20 : Pergi

16 4 0
                                    

Nayya berjalan menuju tempat duduknya tadi. Ia mengambil botol minumnya yang masih berisi setengah, ia meneguknya hingga tersisa setengah lagi. Tata cara berjalan di fashion show sangatlah menguras tenaganya.

Tentu saja dirinya lumayan terkejut dengan pembelajaran ini, dirinya sedari kecil hanya mendalami bidang model yang notabenenya hanya melenggak-lenggok di satu tempat dan jarang sekali mengikuti catwalk seperti ini.

Di luar tampak dua anak berjalan melewati ruang ekskul ini. Dua orang yang akhir-akhir ini membuat sering onar di sekolah. Siapa lagi jika bukan Thania dan Clara? Nayya yang mendengar percakapan mereka samar-samar langsung menurunkan kepalanya supaya tidak terlihat dari jendela luar.

Bu Herlind tiba-tiba menepukkan tangannya kencang, mengisyaratkan supaya Nayya dan Naufal menghadap ke arahnya. "Okay, Nayya dan Naufal besok datang lagi di jam yang sama, ya. Saya tunggu."

Nayya mengangguk dan menepuk dahinya pelan. Hancur sudah, ia serasa ingin bunuh diri sekarang supaya tidak terlihat oleh Thania dan Clara. Ingin marah, tetapi tidak mungkin Nayya marah kepada Bu Herlind yang memang bisa dibilang tersangkanya.

"Gue pulang duluan, lo mau bareng?" tanya Naufal di ambang pintu.

"Gue dijemput Mama, Kak."

Nayya melambai pelan kemudian duduk di lantai. Tujuannya simpel, ia tidak mau ketahuan oleh Clara dan Thania. Ia sama sekali tidak mau memancing perdebatan. Dan otaknya juga tidak mau diajak kerja sama saat ini.

"Kak, di dalam ada orang, ya? Siapa?" tanya Clara sok tidak tahu.

Naufal menoleh ke ruangan dan sedikit mencari tahu dimana letak Nayya. "Tadi ada sih, Nayya."

Di dalam Nayya hanya bisa menampilkan muka datar. Sudahlah, ujung-ujungnya ia juga akan menghadapi omongan Clara yang tidak ada habisnya.

"Nay, keluar lo!"

Tanpa rasa takut dan ragu, Nayya keluar. Tetapi tidak untuk menghadapi omongan Clara, ia sengaja membelokkan tubuhnya dan berjalan mengikuti Naufal yang sudah di depannya. Ia enggan untuk berbicara dengan Clara, lebih tepatnya berdebat.

"Lo sekarang ikut fashion show, ya?" tanya Thania. "Setau gue lo dulu milih modelling."

"Kan setau lo, bukan kenyataannya," sanggah Nayya dan pergi menuju gerbang sekolah.

Clara menggeram kesal. Ia harap Nayya akan menyesal karena telah ia buang dari geng persahabatan ini. Nayya akan menyesal dan meminta ampun kepadanya supaya bisa bergabung kembali, itulah harapannya.

"Udah, lo kenal Hesli 'kan?" tanya Thania. "Lo buat ... gitu aja susah."

Clara tersenyum menyeringai. "Iya juga, ya."

__

Thania berjalan mendekati tempat duduknya. Sejak kemarin malam, ia mulai sibuk dengan ponselnya. Setidaknya, ia harus berkabar dengan seseorang minimal lima kali sehari. What? Lima kali?

Yap, orang tersebut adalah Kenzo. Ini bukan permintaan Kenzo, lagipula mana mungkin Kenzo meminta hal nyeleneh seperti ini. hal ini adalah permintaan Thania, tidak ada alasan khusus untuk hal ini. selagi tidak memberatkannya, ia mau melakukannya.

"Than, gimana yang kemarin?" tanya Clara dan duduk di bangku samping Thania.

"Nggak tau," jawab Thania acuh tak acuh. Pandangannya tetap terfokus pada kamar percakapannya dengan Kenzo.

"Wah, ud---"

"Diem mulut lo!" sela Thania tak suka. Ia berjalan keluar kelas dan meninggalkan Clara sendirian.

Nayya yang ada di bangkunya hanya menahan tawanya karena sosok ratu sudah ditinggalkan prajuritnya. Hendak melontarkan sindiran tetapi ia malas dengan imbasnya. Ingin sih bermain dengan pikiran Clara, ah sudahlah.

Terbesit di pikiran Nayya untuk bertanya kepada Kenzo. Apakah lelaki itu sudah berhasil menyatakan perasaannya kemarin? Ia dengan lihai mengetikkan suatu pertanyaan dan ia kirimkan kepada nomor Kenzo.

Jawabannya, sudah. Mulai saat ini Nayya tahu bahwa Kenzo dan Thania sudah menjalin hubungan. Ia hanya bisa berdoa, semoga mereka langgeng tanpa rintangan yang sulit. Kalau yang mudah, semua hubungan pasti akan merasakannya.

Clara menatap sedih ke arah pintu kelas bekas Thania lewati. Apakah dirinya melakukan kesalahan sehingga Thania menjauhinya? Padahal ia tidak pernah melakukan kesalahan kepada Thania. Mereka selama ini baik-baik saja.

"Gue salah, ya?" batin Clara bingung, gundah gulana.

Berkat kekuatannya, Nayya hanya bisa tertawa puas dari bangkunya. Sampai-sampai teman-temannya yang lain menatap kebingungan ke arah Nayya. Apakah dia memiliki gangguan kejiwaan?

"Lo kenapa, Nay?"

"Enggak kok, nggak papa. Gue tadi liat video lucu," jawab Nayya tanpa menghentikan tawanya.

Jika boleh berteriak, Nayya hanya ingin berteriak di hadapan Clara. Ia hanya ingin mengatakan sebuah kata yang singkat namun mendalam, yaitu, "Sukurin."

Sosok senjata sudah memakan tuannya. Apakah rasanya enak? Tanya saja kepada Clara. Sosok yang menjauhi dan membuang Nayya dan sekarang terkena imbasnya sendiri dengan dijauhi Thania, sahabat terakhirnya.

Iba? Tentu saja, ini adalah Nayya, bukan Clara yang orangnya tega dengan orang lain. Nayya selalu merasa iba dengan seseorang yang belum merasakan nasib baiknya. Jika itu dirinya bagaimana? Ah, iya, ia sudah merasakannya.

Clara berjalan ke arah Nayya. Dari sorot matanya, tidak ada tanda-tanda hendak menyerang dan mengajak Nayya mengasah otak. Ia hanya sekadar berjalan bagaikan zombie yang lapar.

"Ada apa?" tanya Nayya sok peduli.

"Lo hasut Thania biar jauhin gue, ya?" tanya Clara pelan, tidak ada unsur tegas dan berdebat di suaranya.

Nayya menggeleng. "Gue punya banyak kerjaan lain, nggak memungkinkan gue nyuruh-nyuruh orang lain buat ngelakuin hal yang nggak berguna."

Clara mendesah pelan. Inikah salahnya? Baru kali ini ia merasakan kekecewaan lagi setelah Mamanya cerai dahulu. Apakah ia akan sendiri selamanya? Apakah tidak ada yang mau berteman dengan sosok keras dengannya lagi?

Clara memutar tubuhnya melihat sekeliling. Ia menatap semua teman-temannya yang ada di kelas itu. Mereka tampak berkubu dan mempunyai teman dekat satu sama lain. Jika Thania menjauhinya, dengan siapa ia akan berteman nantinya?

Nayya? Jelas tidak mungkin. Ia tidak mau menjilat air ludahnya sendiri. Ia bahagia akan hal itu, bahagia ketika Nayya tidak tergabung lagi dalam lingkupnya dan Thania.

Ia duduk di salah satu bangku acak. Ia mengeluarkan ponselnya dan berusaha menghubungi Thania. Jika ia mempunyai kesalahan, ia akan meminta maaf, dengan cara apapun ia akan lakukan demi ia mempunyai teman.

Satu menit, lima menit, hingga belasan menit Thania tidak membalas pesan yang Clara kirimkan. Benar sudah dugaannya, Thania sedang bermesraan dengan Kenzo dan melupakan dirinya, ah tidak, menjauhi dirinya.

Semengenaskan inikah dirinya? Tidak mempunyai teman lagi. Ia berjalan menuju bangkunya. Ia meletakkan kepalanya di atas tumpukan kedua lengannya. Ia lelah. Apakah yang harus Clara lakukan sekarang?

Terbesit sebuah cara picik di pikirannya. Apakah dengan cara ini Thania akan kembali kepadanya? Atau justru tidak? Ah, semua tidak akan pernah tahu jawabannya jika tidak pernah mencoba. Ia akan mencoba cara ini besok.

***

Problematika Perempuan [END] Where stories live. Discover now