5 : Nayya yang Baru

44 16 4
                                    

"Ctar!"

Nayya terbangun tiba-tiba ketika petir itu berbunyi. Dadanya masih berdegup kencang karena terkejut. Ia berusaha menormalkan detak jantungnya dan kembali tidur. Apakah itu sebuah pertanda? Jika iya, pertanda apa?

___

Thania mendorong tubuh Nayya yang berdiri di depannya. "Gue nyesel kenal sama lo."

Nayya tertawa sinis kemudian berdiri. "Gue juga."

Setelah mengatakan dua kata yang cukup mencengangkan itu, Nayya pergi menjauhi Thania yang masih berdiri di sana. Biarlah, hatinya sudah membatu. Ia tidak akan memaafkan Thania dan Clara.

"Lo pikir gue nggak bisa? Bisalah," batinnya.

Namun, ketika sampai di depan lorong Nayya tiba-tiba berhenti. Otaknya tiba-tiba mengajaknya untuk berpikir keras. Petir kemarin malam dan dirinya. Apakah petir kemarin adalah pertanda bahwa dirinya berubah?

Nayya menggelengkan kepalanya. Mana mungkin dirinya akan berubah, tidak-tidak. Ia menentang dengan tegas jika sampai dirinya berubah. Nayya akan tetap menjadi dirinya sendiri.

"Aduh, nggak punya temen nih?" sindir Clara yang sudah ada di depan kelas.

"Em---"

"Ra, lo itu udah kebangeten banget sama Nayya," sela Frisya.

Clara mengangkat bibir atas bagian kanannya sebagai jawaban atas ucapan Frisya. Nayya tersenyum dalam batinnya, ia menarik tangan Frisya ke dalam kelas. Dengan sengaja, Nayya menabrak bahu Clara.

"Lo tu---"

"Lebih baik gue nggak punya temen ketimbang punya temen yang kaya lo," bisik Nayya ketika berjalan di samping Clara. "Munafik."

Pelan, tetapi bermakna. Itu kah sebutannya sekarang? Munafik? Apakah dirinya seburuk itu sehingga Nayya mengecap dirinya sebagai munafik? Tidak. Clara tidak akan menyerah sekalipun disindir seperti itu. Misinya tetap sama, memusnahkan Nayya.

Selama pelajaran, Clara tak henti-hentinya menggoda Nayya. Entah menari rambutnya, mendorong kursinya, bahkan mencubit lengan Nayya dari belakang. Lalu apa reaksi Nayya? Ia hanya diam dan memerhatikan guru yang ada di depan.

"Clara Athalia, apakah orang tuamu bersedia untuk dipanggil besok?" tanya Bu Flanela pada Clara. Ia sudah kesal dengan Clara yang sedari tadi mengganggu anak di depannya.

Tanpa aba-aba lagi, Clara langsung diam mematung. Mata semua anak yang ada di kelas tertuju padanya. Mau ditaruh mana harga diri gue? batinnya berteriak. Ia hanya menggeleng pelan sebagai jawaban untuk Bu Flanela.

"Jawab, Clara!"

"Tidak, Bu."

Bu Flanela masih menatap tajam Clara dari depan, pandangannya tidak beralih dari tadi. Menurutnya, murid seperti Clara adalah murid yang mempunyai banyak masalah, sehingga ia lebih mandiri dalam menemukan kebahagiannya.

Pelajaran tiba-tiba selesai ketika Bu Flanela keluar kelas tanpa berpamitan. Mungkin ada keperluan mendadak yang membuatnya pergi. Ataukah karena Clara yang membuatnya badmood seketika? Bisa jadi, Bu Flanela 'kan juga perempuan.

"Nayya, lo lapor sama Bu Flanela ya?" tanya Clara mencegah Nayya untuk berdiri

"Gue nggak lapor," jawab Nayya tanpa melihat lawan bicaranya.

Clara memutar bola matanya malas. "Terus kenapa Bu Flanela bisa marah ke gue?"

Nayya tiba-tiba berdiri dan menjawab, " Sadar diri. Liat aja diri lo sendiri, tanya sama lo sendiri, dan analisis sendiri."

Problematika Perempuan [END] Where stories live. Discover now