14 : Bahagia

24 5 0
                                    

"Gue nggak yakin," tutur Kenzo pelan. Ia menggaruk tengkuknya pelan, sorot matanya benar-benar menyiratkan sebuah keraguan.

"Nggak gentle lu, Zo," ejek Nayya sambil mendorong pelan bahu kiri Kenzo. "Masa lo kaya gini sih? Gue belum pernah nemuin Kenzo yang kaya gini."

Kenzo terdiam. Apakah perasaannya tadi kepada Thania adalah nyata? Atau hanya sekadar suka saja? Jika ia hanya sebatas suka ia tidak berani untuk mengungkapkan perasaannya dan menjalin hubungan lebih dalam.

"Semua tergantung lo sendiri. Yang nentuin lo sendiri, Zo," ucap Nayya. "Ya kali gue."

Mereka berdua memang sudah tidak berada di UKS. Mereka izin keluar kepada Sia untuk berbicara empat mata. Topiknya memang tidak seberat yang dikira, tetapi menurut Kenzo ini penting untuk dibahas bersama Nayya.

"Tapi gue belum move on," keluh Kenzo.

"Sama si ... gue?" tanya Nayya hati-hati. Kenzo mengangguk pelan.

Mereka berdua kembali ke UKS setelah memperbincangkan masalah tidak penting itu. Di sana sudah ada Clara yang duduk di samping ranjang Thania. Melihat hal itu, Nayya berhenti di depan pintu dan memilih untuk pergi.

Biarlah mereka berdua saling mengobrol tanpa ada dirinya. Semua biarlah berlalu karena masa lalu diarlah menjadi kenangan bukan menjadi halangan. Walau berat, Nayya harus melakukan ini semua.

"Nay, nanti pulang ke bioskop yuk," ajak Sia sambil mencekal tangan Nayya untuk berhenti. "Sama yang lainnya."

Nayya menimbang-nimbang keputusannya. " Oke, nanti gue ke kelas lo."

Setelah menyetujui ajakan Sia, Nayya melanjutkan perjalanannya menuju kelas. Karena bel masuk akan berbunyi tidak lama lagi. daripada berlari, ia lebih memilih berjalan dan santai tanpa ada paksaan.

Di belakang Nayya, tampak dua sejoli yang juga berjalan menuju kelas—Clara dan Thania. Mungkin, Thania sudah lebih enakan badang setelah Leyla membelikan soto ayam tadi. Sebuah amal.

__

Setelah bel pulang sekolah berbunyi, Nayya hendak berjalan mendekati kelas yang diduduki Leyla dan teman-temannya. Saat ia baru saja berdiri dari duduknya, suara dari ujung kelas terdengar memanggilnya.

"Nay, Nay, udah lo pulang aja deh dar---"

"Mending lo urusin hidup lo sendiri daripada ngurusin hidup gue," sela Nayya kemudian menyegerakan langkahnya untuk menjauhi kelas.

Sudah, hati Nayya sudah mati terhadap Clara. Padahal ia tidak melakukan kesalahan apapun 'kan? Apakah semua kegiatannya harus diberi kritikan seperti yang Clara lakukan? Jika iya, bodoh sekali.

"Gue bareng lo, ya," pinta Leyla. Nayya hanya mengangguk pelan sebagai jawabannya, mood-nya sama sekali tidak baik setelah Clara mengkritiknya tadi. Argh! Ia ingin pulang saja rasanya.

"Tapi lo di depan, gue lagi nggak mood, nanti malah nabrak pohon," kekeh Nayya. Ia berusaha mencairkan suasana hatinya walaupun tidak sejalan dengan isi hatinya saat ini.

Mereka yang dari tadi menunggu Nayya tertawa terbahak-bahak bersama. Menurut mereka Nayya adalah sosok yang selalu memberikan positive vibes di ekskul mereka. Terlebih lagi, Nayya adalah sosok yang asik dan cerewet juga.

"Mau nonton di mana?" tanya Seryl yang berada paling depan.

"Terserah," koor yang lainnya.

Nayya hanya terkikik pelan ketika ia sudah tahu apa yang akan diucapkan teman-temannya ini. Apalagi selain kata terserah? Sedangkan Seryl yang berada di depan menggerutu pelan. Akhirnya mereka menuju tempat yang Seryl pilihkan. Dari pada terlalu lama, pikir mereka.

Mereka menikmati hari ini dengan senang dan santai. Siapa yang tidak mau diajak jalan-jalan setelah melalui hari yang panjang dan lelah? Mungkin hanya 0,001% dari penduduk bumi yang mengatakan seperti itu.

Nayya sendiri merasakan kebahagiaan yang melimpah ruah ketika bersama mereka. Sepertinya, posisi Thania dan Clara perlahan lengser digantikan oleh anak-anak ekdkul modelling yang notabenenya selalu menemani Nayya.

Inilah kebenaran dari pepatah Jawa witing tresna jalaran saka kulina yang berarti adanya cinta karena terbiasa dan Nayya mengakui itu. Tak hanya dengan lelaki kita bisa membenarkan pepatah itu, tetapi bersama teman juga.

Nayya mengulas senyumnya ketika melihat Leyla dan Sia saling berebut minuman milik Nayya. Mungkin, bersama anak ekskul modelling lebih lama lebih baik daripada terus menerus meladeni Clara yang semakin hari semakin nyeleneh.

Suatu pikiran terlintas di kepala Nayya, mengapa ia tidak bergabung dengan grup mereka berlima? Daripada bersama Clara dan Thania yang sudah tidak mau berteman lagi dengannya, itu lebih baik bukan?

"Tapi gimana bilangnya?" tanya Nayya dalam hatinya. Jika langsung meminta, bukankah itu menjatuhkan harga dirinya?

Leyla mengajak mereka semua untuk mampir di salah satu kedai makanan sebelum pulang. Siapa yang akan menolak makanan? Tidak ada. Mereka menyetujui ajakan Leyla dan segera bergegas ke tempat itu.

"Nay, ada yang mau gua omongin," ucap Kenzo mencegah Nayya untuk pergi.

"Apa, Zo?" tanya Nayya pelan.

"Gue minta kontaknya Thania," turu Kenzo.

Nayya merengut seketika. Bukannya ia tidak rela, hanya saja ia kira Kenzo akan mengobrolkan hal yang lebih penting daripada ini. ternyata hanya sekadar meminta nomor telepon Thania saja.

"Gue kira apaa, nanti gue kirim," ucap Nayya dan meninggalkan Kenzo menuju Leyla.

Saat di tempat makan, Nayya tampak lesu dan pucat. Entah karena apa ia bisa seperti ini. bisa jadi karena Kenzo meminta nomor telepon Thania atau memang takdirnya seperti ini.

"Nay, lo nggak papa?" tanay Naisya khawatir.

Nayya mengerutkan keningnya. "Emang gue kenapa?"

"Pucet banget muka lo," ujar Naisya membuat semua yang ada di meja itu terkejut dan menatap Nayya.

Mereka semua langsung mengambil langkah cepat untuk Nayya. Biasanya, Nayya hanya mengalami pusing ketika ia terlalu lama berada di luar, seperti sekarang. Dan yang sedang dibutuhkannya adalah ... teh panas. Iya, teh panas!

"Teh panas, cepat!" pinta Leyla kepada salah satu pelayan yang melewati mereka.

Nayya segera meneguk habis teh panas itu. Memang panas, tetapi bagi tubuh Nayya itu tidak panas. Setelah habis dua gelas, kondisi Nayya sudah membaik. Melihat Nayya yang seperti ini, Leyla merasa bersalah.

"Gue minta maaf, Nay," ucap Leyla. "Gue udah ngajak lo pergi tadi."

Nayya terkekeh pelan. "Nggak apa-apa kok, santai aja. Gue emang begini."

"Nay, lo mau nggak ...." Naisya menghela napasnya. "... gabung sama grup kita berlima."

Nayya mengerutkan keningnya kebingungan. Apa yang baru saja Naisya ucapkan? Bergabung dengan mereka? Apakah ini mimpi? Apakah ini suatu keajaiban untuk Nayya? Benarkah ini?

"Kalian yakin?" tanya Nayya ragu.

"Tentu," jawab mereka berlima.

Mendengar sebuah kata dengan presentase keyakinan melebihi 100% itu Nayya mengulas senyum terbaiknya. Kehilangan sosok yang menemani kita sedari dahulu tak apa, seseorang yang baru yang jauh lebih baik masih bersedia menerima kita.

"Thanks, guys."

***

tbc guys, love you all

Problematika Perempuan [END] Where stories live. Discover now