10 : Duta Kelas

22 9 0
                                    

Nayya tersentak ketika mendengar ucapan Clara. Apakah manusia yang berdiri di depannya ini tidak memiliki perasaan? Bisa-bisanya dia mengatakan hal itu kepada seseorang yang telah menolongnya. Nayya tidak meminta imbalan, tetapi perilaku Clara sudah membuatnya tersulut.

"Lo kalau ngomong bisa difilter nggak?" tanya Nayya sambil menarik tambut Clara. "Punya otak itu dipake, bukan disimpen. Lo harusnya mikir dong kenapa gue mau nolong lo, anj*ng lo!"

Nayya pergi dan otomatis semua siswa yang menutupi jalannya bubar. Mulai hari ini, ia benci dan berjanji tidak akan berhubungan dengan Clara lagi. Sekalipun itu hal penting, ia tidak akan mau menganggap Clara sebagai sahabatnya. Mulai sekarang, Clara sudah ia buang dari daftar temannya. Untuk kehidupan selanjutnya, ia tidak akan mau mengenal sosok seperti Clara.

Tanpa Nayya tahu, Thania berjalan mengikuti Nayya dari belakang. Bukan apa-apa, Thania juga semakin malas dengan sifat Clara yang semakin hari semakin akhlakless. Ia pun menyesal bisa mengenal Clara.

"Manusia kok kaya gitu, amit-amit dah, semoga keturunan gue kaga ada yang kaya Clara," batin Thania sambil berlagak muntah.

Nayya terkejut ketika ada sosok Thania di sekitarnya. Apakah orang itu tidak membantu sosok yang katanya sahabat itu? Apakah Thania sudah berpindah haluan kepadanya lagi? Nayya membalikkan tubuhnya dan mendapati Thania sedang berjalan ke arahnya, oh bukan, ke kelasnya.

"Hai, Nay," sapa Thania pelan dan mendahului Nayya untuk masuk ke dalam kelas.

Nayya tersenyum dan mengangguk-angguk. Walaupun Thania sudah tidak menganggap Clara lagi, tetapi Thania juga tidak mau kembali dengannya. Ia hanya rindu Thania yang dulu, itu saja. Singkat, tetapi banyak kenangan.

Sebelum masuk ke kelas, Nayya menolehkan kepalanya ke arah tempat perdebatannya dengan Clara tadi. Sudah sepi dan sosok yang bersangkutan sudah tidak ada di tempat kejadian. Kemanakah ia? Apakah ia malu? Atau mencari banyak kawan untuk diadu domba?

Ini bukan urusannya, Nayya masuk ke kelas dan mendapati sebuah pengumuman yang tertulis di papan tulis. Duta kelas? Ah, Nayya tidak tertarik. Toh, memersuasi seseorang bukan bakatnya.

"Lo ikut?" tanya Ghania pada Nayya yang baru saja duduk di bangkunya. "Cocok loh, lo cantik terus pinter juga."

Nayya menggeleng pelan. "Bukan bakat gue, Ghan. Yang lain aja."

"Oh, tapi gu---"

"Duta kelas?!"

Nayya dan Ghania otomatis menolehkan kepala mereka ke sumber suara. Ah, si pembuat onar ternyata—Clara. Nayya sudah berfirasat buruk. Akankah Clara mendaftar menjadi duta kelas dan kesombongannya semakin meningkat? Ini sepertinya bencana baginya.

Clara berjalan ke arah ketua kelas mereka—Rohis. Nayya mulai menggaruk tengkuknya, sesuatu yang ia bayangkan sebelumnya akan menjadi kenyataan.

"Gue mau daftar jadi duta kelas," ucap Clara pada Rohis.

Nayya menghela napasnya. "Ini bencana besar kalau dia keterima," batinnya menderita.

___

"Berhubung yang daftar duta kelas cuma si Clara, dengan otomatis dia langsung terpilih menjadi duta kelas ini tanpa seleksi," jelas Rohis di depan kelas.

Nayya menepuk jidatnya pelan. Jika saja dirinya kemarin ikut, mungkin acara seleksi akan lebih heboh karena adu mulutnya dengan Clara. Ah, ia menyesal untuk keberapa kalinya. Perlahan, ia menghela napasnya. Ia tidak boleh iri ketika melihat jabatan orang lain. Mungkin suatu saat nanti ia akan lebih tinggi dari Clara, suatu saat nanti.

Clara berjalan mendekati Nayya. Ada apa ini? Oh, no. "Gue jadi duta kelas, Nay."

Mendengar ucapan Clara baru saja, Nayya hanya bisa menganga. Apa maksud Clara berucap itu kepadanya? Tak hanya Nayya yang terkejut dengan ucapan Clara, bahkan satu kelas yang mendengarnya ikut menganga.

"T-terus kenapa?" tanya Nayya bingung. Seumur hidup ia baru pertama kali menemukan seseorang seperti Clara.

"Ya gue udah satu tingkat di atas lo," kekeh Clara membuat Nayya semakin melebarkan mulutnya.

Nayya tertawa terbahak-bahak. "Apa?! Anj*r, lo kira gue terkeju gitu? Iya, terkejut karena perilaku lo yang nggak punya sopan santun. Terus lo kira gue bakal takut sama lo? Hello! Lo cuma jadi duta kelas, bukan duta besar. Lagi pula, lo terpilih karena nggak ada lawannya! Nggak usah sok-sokan lo!"

Inilah Nayya yang baru. Sosok Nayya yang akhir-akhir ini sering memendam perasaannya kini telah berubah hampir 180 derajat. Alasannya berubah karena ingin menenggelamkan Clara di Samudera Hindia, bukan, hanya ingin membuktikan bahwa dirinya juga bisa melawan.

Clara dan seisi kelas terdiam ketika mendengar Nayya yang mulai memberontak. Mereka tidak mengira jika Nayya yang tadinya pendiam juga bisa melawan seperti itu. Mereka hanya tidak tahu saja apa yang Nayya rasakan sehingga membuat Nayya menjadi seperti ini.

"Kenapa diem?!" tanya Nayya kesal. "Minggir lo! Ngalangin pemandangan gue buat cari cogan," lanjut Nayya sambil mendorong Clara pelan.

"Sok-sokan cari co---"

"Iya, kenapa? Minggir!" Nayya yang sudah kesal dengan Clara akhirnya mendorong Clara dengan kekuatan kecilnya.

Clara mengangkat bibir atas bagian kirinya. Kemudian ia kembali ke tempat duduknya diiringi bisikan-bisikan dari teman sekelasnya. Menurut mereka, Clara sudah keterlaluan kepada Nayya. Yang mereka ingin tahu hanya satu, apa alasan mereka bertiga putus hubungan, itu saja.

___

"Mama nanti mau pergi kemana?" tanay Clara kecil.

"Ma-ma nanti pulang ke rumah nenek, kamu di sini sama Papa kamu ya," jawab Mama Clara diirngi tangisan kecil.

Apa yang terjadi dengan Mamanya? Apakah Mama Clara sedang ngambek dengan Papanya? Clara kecil saat itu masih belum mengerti masalah apa yang membuat Mamanya seperti itu. Apakah Mamanya sudah tidak sayang dengannya lagi?

"Mama nggak sayang Clara?"

"Mama sayang banget sama kamu, Ra. Karena Mama sayang kamu, Mama harus ninggalin kamu," balas Mama Clara.

"Hah? Kenapa? Kenapa Mama nggak tinggal sama Clara lagi?" cecar Clara kecil.

Mamanya hanya tersenyum ketika mendengar pertanyaan anak semata wayangnya yang kala itu masih berumuh 5 tahun. Sosok malaikat kecil yang belum tahu apa isi dunia. Malaikat kecil yang belum pantas ikut campur dalam masalah keluarga.

Clara kecil yang ditinggalkan Mamanya awalnya hanya diam saja dan tidak membantah. Mungkin Mamanya mempunyai pekerjaan yang mengharuskannya pergi dari rumah, itulah pikiran kecilnya dahulu.

Beberapa bulan kemudian, datanglah sosok perempuan bersama Papanya. Dengan bahagia, Clara kecil berlari menuju Papanya. Ia memeluk sosok yang dirindukannya itu, akhir-akhir ini ia tinggal bersama noona-nya.

"Ra, ini Mama baru kamu."

"Mama baru?" beo Clara kecil tidak paham.

Clara kecil berusaha memahami apa yang terjadi dengan keluarganya. Mungkin saja orang yang disebut Papanya tadi adalah orang yang derajatnya sama dengan noona-nya. Dahulu, ia belum tahu apa itu arti bercerai, ia belum tahu apa itu arti tiri, ia juga belum tahu apa itu arti kebahagiaan di tengah kesedihan.

Seiring bertumbuhnya Clara, ia menjadi tahu apa yang terjadi dengan keluarganya. Yang ia pikirkan sekarang hanya satu, kebahagiaan. Ia selalu mencari kebahagiaannya sendiri dengan caranya sendiri. Karena apa? Karena ia jarang merasakan hal itu.

Mungkin cara Clara untuk meraih kebahagiaan saja yang masih salah.

***

tbc

Problematika Perempuan [END] Where stories live. Discover now