan menunggu Kenzo membuka pintu karena lagi-lagi mengingatkannya dengan hari itu. Ah, ternyata ia cukup trauma dengan rumah ini.

Nayya masuk setelah Leyla masuk. Anak perempuan yang masih berumur empat tahun itu berlari mendekati Nayya. Dari sikap dan sorot matanya, tampak kerinduan yang teramat dalam terhadap Nayya.

"Hai, Nay," sapanya dan memeluk kedua kaki Nayya.

"Ha---"

"Ken! Yang sopan!" perintah Kenzo sambil memelototkan matanya.

Nayya terkikik pelan. "Nggakpapa kok, Zo. Hai, Ra." Nayya berjongkok untuk menyejajarkan tingginya dengan anak kecil itu.

Keinginan Nayya untuk membawa pulang Kenra semakin besar ketika ia mulai bermanja dengan Nayya. Dari dahulu, Nayya memang menginginkan sosok adik. Setidaknya, ia ingin merasakan bagaimana rasanya memiliki adik kecil.

"Kamu mau yang ini?" tanya Nayya sambil menunjuk cookies di depannya.

Kenra mengangguk pelan. "Tapi sama Kak Ken nggak boleh," sahutnya.

Nayya tersenyum. "Kalau sama Nay boleh loh."

Mendengar ucapan Nayya, Kenra melonjak kegirangan. Kedua telapak tangannya yang mungil berusaha meraih semua cookies yang ada di mangkuk itu. Nayya hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Sedangkan Kenzo menggeram tertahan karena ulah Nayya.

"Nay, mak---"

"Kenra!" teriak Kenzo dari dalam toilet ketika mendengar adik perempuannya memanggil Nayya tanpa kata sapaan untuk yang lebih tua.

"Kak Nay, makasih, ya," ucap Kenra. "Aku sayang, Nay, eh, Kak Nay," sambungnya.

Nayya membalas pelukan anak kecil itu. Kenzo yang baru saja keluar dari toilet memasang mata sinis ketika melihat mereka berdua. Andai saja ia yang ada di posisi Kenra sekarang, bukankah itu sangatlah asyik?

"Ken!" pekik Nayya dengan muka semerah kepiting rebus.

Ah, Kenzo perlahan mengingat kekuatan rahasia milik Nayya. Ia terkekeh dan menggaruk tengkuknya. Kenzo tersenyum dan mendekati mereka berdua. Nayya otomatis berlari menggendong Kenra dan duduk di samping Leyla.

"La, plis ada zombi," bisik Nayya.

Leyla mengangkat bibir kiri atasnya kemudian ia memutar bola matanya. "Terserah lo!" balas Leyla.

Setelah sekitar tiga jam berada di rumah Kenzo menemani Kenra bermain, Nayya dan Leyla pamit pulang karena matahari sudah lelah dan mulai turun ke bawah. Mereka berdua juga telah berhasil membuat Kenra tertidur.

"Gue pulang ya, Zo," pamit Nayya kemudian tangannya terulur.

"Lo mau ngapain? Salim?" tanya Leyla ngegas kemudian menyembunyikan tangan Nayya. "Nggak usah! Dah, kita balik ya, Zo."

Mereka berdua keluar dari halaman rumah Kenzo sambil dorong-dorongan. Mereka sama-sama tidak mau mengalah sampai akhirnya Kenzo mendatangi mereka. Ada apa gerangan dengan dua wanita ini? Padahal awalnya baik-baik saja, 'kan?

"Kalian kenapa?" lerai Kenzo. "Nggak usah berantem, malu dilihatin orang."

"Kenapa? Lo yang kenapa!" sangga Leyla dan menarik tangan Nayya untuk pergi dari makhluk yang baru saja melerainya. Padahal, mereka hanya sabatas bercanda saja tidak lebih.

***

tbc ya guys❤️

Problematika Perempuan [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang