22 : Debat

13 4 0
                                    

"Than, lo kebangeten banget tau nggak sih? Masa gue udah chat lo dan baru lo bales dua hari kemudian?!" tanya Clara berapi-api.

Thania mendesah pelan. Ia menarik napasnya kemudian berkata, "Gue itu sibuk, Ra. Kerjaan gue nggak cuma main-main doang."

Clara mendecih ketika mendengar jawaban Thania. "Sok sibuk lo, Than."

Ia pergi mendahului Thania yang menggertak kesal karenanya. Biarlah, dirinya tidak merasa bersalah. Apakah ada yang salah jika ia mengajak Thania untuk having fun? Bukankah itu menyenangkan dan merelaksasikan pikiran? Dasar Thania.

Sedangkan Thania yang masih kesal dengan ucapan Clara menendangi semua bebatuan yang ada di sekitarnya. Memang, Clara tidak tahu apa yang sedang diperjuangkannya sekarang. Bukan Kenzo, melainkan sebuah hal yang menuntunnya ke arah kesuksesan.

Lihat saja nanti, apakah Clara akan menyesal karena mengkritik Thania atau dia hanya bersikap biasa saja atas keberhasilan Thania. Thania tidak bisa diam saja, ia sudah muak dengan sikap dan sifat Clara.

"Hey, gimana pagimu?" tanya Kenzo sambil menepuk bahu Thania.

"Sebel!" teriak Thania dan berlari mendekati kelasnya.

Hal itu membuat Kenzo kebingungan dan beberapa anak yang berlalu lalang menganggap bahwa Kenzo lah yang bersalah. Tidak hanya Thania yang merasa kesla pagi ini, Kenzo pun terkena imbasnya juga. Ah, hari Senin pembawa petaka.

Hari Senin memang hari yang menyebalkan bagi sebagian orang. Tidak karena upacara yang harus berpanas-panasan, hari Senin lebih ganas daripada itu. Kadangkala, jadwal pelajaran banyak dan tidak ada jedanya.

"Nay, gue pinjem buku matematika lo cepet!" pinta Leyla terburu-buru.

Nayya yang baru saja sampai di sekolah terkejut akan teriakan itu. Kemudian ia membuka tasnya dan mencari buku tulis matematikanya. Ia menemukan buku matematika peminatan dan segera menyerahkan kepada Leyla.

"Duh, bukan! Matematika wajib," tolak Leyla.

Nayya menggeleng kemudian berkata dengan santainya, "Gue nggak bawa, nggak ada pelajaran matematika minat soalnya."

Leyla menggerutu kemudian mengucapkan suatu kata yang tidak bisa didengar oleh Nayya secara jelas. Leyla berlari menuju kelasnya dan meninggalkan Nayya yang masih kebingungan dengan sikap Leyla pagi ini. Ada apa sampai Leyla terburu-buru seperti itu? Bukankah guru matematika Leyla sama dengan Nayya? Dimana Bu Oppun tidak pernah menagih pe-er.

Nayya mengendikkan bahunya kemudian berjalan santai menuju kelas. Berbeda dengan sebgagian banyak orang, Nayya sangat suka hari Senin. Entah mengapa ia mencintai hari Senin. Karena hari Senin adalah hari dimana kita benar-benar bersemangat dan fresh, bagi Nayya.

Nayya melihat Thania dan Clara yang tidak lagi bergurau bersama. Ada apa dengan mereka? Apakah yang terjadi di hari Jumat lalu berujung sampai perpisahan? Jika iya, keterlaluan mereka ini.

Saat Nayya hendak menanyakan hal tersebut kepada Thania, ia menghentikan aktivitasnya. Ia memilih untuk tetap berjalan menuju tempat duduknya dan duduk di sana. Lebih baik ia tidak mengetahui daripada menimbulkan peperangan.

"Permisi, Bu, Thania boleh ikut saya?" tanya seorang guru ketika pelajaran sedang berlangsung.

Bu Oppun mengangguk dan mempersilakan Thania untuk ikut guru tersebut. Setahu Nayya, guru tersebut adalah pembimbing sebuah ekskul. Tetapi, ia lupa ekskul apa yang dibimbing oleh guru tersebut.

"Bu itu tadi pembimbing apa?" tanya Nayya kepada Ghania.

"Debat," jawab Ghania.

Nayya ber-oh ria ketika mengetahui jawabannya. Benar-benar, ia sudah mengingat hal tersebut dengan bantuan Ghania. Pantas saja Thania ikut, ia memang diam-diam berprestasi. Dahulu saja, Thania sering mengikuti lomba ke luar kota.

Nayya melirik sosok Clara yang duduk tidak jauh darinya. Tampak dari sorot mata Clara yang mengartikan sebuah kebencian terhadap Thania. Sekejam itukah Clara? Apakah ia tidak rela ketika melihat orang lain bahagia? Picik!

__

Thania dengan kewibawaannya duduk di kursi yang sudah disediakan oleh panitia ekskul. Di sini, ia terakhir kali berlatih untuk lomba debatnya dua hari lagi. tema yang diangkat menurutnya tidak terlalu sulit.

"Baik, terima kasih unuk kedua pihak."

Thania menghela napas lega. Akhirnya latihannya yang terakhir sudah selesai. Karena ini latihan yang terakhir, hari ini ia berdebat dengan pembimbingnya sendiri yaitu, Bu Hana. Sangatlah sulit jika berdebat dengan sosok yang sudah mendalami ilmunya sejak lama.

Ia meneguk kasar air minum yang disediakan di sana. Suara dan pikirannya cukup terkuras oleh latihan ini. Fyuh, doakan saja besok lawannya tidak terlalu ganas seperti Bu Hana, setidaknya sama dengan Bu Hana jangan melebihinya.

"Than, besok kamu masuk atau latihan di rumah?" tanya Bu Hana memberi penawaran.

Thania tampak berpikir. Sebenarnya bisa saja ia meminta libur untuk latihan debatnya, tetapi bukankah ia akan ketinggalan pelajaran di hari itu? Ia akhir-akhir ini takut tertinggal karena sudah tidak ada siapapun yang bisa membantu dirinya.

Dengan berat, Thania mengatakan, "Saya besok masuk saja, Bu."

"Kamu yakin?" tanya Bu Hana lagi. Ia tidak mau kondisi Thania memburuk dan memengaruhi lombanya.

Thania mengangguk mantap kemudian bergabung bersama teman satu ekskulnya. Mereka saling memberi semangat dan saling mendoakan. Lomba kali ini diikuti lumayan banyak anak, sekitar enam. Padahal biasanya lomba debat hanya diikuti Thania dan Jihan, sosok pentolan di ekskul ini.

Mendengar dering berbeda dalam ponselnya dan melihat notifikasi yang mengambang di ponselnya, Thania izin keluar untuk membalas pesan tersebut. Ia disoraki beberapa anak yang mengetahui hubungannya dengan Kenzo.

"Semangat, ya," tulis Kenzo dalam pesan tersebut.

Thania mengulas senyumnya pelan. Ternyata begini ya rasanya memendam perasaan kepada seseorang lalu berhasil mendapatkannya, rasanya sangta-sangat dalam dan mengena di hati.

Dengan lihai Thania mengetikkan sebuah kalimat untuk membalas pesan tersebut. Loh, bukankah Kenzo sedang pelajaran saat ini? Ah, ini adalah saat-saat Thania memarahi Kenzo karena diam-diam membalas pesannya ketika pelajaran sedang berlangsung.

Namun, justru Thania yang malu ketika Kenzo sudah membalas pesannya lagi. Ternyata oh ternyata, Kenzo sedang ada di ruang laboratorium komputer untuk pelajaran seputar komputer dan sampai saat ini guru pengajar belum datang.

Malu? Sedikit saja, untung mereka tidak sedang bertatapan langsung. Thania masih belum percaya jika ia sekarang sedang menjalin kasih dengan seseorang yang disuakinya sejak dulu. Sampai saat ini ia baru sadar bahwa ...

Bahwa Nayya dan dirinya menyukai seseorang yang sama dalam kurun waktu yang lama. Untung saja mereka tidak mengetahui satu sama lain, jika mengetahui mungkin mereka sudah berpisah sejak lama.

Mengingat nama Nayya, Thania menjadi teringat akan segala peristiwa yang pernah ia lalui bersama Nayya. Tetapi, di satu sisi ia juga menaruh dendam pada Nayya karena ia pernah ditinggalkan tanpa pesan dahulu.

"Hoi, Than! Ayo ke kantin dulu, kata Bu Hana kita dikasi break sebelum lanjut lagi," ajak Jihan kepada Thania.

Thania mengangguk dan tersenyum. "Oke."

***

Problematika Perempuan [END] Where stories live. Discover now