19 : Baru

13 3 0
                                    

"Kamu nanti mulai latihan, ya," ucap Bu Herlind mengingatkan Nayya.

Terpaksa Nayya harus tersenyum dan memberikan kesan sopan kepada Bu Herlind, guru ekskul fashion. Doakan saja ia bisa mengikuti konsep-konsep yang ada di dalam dunia fashion show.

"Pasangan kamu sudah saya pilihkan dan disetujui oleh Ibunda, nanti kalian bertemu," ucap Bu Herlind kemudian pergi menjauhi Nayya.

Nayya mendesah pelan, ia sedikit menyesal karena menyetujui permintaan Ibunda. Andai saja dirinya menolak permintaan Ibunda kala itu. Ah! Penyesalan datang beruntun dan ia kini hanya bisa berandai.

Ia masuk ke dalam kelas dan duduk di bangkunya. Ia tidak menghiraukan keadaan sekitarnya, perasaannya sedang campur aduk sekarang. Terlebih lagi ia penasaran dengan pasangan yang dipilihkan Bu Herlind untuk menjadi partner-nya nanti.

Tuing! Ide brilian muncul di kepala Nayya. Mengapa ia tidak bertanya kepada Frisya? Ia kan salah satu anggota ekskul fashion show. Nayya mendekati Frisya yang sedang melamunkan sesuatu.

"Fris, gue mau tanya," ucap Nayya dan duduk di samping Frisya.

"Apa?"

"Lo anak ekskul fashion, 'kan? Lo tahu nggak siapa cowok di situ yang paling jago?"

Frisya tampak berpikir, siapa ya lelaki itu? Ia rasa semua lelaki yang tergabung di fashion show lumayan berbakat. Mereka semua juga sering mengikuti lomba karena stok lelaki di ekskul itu semakin menipis. Ia bingung, tetapi mungkin seseorang inilah yang menjawab pertanyaan Nayya.

"Mungkin Kak Naufal," ucap Frisya ragu.

"Kak? Dia kelas 12?" tanya Nayya sedikit terkejut. Apalah dayanya jika harus menjadi pasangan kakak kelas di lomba nanti.

Frisya mengangguk. Menurutnya, Naufal cukup unggul di antara yang lainnya. "Menurut gue gitu, emangnya kenapa sih, Nay?"

Nayya menundukkan kepalanya. Ia bingung harus mengatakan hal ini kepada Frisya atau tidak. Jika iya, ia bingung mengatakannya dari mana. Tetapi, di satu sisi ia takut apabila Frisya membuka rahasia dan semua anggota ekskul fashion akan membencinya an reputasinya akan buruk di Jaindu.

"Gue kemarin disuruh jadi perwakilan lomba fashion show sama Ibunda," bisik Nayya pelan bahkan sangat pelan.

Frisya terdiam. Ia sama sekali tidak terkejut akan hal ini. "Bunda milih lo karena di ekskul gue nggak ada yang mau, ini lombanya agak tingkat gini," ucap Frisya sambil mengangkat tangannya sedikit ke atas.

"Tinggi? Sengit?" tanya Nayya bingung.

"Semacam kaya gitu," jawab Frisya.

__

Nayya berlari kecil menuju ruang ekskul fashion yang baru saja diketahuinya dari adik kelas yang bersimpangan dengannya. selama di sekolah, ia memang jarang bereksplorasi melihat-lihat gedung sekolah yang notabenenya sangat luas.

"Selamat datang, Nay," sapa Bu Herlind yang mungkin sudah menunggunya lumayan lama.

"Maaf, Bu atas keterlambatan saya," ucap Nayya meminta maaf dan menyalami Bu Herlind.

"Dia yang bakal jadi partner kamu nanti," ujar Bu Herlind sambil menunjuk anak lelaki yang sedang menghadap searah dengan Nayya. "Fal."

Hati Nayya berdegup kencang, bukan malu atau sungkan, ia hanya takut jika harus disandingkan dengan lelaki yang belum pernah dekat dengannya. apalagi dia adalah kakak kelas, mati sudah dirinya!

"Gue Naufal," ucap Naufal sambil mengulurkan tangannya.

Nayya yang masih terkejut hanya menganga dan mendongakkan kepalanya. Sontak ia menutup mulutnya dan tersenyum. Buset! Berapa tinggi Naufal? Nayya saja hanya sebahunya, seperti tiang listrik!

"Nayya, Kak," ucap Nayya membalas uluran tangan Naufal.

"Jadi kalian nanti akan menjadi pasangan di lomba fashion show 10 hari lagi," ujar Bu Herlind.

"Hah?!" ucap Nayya dan Naufal refleks ketika mendengar hari yang tersisa. Terlebih lagi Nayya, ia sama sekali tidak paham apa yang ada dan apa yang harus dipelajari di sini.

Nayya duduk di salah satu bangku. Sambil menunggu Bu Herlind membuka-buka buku yang dibawanya, Nayya mengabari sosok Kenzo yang mungkin saat ini bisa mendengar keluh kesahnya.

Ah, tidak. Ia menghapus pesan itu. Ia tidak mau dituduh sebagai penghambat hubungan lagi, padahal ia tidak seperti itu. Daripada dituduh Thania yang tidak-tidak, lebih baik ia membatalkan sesi curhat ini.

"Lo kelas berapa?"

"Anj---apa?!" teriak Nayya terkejut karena tiba-tiba Naufal ada di sampingnya dan mengeluarkan suara tanpa sepengetahuannya. Terlebih lagi ia terciduk mengeluarkan kata kasar di depan Bu Herlind. "Maaf, Bu."

"Nggak apa-apa, lanjutkan," ucap Bu Herlind acuh tak acuh.

Nayya menghela napas lega kemudian ia melirik ke arah Naufal yang masih diam di posisi awalnya. "Kenapa, Kak?"

"Lo kelas berapa?"

"Sebelas, mipa dua," jawab Nayya pelan. Sejujurnya ia masih takut dan merasa tidak enak setelah berkata kasar di depan Naufal. Tetapi, toh itu salahnya mengejutkan Nayya.

Naufal mengangguk-angguk sebentar dengan mukanya yang sama, datar. Nayya hanya bisa mengerundel dalam hati ketika melihat muka Naufal yang sama sekali tidak menampilkan kesan-kesan bahagia.

"Datar tros!" gerutu Nayya dalam hati.

Bu Herlind mendekati mereka berdua yang uduk bersandingan tetapi tidak saling menatap bagaikan pengantin yang dijodohkan. Perlahan Bu Herlind menghela napas berat, ia khawatir jika mereka berdua tidak berhasil membangun chemistry di antara mereka.

"Kita mulai ya, Nay," ucap Bu Herlind dan memberikan sebuah buku. "Kamu baca dulu saya mau ambil tas saya di ruang guru," tambahnya.

"Iya, Bu."

Nayya dengan berat hati membaca buku tersebut. sebenarnya ada apa dengan buku ini? Buku ini hanya berisi model baju dan tata cara berjalan. Jujur saja Nayya tidak bisa jika tidak dipraktekkan secara langsung. Ia sama sekali tidak paham dengan buku ini.

"Lo bisa jelasin ke gue?" tanya Nayya perlahan.

"Yang bagian mana?"

Merasa mendapat lampu hijau, Nayya menunjukkan sebuah gambar di dalam buku itu. "Contohin."

"Gue laki-laki, nanti tunggu aja Bu Herlind," tolak Naufal kemudian melanjutkan aktivitasnya bermain ponsel.

"What the f---stop, Nay," batin Nayya kesal.

Bu Herlind datang dengan kedua tasnya yang berada di tangannya. Ia langsung memulai sebuah pembelajaran baru bagi Nayya. Setidaknya, ia yakin dengan Nayya yang sudah cukup pandai dalam hal berpose.

Dengan sabar dan penuh wibawa, Bu Herlind mencontohkan satu persatu gerakan yang Nayya harus lakukan. Bu Herlind sempat terkejut ketika Nayya dengan cepat menerima dan memeragakan hal yang ia contohkan.

"Senyum alami, berdiri tegak, langkahkan kaki di depan kaki satunya, berjalan lurus, tangan harus santai seperti macan luwe," ujar Bu Herlind memberi aba-aba. "Sip, Nay. Kamu pintar!"

Nayya terssenyum atas pujian Bu Herlind dan atas kecekatannya memeragakan cara berjalan ini. "Bu, macan luwe itu ... apa?"

Bu Herlind sedikit tertawa. "Sebuah peribahasa Jawa yang bisa diartikan berjalan luwes, tangan dibiarkan melambai dengan alami."

***

Problematika Perempuan [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang